Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
"Apa?." Dion terperanjat dari duduknya saat mendengar ucapan pria misterius di hadapannya.
" Ya, kamu bawa dia padaku. Akan aku berikan semua uang ini untukmu. Apalagi kamu mantan suaminya, pasti kamu akan lebih mudah memancingnya bukan?." ucap pria berkacamata hitam itu.
" Tidak, aku sudah banyak melukai hatinya. Aku tidak mau menyakitinya untuk yang kedua kali." ucap Dion menolak dengan bahasa tubuh yang memperlihatkan rasa bersalah yang besar.
" Apa kamu yakin?. Uang lumayan banyak, apalagi kamu sudah dipermalukan di muka umum. Aku tidak yakin kamu akan di terima bekerja di perusahaan kota ini karena nama baikmu sudah tercoreng."
Dion berpikir sejenak dengan kata kata pria di hadapannya. Memang benar yang di katakan pria itu, tapi Dion tak mau menculik Amara demi uang. Yang ada masalahnya akan semakin besar.
" tidak, aku tidak bisa." Dion menggeleng. Ia berbalik dan berniat meninggalkan pria itu.
" 2 miliyar."
Dion menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan pria itu lagi. Ia berbalik perlahan dan menatap ke arah belakang.
"Aku akan menambah uangnya menjadi 2 miliyar jika kamu berhasil membawa Amara padaku."
Dion terdiam saat mendengar nominal uang yang di janjikan pria di hadapannya. Sesaat kemudian ponselnya berdering.
" Selamat siang pak Dion, Minggu depan anda harus kembali mentransfer uang seratus juta bulan depan." himbauan dari pihak bank.
Dion terdiam, ia tak mampu menjawab hingga sambungan telepon akhirnya terputus dengan sendirinya.
Dengan hati yang bimbang, Dion melirik pada ponselnya. Ia lalu beralih menatap sosok pria di hadapannya.
" Bagaimana Dion?." tanya pria itu.
" Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi kamu harus berjanji, jangan sakiti Amara." kecam Dion.
" Itu urusan ku, yang penting tugasmu hanya satu bawa dia padaku." pria itu mulai beranjak dari duduknya. Ia lalu menepuk pundak Dion sebelum pergi. "semoga beruntung, ingat 2 miliyar akan menjadi milikmu." bisiknya dengan ekspresi jahat.
Dion terdiam, ia berada di ambang pintu yang akan membawanya ke jurang. Namun jika tak melanjutkan, ia juga akan terlempar ke jurang yang sama. Dion duduk dengan frustasi.
.
.
" Amara, terimakasih sudah datang." senyum Beatrice ke arah Amara yang saat itu akan segera pulang karena acara sudah selesai.
" Sama sama Beatrice, aku harap aku bisa sering ke sini dan melihat anak anak." ucap Amara.
" Tentu, kamu bisa ke sini kapan saja kamu mau."
Keduanya berjalan pelan menuju keluar rumah, saat di perjalanan mereka di hampiri Leo yang baru saja berpamitan dengan Lily.
" Leo, terimakasih sudah datang." senyum ramah Beatrice ke arah Leo.
Leo mengangguk. Beatrice mengantar mereka sampai depan. Dimana sudah ada dua mobil yang menunggu kedua CEO itu.
Amara melihat Leo membuka pintu mobil untuknya. " terimakasih." ucap Amara.
" Hati hati di jalan nona Amara." Leo tersenyum dan kembali menutup pintu mobil dengan pelan.
Amara menurunkan kaca mobil, " Dah Beatrice, sampai ketemu lagi Lily." ia melambai ke arah Beatrice. Di samping Beatrice juga ada Lily yang terlihat tidak rela Amara dan Leo pulang. Namun mereka tak selamanya bisa tinggal di yayasan, dan Lily tahu itu.
Beatrice dan Lily melambai ke arah Amara. Mobil mulai melaju pelan meninggalkan pekarangan yayasan.
Kini tinggal Leo yang belum pergi.
" Leo." panggil Beatrice saat Leo akan masuk mobil.
" Apa kamu masih belum jujur padanya?. Dia menanyakan mu kemarin saat melihat foto." ucap Beatrice dengan nada khawatir.
" Belum saatnya Beatrice. Aku takut jika Edward sewaktu waktu bisa mencelakainya." ungkap Leo dengan ekspresi lesu.
" Baiklah kalau begitu." Beatrice menyerah.
Leo kemudian masuk ke dalam mobil dan mulai meninggalkan pekarangan yayasan. Ia sempat melambai ke arah Lily sebelum benar benar pergi.
Di dalam mobil, Leo seperti merasa khawatir pada Amara. Ditambah lagi Edward pasti akan bertindak jahat jika mengetahui ia mencintai Amara.
Sementara itu kini Amara termenung di dalam mobil. Ia masih teringat bayangan Leo.
" Nona, apa kita mampir dulu ke perusahaan atau langsung pulang?." tanya Clarissa yang sedang mengemudi.
" Sebaiknya ke perusahaan dulu, ada yang harus aku urus." ucap Amara.
" Baik nona."
Clarissa menambah sedikit kecepatan agar segera sampai.
Tak berselang lama mereka tiba di perusahaan. Namun mata Amara tertuju pada seorang pria yang sangat familiar. " Dion." ucapnya. Pria itu sedang berdiri di samping pintu masuk.
" Amara." Dion langsung menghampirinya.
" Amara, akhirnya aku bisa melihatmu lagi." ungkap Dion dengan penuh syukur. jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat merindukan Amara.
" Ada apa?." Amara memperhatikan penampilan Dion yang terlihat kucel dan tak terurus.
" Aku, ingin meminta maaf padamu." ucap Dion dengan pelan.
Amara tersenyum getir. " Dion, kamu mau tau bagaimana caranya agar aku memaafkan mu?." ucap Amara.
" Bagaimana caranya?." Dion bersemangat seolah Amara akan menerimanya kembali.
" Jangan pernah muncul di hadapanku!."
Deg
Jantung Dion berdenyut kencang, hatinya seperti teriris benda tak terlihat saat mendengar kata kata Amara. Sebegitunya Amara membencinya.
" Amara. Apa tidak ada kesempatan lagi untukku. Aku mau menebus semua kesalahanku padamu." ucap Dion dengan nada lirih.
" Jangan pernah mencoba memperbaiki gelas yang sudah hancur. Kamu tidak akan bisa melakukannya." Tatapan dingin Amara mampu menusuk hingga ke tulang. Ia melangkah masuk dengan anggun ke dalam perusahaan. Sementara Dion masih mematung di tempatnya dengan seribu penyesalan.
Clarissa yang sedari tadi berada di belakang Amara langsung mengisyaratkan kepada penjaga untuk membawa Dion pergi.
" Amara! berikan aku satu kesempatan lagi, aku janji akan membahagiakan mu." teriak Dion setelah kepergian Amara.
Dion memberontak saat dua penjaga menyeretnya pergi dari perusahaan. " Lepas, saya bisa sendiri." ucapnya
Kedua penjaga itu melepaskan Dion saat sudah di luar pagar. Dion juga memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.
Ia masuk ke dalam mobil dengan perasaan campur aduk, tangannya mengepal dan uratnya terlihat. " Kamu sangat sombong Amara, aku sudah memohon mohon tapi tidak kamu hiraukan."
Dion merasa di hina oleh Amara. Padahal selama ini apapun yang dikatakannya akan di turuti oleh Amara.
" Lihat saja, aku akan memberi perhitungan kepadamu. Sampai dimana sikap sombong mu itu akan bertahan?." ucapnya dengan tatapan tajam.
Sesaat kemudian ponselnya berdering. " Bagaimana, apa sudah kamu laksanakan tugasmu?." ucap seseorang di seberang sana.
" Aku butuh waktu untuk mengatur strategi." ucap Dion.
"kamu sudah sadar ternyata, baguslah. atur dengan baik rencanamu. Aku tunggu hasilnya dalam tiga hari. Jika kamu gagal, semua uang ini tak akan pernah menjadi milikmu. "
" Akan ku pastikan Amara tak akan bisa lolos dariku!." dengan tatapan jahat Dion menggenggam ponselnya.
Sambungan telepon terputus, Dion memilih untuk langsung pulang. Ia akan merencanakan penculikan Amara tanpa ada yang tahu.