Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 Baikan
Tania terlihat kesal, tidak percaya Ikrar bisa melakukan itu padanya. Meskipun Ikrar mengatakan kalau alasannya di tujukan bukan untuk dirinya, namun Tania bisa tahu kalau Ikrar tidak mau membiarkan ia pergi dari rumahnya itu.
“Kau benar – benar tidak waras. Apa kau mau menjadikanku wanita simpanan di rumahmu ini, atau menjadikanku sebagai pelayan rumahmu?” kata Tania marah.
“Tania, tolong jangan berpikiran sempit. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu. Aku hanya ingin melindungimu saja!” balas Ikrar.
“Kalau begitu, biarkan aku pergi dari sini. Aku mau melihat Galang!” pinta Tania dengan tegas.
Ikrar terlihat kesal mendengar Tania menyebut nama pria lain di depannya, namun ia segera menghela nafasnya dengan kasar sambil memejamkan matanya sejenak agar rasa kesalnya itu bisa reda.
Ia kembali membuka matanya melihat Tania dengan ekspresi datar karena menahan rasa kesalnya, kemudian berkata: “Kita berdua menghabiskan masa kecil bersama – sama. Dan hanya delapan tahun aku tidak di sisimu, kau malah berubah jadi begini?”
“Bukan aku yang berubah, tapi kau yang berubah. Kau memukul seseorang yang sama sekali tidak bersalah. Dan sekarang kau mengurungku disini. Kau menjadi pria yang seenaknya. Melakukan apapun yang kau mau tanpa memikirkan perasaan orang. Kau bukan Ikrar yang kukenal!” kata Tania yang sangat marah pada Ikrar.
Tania kemudian memegang dadanya, merasakan jantungnya yang berdetak. “Ikrar yang ada disini, tidak akan pernah melakukan semua itu. Dia tidak akan menyakiti seseorang. Dia tidak akan memaksaku. Dan dia tidak akan pernah menghina orang!” lanjut Tania yang tanpa sadar meneteskan air matanya, kemudian dengan sigap ia menggerakkan tubuhnya, membelakangi Ikrar.
Ia tidak mau menunjukkan air matanya di depan lelaki yang membuat hatinya terluka hanya dengan satu kata yang terucap darinya.
Ikrar langsung melangkah maju, dan memeluk Tania dari belakang, merasakan kesedihan yang di alami Tania sekarang.
“An an ... aku minta maaf. Aku melakukan ini karena tidak mau kau pergi lagi. Sikapku beberapa hari yang lalu padamu, karena aku sangat marah, dan cemburu. Kau menyamar menjadi orang lain tapi malah membuatku selalu mengingat dirimu yang dulu. Aku marah dan cemburu melihatmu bisa tersenyum pada orang lain. Senyuman yang hanya bisa kau berikan padaku dulu. Aku sungguh minta maaf kalau semua tindakanku itu sudah membuatmu terluka!” kata Ikrar yang semakin memeluk erat tubuh Tania dari belakang, merasakan kehangatan wanita yang sangat di cintainya itu.
Tania yang mendengar semua kata – kata Ikrar membuat ia semakin menangis, namun ia menutup mulutnya dengan tangannya untuk menahan tangisannya agar suara tangisannya tidak keluar.
Tania lagi – lagi terdiam tidak bisa berkata apa – apa selain menangis sampai akhirnya Ikrar melepaskan pelukannya, kemudian berjalan ke meja makan mengambil sebuah gelas dan memecahkannya di meja.
Tania yang mendengar suara keras dari belakang membuat ia langsung membalikkan tubuhnya kembali melihat Ikrar. Ia terkejut melihat Ikrar memegang pecahan gelas di tangannya.
“Kau mau apa?” tanya Tania yang terlihat ketakutan. Tania takut bukan karena Ikrar akan menyakitinya, namun pikirannya seakan Ikrar akan menyakiti dirinya sendiri.
“Aku tidak tahu kenapa kau tidak bisa percaya padaku, Tania!" kata Ikrar melihat wajah Tania, kemudian beralih melihat gelas yang ia pegang.
"Hatimu seperti pecahan gelas ini, benar kan?" Ikrar kembali menatap Tania. "Aku sudah memecahkannya dan tidak mungkin bisa mengembalikannya seperti semula. Seperti hatimu yang terluka karena aku. Luka yang kau rasakan, tidak bisa kembali seperti semula, meskipun aku bisa menyembuhkan lukamu itu, tapi kata - kata yang membekas di hatimu tidak akan pernah bisa hilang. Selamanya akan selalu kau ingat. Tapi perlu kau tahu, aku masih Ikrar yang selalu melindungi Tania. Tania gadis manja yang memanggilku dengan sebutan Kakak, gadis yang selalu tersenyum manis padaku, gadis yang selalu mengatakan hal manis padaku, dan gadis itu sekarang sudah dewasa. Dia sudah berubah. Dia sudah tidak membutuhkanku lagi, bahkan aku sudah menjadi orang asing baginya!”
Tania tidak berhenti menangis mendengar semua ucapan Ikrar, bahkan tangisannya itu membuat tubuhnya gemetar. Ia sedih mendengar semua ucapan Ikrar padanya.
Ikrar kemudian mengiris lengannya dengan pecahan kaca yang ia pegang. Tania sangat syok dan langsung berlari menghampiri Ikrar. Ia langsung memegang lengan Ikrar, menahan darah yang seketika keluar dari lengan lelaki bertubuh tinggi itu.
“Kak Ar, apa yang kau lakukan? Hiks ... hiks ... hiks ... kenapa kau membuat dirimu terluka?” kata Tania yang sudah tidak bisa menahan suara tangisannya lagi.
“Luka ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang kau rasakan selama ini. Ini hanya bagian kecil dari luka yang ada di dalam hatimu, Tania!” ucap Ikrar dengan wajahnya yang sedih di depan Tania.
“Kenapa kau harus menyakiti dirimu sendiri? Kenapa kau sampai melakukan ini?” tanya Tania yang sangat sedih melihat darah yang terus berjatuhan dari tangan Ikrar. Ia terus menangis melihat itu semua, seakan merasakan rasa sakit yang di rasakan Ikrar saat ini.
“Aku bisa melakukan apapun agar kau bisa memaafkanku. Aku lebih baik terluka begini dari pada melihatmu pergi, Tania. Ini tidak ada apa – apanya di banding aku tidak bisa melihatmu lagi!” kata Ikrar.
Ia kemudian memeluk tubuh Tania dengan erat, dengan penuh cinta. “Tolong jangan pergi lagi. Jangan biarkan aku tidak bisa menjangkau dirimu. Aku hampir putus asa mencarimu kemarin, Tania!” lanjut Ikrar memohon pada Tania.
Tania membalas pelukan Ikrar dengan erat, merasakan kehangatan tubuh kekar lelaki itu. “Iya, aku tidak akan pergi. Aku akan disini bersamamu.”
Akhirnya Tania bisa percaya pada Ikrar lagi yang membuat hubungan mereka kembali baik.
Tiba – tiba Ikrar merasa pusing akibat darah yang terus keluar dari lengannya, sampai membuat ia tidak bisa menjaga keseimbangan dirinya.
“Kak Ar, kau kenapa?” kata Tania yang merasakan tubuh Ikrar seakan ingin jatuh.
Tampak di wajah Tania yang sangat panik dan sangat khawatir melihat Ikrar. Saat itu, ia memeluk Ikrar sambil terus memegang lengan Ikrar untuk menahan darahnya agar berhenti mengalir.
“Tidak apa – apa. Aku hanya kelelahan,” jawab Ikrar.
"Ayo ... kita duduk di sana!" ajak Tania yang segera membantu Ikrar berjalan menuju sofa yang letaknya tidak jauh dari mereka.
Ia membantu Ikrar duduk bersandar di sofa itu, kemudian kembali berkata: “Kau tahanlah darahnya dulu. Aku mau mengambil obat dan perban untukmu. Kau bisa kan?”
Ikrar hanya bisa mengangguk mengiyakan ucapan Tania sambil memegang lengannya.
“Dimana kau simpan kotak obatnya?” tanya Tania kembali.
“Ada di dapur, di lemari,” jawab Ikrar.
Tania segera berlari mencari kotak obat yang dikatakan Ikrar, sedangkan Ikrar yang melihat Tania berlari dengan panik dan khawatir membuat wajahnya langsung tersenyum. Akhirnya ia sudah mendapatkan kembali Tanianya. Wanita itu sangat mengkhawatirkan dirinya sekarang.
Tania kembali menghampiri Ikrar ketika ia sudah mendapatkan kotak obatnya. Ia langsung duduk di samping kiri Ikrar untuk mengobati tangan kirinya yang terluka.
Ia mulai mengobati luka Ikrar, membersihkan darahnya, kemudian membalutnya dengan perban yang ia lingkarkan beberapa kali di lengan lelaki yang terus tersenyum kepadanya itu.
Sesekali Tania mengangkat bola matanya melihat senyuman yang tampak di wajah Ikrar.
“Hah ... kau malah tersenyum! Apa ini sama sekali tidak sakit?” kata Tania yang saat itu masih membalut luka Ikrar. Wajahnya terlihat heran.
“Apa aku harus menangis seperti anak SD dan berteriak kesakitan?”
“Aku tidak menyuruhmu begitu, tapi setidaknya kau jangan tersenyum di depanku!” kata Tania.
"Iya, aku tahu. Aku hanya senang bisa melihatmu lagi. Ini seperti mimpi," kata Ikrar.
Tania hanya tersenyum mendengar ucapan Ikrar sampai akhirnya ia selesai membalut luka Ikrar.
Ia menatap tangan Ikrar sejenak, dan tanpa sadar air matanya kembali keluar, merasa sedih melihat Ikrar yang terluka karena dirinya.
“Hei, berhentilah menangis. Apa kau tidak sadar kalau ingusmu itu terus keluar sejak tadi?” kata Ikrar yang sengaja mengatakan hal konyol pada Tania agar wanita itu tidak sedih lagi.
“Kak Ar, kau mengejekku ya. Hiks ... hiks ... hiks ...!” Tangisan Tania semakin pecah ketika mendengar Ikrar bicara seperti itu padanya. Tangisannya itu terdengar keras seperti tangisan anak kecil yang seakan tidak terima ejekan dari temannya.
Ikrar langsung memeluk Tania, kemudian berkata: “Aku hanya bercanda, karena kau terus menangis. Aku benar – benar tidak apa – apa, Tania. Kenapa kau tidak bantu aku mengeringkan rambutku saja. Dari pada kau menangis terus. Rambutku masih basah, Tania!”
Tania melepaskan pelukan Ikrar darinya, kemudian menghapus air matanya di sana.
“Baiklah, aku bantu. Kau tunggu disini sebentar, aku ambil handuknya didalam!” ucap Tania.
Ikrar hanya mengangguk mengiyakan ucapan Tania. Sementara Tania sudah berdiri dan berjalan menuju kamar pribadi Ikrar. Ketika Tania sudah ada di dalam kamar, ia segera mengambil salah satu handuk kecil di lemari Ikrar, kemudian kembali keluar menghampiri Ikrar.
Ia langsung naik di sofa dan menyuruh Ikrar untuk menggerakkan tubuhnya membelakangi dirinya, namun Ikrar malah berhadapan dengannya.
“Aku menyuruhmu menghadap ke depan, bukan menghadap kesini!” kata Tania.
“Air di rambutku ini masih menetes di wajahku. Ini sangat mengganggu. Kau keringkan ini dulu baru di belakang!” pinta Ikrar sambil menunjuk rambut yang ada di dahinya.
“Baiklah, terserah kau,” balas Tania.
Tania pun menegakkan tubuhnya agar ia bisa lebih mudah mengusap rambut Ikrar. Namun, ia terdiam sejenak ketika Ikrar mengangkat kepalanya yang membuat mereka saling bertatapan satu sama lain.
.
.
.
.
Bersambung
.
.
.