Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak Dilema
Sepeninggalan Vero, Esson terpaku di tempat. Tertampar rasanya dengan ucapan-ucapan adiknya barusan. Padahal, beberapa saat yang lalu dia sudah lebih tenang karena penjelasan Carla sangat meyakinkan.
Lantas, mengapa Vero bisa berpikir sejauh itu? Tak mungkin kan Vero lebih mengenal Carla dibanding dirinya?
"Jika apa yang dikatakan Vero benar, apakah mungkin childfree yang dipilih Carla alasannya juga berhubungan dengan ini? Jangan-jangan ... Vero sudah memberiku keponakan," batin Esson. Tenggorokannya seketika tercekat kala memikirkan itu semua.
Tidak mustahil Carla hamil. Karena seingat Esson, sekitar satu minggu sebelum malam itu, Carla baru selesai menstruasi. Artinya malam itu Carla sedang dalam masa subur. Jika Vero mengeluarkannya di dalam, besar kemungkinan benihnya akan tumbuh dan berkembang dalam rahim Carla.
"Jangan-jangan Vero juga memikirkan ini, makanya dia bersikeras mengejar Carla meskipun aku sudah melarangnya." Esson kembali membatin dengan perasaan yang kian kacau.
Jika menuruti ego, apa pun alasannya dia tidak akan membiarkan Vero dan Carla bersatu. Esson tak rela, cemburunya tak akan pernah berakhir jika lelaki yang memiliki Carla adalah orang terdekatnya sendiri.
Akan tetapi, dia bisa apa jika di antara mereka memang sudah ada anak? Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, Esson tentu akan merestui mereka bersama. Tak mungkin ia mengorbankan masa depan keponakan demi egonya sendiri.
"Apa yang kamu pikirkan?"
Esson tersentak. Lamunannya buyar dan kesadarannya kembali terarah pada sang istri, yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Menatap Tessa, Esson teringat lagi dengan janjinya, untuk berhenti mengurusi Carla karena mereka memang sudah selesai. Dalam artian Esson juga tak akan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan barusan.
"Mungkin Vero hanya terjerat dalam perasaan bersalah, makanya bersikeras memiliki Carla. Karena setahu dia Carla masih sendiri, yang ia artikan Carla belum bahagia. Jika melihat Carla sudah bahagia dengan orang yang dicintainya, aku yakin Vero akan mengerti dan tidak akan memaksakan diri," ucap Tessa diiringi senyum masam.
"Apa maksudmu, Sayang?"
"Aku tahu kamu masih mencintainya, Esson."
"Sayang—"
"Aku menyerah. Mungkin sampai kapanpun aku memang tidak bisa membuatmu jatuh cinta. Buktinya sekian lama kita bersama, bahkan sampai menikah, belum ada namaku kan di hati kamu?" pungkas Tessa.
"Kamu jangan sembarangan bicara. Sudah ada anak kita di sini, mana mungkin tidak ada cinta. Tentu saja aku mencintaimu, Sayang." Esson menjawab seraya mengusap mesra perut Tessa. Berusaha meyakinkan sang istri atas yang sejujurnya memang masih abu-abu.
"Bercinta tidak harus dengan perasaan. Itu naluri yang ada dalam setiap diri manusia."
"Sayang ...."
"Aku memang bangga bisa menjadi wanitamu, Esson. Menjadi satu-satunya wanita yang kamu nikahi dan kamu percaya untuk melahirkan keturunanmu. Tapi, lama-lama aku juga lelah. Meski kamu baik, tapi aku belum pernah melihat tatapan cinta dari matamu. Lama-lama aku seperti membohongi diri sendiri, pura-pura bahagia padahal aku sepenuhnya sadar bahwa hati suamiku bukan untukku."
Esson terdiam, kehilangan kata-kata untuk membela diri, karena semua yang dikatakan Tessa memang benar adanya. Namun, ia juga tak ingin mengakui. Tak rela pula hila harus kehilangan Tessa beserta calon anaknya. Esson terjebak dalam kebimbangan yang nyata.
"Dulu, kupikir aku bisa membuatmu jatuh cinta dan melupakan Carla. Tapi, ternyata aku yang terlalu naif. Aku terlalu tinggi menganggap diri dan merasa pantas bersaing dengan Carla," sambung Tessa. Suaranya makin tertahan dan gemetaran.
Melihat kondisi sang istri yang makin tak baik-baik saja, Esson pun memeluknya dengan erat. Tak banyak yang ia ucapkan, hanya sebuah janji bahwa hubungan mereka tidak akan pernah berakhir, juga perasaan untuk mantan yang tidak akan terulang.
Dalam pelukan Esson, Tessa kembali mengulas senyum masam. Esson terus meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, tetapi raut wajah di saat menentang Vero beberapa saat yang lalu masih terekam jelas dalam ingatan. Bukan kemarahan biasa, melainkan sebuah kecemburuan yang tampak nyata.
________
Hotel Sakura masih berdiri kokoh di antara gedung pencakar langit lainnya, memamerkan pesona dan kemegahannya yang menjadi magnet untuk orang-orang agar menginap barang satu atau dua malam.
Kini, untuk kedua kalinya Tessa berdiri di depan hotel tersebut. Menatap keindahan di depan mata dengan pandangan yang penuh kemelut. Dorongan hati dan langkah kaki, tiba-tiba saja membawanya ke sana. Memaksanya berjalan masuk dan sekali lagi menemui sang sahabat lama.
Berbeda dengan sebelumnya yang harus menunggu beberapa waktu, hari ini Tessa langsung diizinkan masuk. Pasalnya, Carla sedang tidak sibuk dan tidak ada tamu.
Dengan perasaan yang tak menentu, Tessa pun membuka pintu ruangan Carla. Namun, matanya langsung membelalak melihat apa yang dilakukan sahabatnya itu.
"Carla, kamu ...."
Bersambung...
Penderitaan Carla sungguh sungguh menyakitkan 🥲🥲🤗🤗
Jadi untuk apa memperdalam kisah yng sdh lewat ikhlas kan aja Son , cerita mu dngn Carla sdh selesai 😠😠🤣