Anna dan Ananta dua gadis kembar yang sengaja di pisahkan sejak masih bayi. Setelah dewasa, keduanya tidak sengaja kembali bertemu dan sepakat untuk bertukar tempat karena merasa tidak puas dengan kehidupan mereka masing-masing.
Kehidupan keduanya bertolak belakang. Anna hidup sederhana di kota kecil, sedangkan Ananta hidup serba berkecukupan di Ibukota. Anna dicintai dengan tulus oleh Raksa, pemilik hotel tempat Anna bekerja sebagai Cleaning Service. Sedangkan Ananta sudah menikah dengan Rendra, salah pengusaha muda kaya raya. Sayangnya Ananta tidak dicintai.
Ikuti keseruan cerita mereka. Tolong jangan lompati Bab yaa.
Terima kasih sudah mampir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nittagiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Hidup Ananta
"Selama ini, apakah Ibu pernah mengunjungi nya?" Tanya Ananta hati-hati.
Ibu menggeleng. "Ibu tidak ingin lagi bertemu dengan luka itu."
"Apa Ibu tidak merindukan si bungsu?" Kali ini, mata indah Ananta sudah kembali berkaca. Padahal beberapa menit lalu, keadaan sudah kembali mencair dan penuh canda tawa.
"Rindu, tapi itulah konsekuensi yang harus ibu terima. Tuhan tidak hanya memberikan hati untuk merasa, tapi juga otak untuk berpikir. Dan saat bersama Papa kandung kamu, Ibu tidak pernah menggunakan nya, dan akhirnya terluka sangat dalam. Hidup ibu benar-benar hancur berantakan. Sekarang, Ibu sangat bersyukur karena Tuhan memberikan putri yang selalu menggunakan akal sehatnya di setiap keadaan." Ibu sudah mengusap lembut pipi Ananta.
'Tidak, Bu. Aku pun sama. Si bungsu yang Ibu tinggalkan melakukan hal yang sama. Aku tidak pernah menggunakan akal sehatku, dan hanya terus menggunakan rasa cinta untuk bertahan di sisi Rendra.' Ingin sekali Ananta berteriak, sayang ia hanya bisa mengungkapkan semua itu di dalam hatinya. Yah, ia masih butuh pendapat Anna soal ini. Sebelum menceritakan kenyataan yang sebenarnya pada dua orang tua yang ada di hadapannya ini, ia harus menceritakan pada Anna terlebih dahulu.
"Ingat ya, Nak Raksa. Awas aja kalau kamu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Ayah kandung Anna itu. Ibu enggak akan maafin kamu kalau kamu berani nyakitin hati putri Ibu." Ancam wanita paruh baya itu. Kali ini ia sudah menatap tajam ke arah laki-laki muda yang selalu mengejar putrinya itu.
"Tenang aja, Bu. Selama Anna belum siap, aku tidak akan memaksa." Jawab Raksa.
"Bohong, Bu. Tadi saat kami berangkat kerja, dia ngajak aku kawin lari." Ujar Ananta.
Ayah yang dari tadi menyimak percakapan, tak tahan mendengar kawin lari dan memukul kepala Raksa. "Awas kamu. Yakinkan dulu keluarga mu, baru ajak nikah putri ayah." Ucapnya tegas.
"Aku enggak tahu lagu harus bagaimana, Ayah. Semuanya terasa begitu sulit." Kali ini Raksa sudah menunduk dalam, membuat suami istri paruh baya yang ada di dalam ruangan itu ikut sedih.
"Berjuang lah sedikit lagi, Raksa. Kamu hanya perlu meyakinkan kedua orang tua kamu, bahwa Anna gadis yang baik. Mungkin, jika Anna menjadi putri ayah kandungnya, keluarga mu pasti akan langsung menerimanya." Ibu berucap sedih.
"Enak aja. Lebih baik aku enggak jadi nikah sama kamu, asalkan aku tetap jadi anak ayah dan ibu." Ujar Ananta. Terlihat jelas kemarahan di wajah cantiknya.
"Tentu saja! Meskipun kita enggak nikah, tapi Ayah dan Ibu tetap menyayangi aku. Dan kamu tetap ada di sisiku. Apa yang harus aku paksa kan. Mendapat mertua seperti Om Adi itu, dih ogah. Mending aku main catur bareng Ayah. Iya kan, Yah. " Kali ini Raksa sudah menempel ke tubuh laki-laki paruh baya yang langsung tertawa bahagia bercampur haru.
Dia yang hanya laki-laki biasa, mendapat balasan cinta dari istrinya, dan kini dua anak yang ada di hadapannya ini juga begitu menghargai keberadaannya. Sungguh sesuatu yang harus ia syukuri dalam hidup. “Ayah akan ikut bahagia, jika kalian bahagia.” Laki-laki paruh baya itu menepuk pelan bahu Raksa.
“Benar. Apa pun yang akan menjadi pilihan hidup kamu nanti, ibu akan selalu mendukungnya. Jika memang Ayah kamu bisa membantu membuat keluarga Raksa menerima kehadiran mu, ibu tidak akan mempermasalahkan nya.
“Iya, tapi aku enggak akan pernah sudi meninggalkan Ibu dan Ayah hanya karena ingin menjadi menantu keluarga Raksa.” Jawab Ananta tegas. Ia yakin, Anna pun akan mengatakan hal yang sama. Melihat sikap Anna yang selama ini rela mengabaikan perasaan Raksa, ia bisa tahu jika gadis itu menempatkan ayah dan ibu di urutan paling atas rencana hidup nya.
“Aku tahu kamu enggak akan melakukan hal hina itu. Tapi jangan terlalu jahat seperti ini dong.” Protes Raksa.
Melihat wajah cemberut Raksa, membuat Ananta tertawa. Gadis itu bernafas lega. Sepertinya, kehidupan yang akan ia jalani kedepannya akan muda. Kali ini, ia tidak lagi sendiri. Ia punya kakak perempuan sekuat Anna, juga punya orang tua sebaik ayah dan ibu. Soal laki-laki yang dicintai dan mencintainya,sekarang tidak lagi terlalu penting.
Sepertinya, ini memang rencana baik yang Tuhan sediakan untuknya selama ini. Tidak ada tujuan, ia memilih pergi ke kota kecil ini untuk menenangkan diri dan akhirnya bertemu dengan Anna. Hanya dalam waktu beberapa hari, ia menemukan kenyataan ini.
Urusan keluarga Raksa, biarlah menjadi urusan Anna. Ia tidak berhak untuk memberikan pendapat. Mungkin perlakuan keluarga Raksa terhadap Anna, sama seperti perlakuan keluarga Rendra terhadap Melisa. Apa memang seperti itu? Jika calon mertua tidak merestui, putranya justru tergila-gila. Ananta menggeleng-gelengkan kepalanya. Hidup selalu saja menemui titik rumit nya.
Terserahlah. Mulai sekarang, ia tidak akan lagi peduli pada hal apa pun. Seharusnya, sejak dulu ia mengambil sikap sama seperti yang dilakukan Anna. Gadis itu tidak peduli pada hal apa pun. Ia menentukan prioritas dalam hidup nya. Dan tidak ada satu orang pun yang mampu merubah itu, meski itu seorang Raksa.
Cinta memang tidak harus dipaksakan untuk saling memiliki. Ada hal-hal yang perlu dipikirkan. Untuk apa terus mempertahankan cinta yang hanya menyakiti diri sendiri. Satu tahun perjanjian-nya dengan Anna, sepertinya akan dibatalkan. Ia tidak lagi membutuhkan waktu sebanyak itu untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya. Entah itu tentang ayah dan ibu tiri nya, ataupun tentang Rendra dan juga Melisa.
“Hei, apa yang sedang kamu pikirkan. Tenang aja, kamu enggak perlu memikirkan Om Adi itu. Kamu memiliki Ayah dan Ibu. Jangan lupa juga, aku akan selalu di sisimu, meski bukan sebagai suami. Kita akan menusa bersama seperti ini. Kamu tidak boleh menjadi istri orang lain, aku pun tidak akan menikahi siapa pun.” Ujar Raksa yakin.
“Benar-benar bego!” Ujar Ananta tak habis pikir dengan ide dari Raksa. Ah, melihat Raksa sekarang, mengingatkan dirinya dulu yang terus saja menempel pada Rendra.