Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.
hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.
selamat membaca....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29. Berbagai Kejutan
“Jadi, kita harus panggil kamu apa? Nenek? Putri? Atau gimana?”
Setelah mengetahui bahwa Putri adalah nenek Mojang, adik kandung dari nenek Nia, mereka bertiga mencoba menyesuaikan diri dengan kenyataan yang mereka dapat. Nia, Karina dan Putri sore itu, duduk bertiga dipinggir jendela, menatap kelangit senja menikmati semilir angin sore. Berharap angin yang datang membelai wajah mereka mampu meringankan kecanggungan diantara mereka.
Sunggu suasana yang tidak pernah terbayangkan, mereka dapat duduk bersama meskipun dalam dunia yang berbeda.
“Aku lebih suka dipanggil Putri, tetap sama seperti dulu.”
“Tapi umur kamu kan jauh lebih tua dari kami berdua.”
Karina merasa tak enak hati. Bagaimanapun ia tak bisa menghiraukan kenyataan bahwa Putri yang berada di samping mereka saat ini sebetulnya berumur jauh lebih tua dari mereka, bahkan dari ibu mereka.
“Saat ini aku hanya anak kecil berusia 10 tahun. Bukan 100 tahun. Dan kalian berdua tetap kakak kakaku. Aku bukan nenek kalian. Jadi jangan pernah panggil aku nenek.”
“Trus gimana ceritanya sih kok kamu bisa sampai ada disini?”
Nia penasaran.
“Dan kenapa kamu tahu soal kecelakaan yang menimpaku?”
“Aku memang sudah ada dirumah ini sejak dulu. Saat aku masih tinggal di rumah ini untuk berobat karena aku sakit. Hingga akhirnya Tuhan menjemputku. Dia memberiku tugas untuk menjaga semua keluargaku yang masih hidup.”
“Tapi aku kan bukan bagian dari keluarga kalian? Aku bahkan baru tau bagaimana hubungan kalian.”
Karina menatap Putri penuh tanya.
“Hubungan keluarga kak Karin dengan kak Nia sudah seperti keluarga. Aku sudah mengenal mama kak Karin sejak dia kecil.”
Hening, semua terdiam. Ada banyak untaian benang-benang merah yang sedang mereka urai dan mereka hubungkan satu demi satu dalam benak dan pikiran mereka.
Pantas, dulu awal Karina bisa melihat Putri, Putri pernah berkata, bahwa ia sudah ada di rumah ini sejak dulu. Jauh sebelum kedatangan Karina ke rumah itu.
“Apa mamaku dan tante Nurul tau juga soal keberadaanmu disini?”
“Tidak. Dan tidak perlu tahu.”
“Kenapa?”
“Semakin banyak orang melihatku di sini, aku akan semakin menghilang dan tidak dapat bertemu kalian lagi.”
Karina dan Nia saling tatap, mereka memastikan bahwa satu sama lain tidak menceritakan perihal keberadaan Putri kepada yang lain.
Ok, trus sekarang, bisa gak kamu ceritain kenapa kamu bisa berada disini?”
“Karena tugasku belum selesai di sini. Setelah tugasku disini selesai, aku akan kembali ketempat dimana aku seharusnya berada?”
“Tugas?”
Karina dan Nia bertanya bersmaan, menoleh ke arah Putri yang masih dengan tenang menatap pohon pucuk merah di halaman samping rumah Karina melalui jendela.
“Tugasku menjaga kalian. Menyelamatkan kalian dari beberapa takdir kecil yang masih bisa diubah. Selama kalian mau berusaha.”
Putri bangkit dari duduk berjalan keluar jendela perlahan menembus meja belajar yang bersandar di dinding jendela. Melangkah melayang keluar hingga menghilang dibalik rumpun bunga bougenville. Karina dan Nia hanya bisa memandangi tanpa berkedip.
“Gokil nenek gue. Bisa nembus tembok. Bisa ngilang gitu aja. Hebat...hebat...”
Nia masih menatap pohon bougenville itu, kedua tangannya bahkan bertepuk pelan.
“Ya iyalah kocak, nenek lu kan demit.”
Sahut Karina sembari bangkit.
“Enak aja demit. Levelnya beda tau. Eh lu mo kemana, main kabur aja!”
Karina tak menggubris. Ia terus berjalan keluar kamar menuju dapur. Haus.
Nia merasa tak nyaman tinggal dikamar Karina sendirian. Akhirnya ia membuntuti Karin menuju dapur.
“Rin, menurut lu nenek mau ngerubah nasib kita yang bagian mana ya? Bagian kita bego ama burik bisa diubah gak ya?”
“Putri. Dia maunya dipanggil putri. Tar ngambek loh kalau lu manggil dia nenek.”
Karin membuka lemari es, mengeluarkan jus jambu dari dalamnya dan menuangkan dalam dua gelas kecil.
Nia tertawa kecil.
“Iya iya, Putri maksut gue.”
“Lagian yang Putri bilang itu, kita berdua yang harus berusaha untuk mengubah takdir itu. Bukan dia. Dia cuma ngebantu doang. Nih minum jus jambu. Biar adem otak kita. Hari ini banyak banget kejutannya. Bikin gue puyeng.”
Karina meneguk jus jambu dingin beberapa teguk, diikuti dengan Nia. Merekan berdua duduk di meja makan.
“Kejutan apa aja emang hari ini?”
“Lu tau gak. Ternyata selama ini nyokap gue rutin hampir tiap bulan dapet parcel dari orang yang katanya pernah nyokap gie selametin dari kecelakaan. Dikirim ke florist nyokap gue gitu.”
“Apa kejutannya trusan? Bukannya normal kalau nyokap lu dapet parcel ucapan terimakasih?”
“Tapi masa setiap bulan. Dari sejak kejadian sampai sekarang?”
“Ya berati yang diselametin nyokap lu bener-bener berterimakasih. Atau mungkin merasa hutang budi yang besar.”
Nia menghabiskan jus jambu itu dalam sekali minum. Nampaknya kejutan soal Putri memang lumayan menguras energinya.
“Tapi gak cuma itu Ni. Orang itu kirim parcel kue, dan alamatnya sama persis ama alamat yang gue temuin dari box kertas tempat gue bawa barang-barang bokap gue dari Bandung. Dan gak mungkin banget kalau itu cuma sebuah kebetulan biasa Ni.”
Nia berfikir sejenak. Benar juga, dalam kondisi seperti sekarang memang rasanya hampir tidak mungkin jika itu hanya sebuah kebetulan.
“Trus lu udah cek alamat itu, alamat siapa?”
“Nah, itu dia. Gue lagi nyuruh adek gue selidikin alamat itu. Jauh tempatnya, gue udah cek di map.”
Karina menoleh pada jam di dinding ruang makan.
“Harusnya sih kalau jam segini udah nyampe sana dia. Moga aja ketemu alamatnya.”
Pintu gerbang rumah Karina terbuka. Sebuah mobil putih masuk perlahan ke dalam garasi.
“Nyokap lu balik Rin.”
Karina mengangguk. Sudah hampir senja, memang sudah jam pulang ibunya. Toko bunga Nurma memang hanya buka dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Tapi pengiriman pesanan bisa dilayani 24 jam. Beruntung ibunya memiliki pegawai yang loyal dan jujur. Selalu bisa diandalkan.
“Mama pulang. Halo Nia. Kamu disini?”
Nurma meletakan beberapa kantong belanjaan ke atas meja makan.
“Iya tante. Tadi nganter buku Karina, kebawa di tas Nia tadi disekolah.”
Nia menoleh Karina dan berkedip kedip meminta dukungan. Karina hanya tersenyum.
“Oh... Kamu sehat kan?”
“Sehat tante.”
“Syukurlah. Jaga kesehatan ya. Jangan capek-capek. Kalian sudah kelas XII loh. Bentar lagi juga ujian kan?”
Nia mengangguk. Ia tahu bahwa sebetulnya nasihat itu untuk menyindir Karina. Karina melengos merasa diri bahwa ibunya menyindir. Meneguk sisa jus jambu dari gelasnya.
“Oh ya. Tante sama mamamu barusan daftarin kalian les di bimbel yang gedungnya di sebelah sekolah kalian itu. Mulai Senin depan bisa dimulai. Jadwalnya nanti menyusul.”
Brppppp....
Karina kaget hingga jus jeruk yang sudah berada di dalam mulutnya tersembur keluar. Bimbel? Gedung sebelah sekolah? Itu adalah tempat dimana Karin mengalami kecelakaan hingga akhirnya ia memulai petualangan misteri ini.
“Karin... Kok disembur. Gak sopan kamu nak.”
“Ih...Rin lu apa apain sih... Gue kecipratan ini. Jorok tau....”
Karin terdiam. Jantungnya berdegup kencang. Jadi, waktuku tak tersisa banyak, bisik hati Karin.
***