"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Kelam
"Apa itu namamu yang sebenarnya?"
Jiya hanya mampu terdiam. Apalagi ketika melihat tatapan tajam pria di depannya, seketika membuat nyalinya menciut. Sesaat dia lupa kalau J&J Entertainment adalah perusahaan besar. Sudah pasti perusahaan tidak akan main-main dalam merekrut pegawainya. Karena memikirkan keselamatan dirinya, gadis itu melupakan hal penting ketika melamar pekerjaan.
"Kamu tahu kalau pemalsuan identitas adalah salah satu kejahatan besar," kembali terdengar suara Dipa karena gadis di depannya belum menjawab pertanyaannya.
"Saya ngga menipu, Pak. Saya benar Jiya Calista Maharani."
"Lalu kenapa ada perbedaan foto di KTP kamu dan penampilan kamu sekarang? Apa kamu pikir perusahaan saya adalah perusahaan abal-abal yang bisa kamu tipu sesuka hati? Kalau kamu jujur, saya tidak akan melaporkan masalah ini ke polisi. Tapi kalau kamu bersikeras, jangan salahkan saya kalau bertindak tegas!"
Kata-kata tegas Dipa membuat Jiya menelan ludahnya kelat. Apalagi wajah pria itu juga menunjukkan keseriusan. Jika keadaan sudah seperti ini, mau tidak mau dia harus membongkar penyamaran.
"Saya ngga bohong, Pak. Saya benar Jiya. Dan saya bisa membuktikan kalau apa yang saya katakan benar."
"Bagaimana caramu membuktikannya."
Jiya menanggalkan kacamata tebalnya, lalu melepaskan wig di kepalanya. Dia juga menghapus tahi lalat di atas bibirnya. Rambutnya diurai seperti yang terlihat di foto KTP. Tak lupa Jiya memberikan KTP miliknya pada pria itu. Dipa memandangi gadis di depannya yang sudah berganti wujud. Sesekali dia mencocokkan wajah Jiya dengan wajah yang ada di KTP.
"Sama kan, Pak?" tanya Jiya.
"Kenapa kamu berpenampilan seperti tadi? Apa kamu sedang cosplay jadi Betty Lafea? Dia aja rambutnya lurus, ngga keriting kaya tadi."
"Betty Lafea siapa pak?" tanya Jiya bingung.
"Ngga usah kepo soal Betty. Saya tanya, apa tujuan kamu berdandan seperti tadi?"
"Maaf, Pak. Saya punya alasan sendiri. Yang pasti yang saya lakukan tidak berhubungan dengan tindakan kriminal. Saya hanya sedang melindungi diri aja, Pak. Saya minta ijin Bapak memperbolehkan saya berpenampilan seperti tadi karena berkaitan dengan keselamatan saya."
"Apa ada yang mengejarmu?"
"Saya ngga yakin kalau saya dikejar, Pak. Semoga saja tidak. Tapi saya melakukan ini demi berjaga-jaga."
"Saya tidak peduli bagaimana penampilanmu, yang penting pekerjaan kamu bagus. Dan kamu memang benar orang yang sama dengan yang ada di KTP."
"Terima kasih, Pak. Apa saya boleh pakai wig saya lagi?"
"Silakan."
Jiya mengeluarkan kaca kecil dari dalam tasnya. Dia mencepol lagi rambutnya kemudian memakai wignya kembali. Gadis itu juga membuat tahi lalat lagi di atas bibirnya dan mengenakan kacamatanya kembali.
"Kamu sudah tahu tugasmu apa?"
"Sudah, Pak."
"Sekarang kamu boleh pulang. Besok kamu sudah mulai bekerja di sini. Kamu bebas memakai pakaian apapun asalkan sopan."
"Siap, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."
Jiya bangun dari duduknya lalu keluar dari ruangan Dipa. Gadis itu dapat menghembuskan nafasnya lega. Akhirnya dia bisa bekerja juga di perusahaan ini. Saat akan keluar, dia kembali berpapasan dengan pria yang membawanya ke ruangan Dipa tadi.
"Sudah selesai bertemu dengan Pak Dipa?"
"Sudah, Pak. Mulai besok saya sudah mulai kerja."
"Baguslah. Kamu ikut saya sekarang. Tanda tangan kontrak kerja dulu."
Jiya mengikuti pria bernama Rico itu. Dia masuk ke dalam ruangan. Sambil menunggu kontrak kerja Jiya selesai diprint, pria itu mempersilakan Jiya untuk duduk. Ruangan Rico dikelilingi kaca transparan, memungkinkan dirinya melihat keadaan di luar ruangan. Beberapa kali dia melihat artis berseliweran di luar sana. Lamunan Jiya buyar ketika Rico menyodorkan lembaran kertas berisi kontrak kerjanya. Setelah membacanya, Jiya segera membubuhkan tanda tangannya.
"Selamat bergabung dengan kami, Jiya. Jam kerja dimulai pukul sembilan sampai jam lima sore. Usahakan datang sebelum jam kerja mulai."
"Siap, Pak."
Jiya menyalami tangan Rico kemudian keluar dari ruangan tersebut. Saat hendak meninggalkan divisi HRD, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan seseorang hingga membuat tas miliknya terjatuh. Jiya mengambil tas tersebut lalu memberikan pada sang empu seraya mengucapkan maaf.
"Maaf.."
Untuk sesaat Jiya terpana melihat siapa yang baru saja ditabraknya. Dia adalah Cheryl, seorang aktris yang tengah naik daun. Beberapa film yang dibintanginya berhasil menjadi box office. Wanita itu juga memiliki banyak penggemar.
"Kalau jalan pakai mata! Udah dipakein kacamata masih aja nabrak orang!" kesal Cheryl sambil berlalu pergi.
"Songong amat. Cantik karena dempulan doang. Biar film Lo box office, tapi kan bukan elo pemeran utamanya," gerutu Jiya sambil meninggalkan tempatnya.
***
Di kantor Polrestabes, Aditya dan Tristan tengah berada di ruang rapat. Keduanya tengah membicarakan tentang latar belakang pegawai Sentinel. Aditya berhasil mendapatkan informasi melalui Sean, ahli IT yang khusus menangani semua hal yang berkaitan dengan bisnis dan keamanan keluarga Ramadhan.
"Kamu dapat informasi ini dari siapa? Bisa detil kaya gini."
"Dari Sean. Dia itu ahli IT dan bisa dapat informasi apa aja, walau informasi itu tersembunyi sekalipun."
"Keren juga."
"Sebentar lagi orangnya ke sini."
"Mau ngapain?"
"Masang chip di badan kamu."
"Pasang chip? Buat apa?"
"Pekerjaan kita berbahaya, makannya perlu ditanam chip supaya kalau dalam keadaan darurat bisa langsung dideteksi."
"Wah keren banget. Yang lain dipakein juga?"
"Ngga, cuma kamu aja. Sebenarnya chip ini hanya dipakai oleh keluargaku aja. Berhubung kamu udah diincar sama Mamaku jadi calon mantunya, Kanjeng Mama kasih perintah kalau kamu harus dikasih chip juga," Aditya terkekeh setelahnya.
Mendengar ucapan Aditya, seketika dia teringat akan Zahira dan momen yang mereka habiskan semalam. Tanpa dikomando jantungnya langsung berdetak kencang. Tanpa sadar Tristan berharap kalau Stella memintanya menjemput Zahira lagi. Tristan segera mencoba mengenyahkan pikirannya. Belum tentu Zahira berpikiran sama sepertinya. Dia kembali fokus pada pembicaraannya dengan Aditya.
"Kamu udah dipasang chip?"
"Udahlah. Dari umur enam tahun udah dipasang chip. Nanti aku kasih kode chipku, biar kamu bisa melacak keberadaan ku, karena kita sering pergi bareng. Kode chip kamu juga nanti aku yang pegang, biar bisa ngelacak kamu. Apalagi kalau kamu lagi pergi sama Zahi, hahaha.."
"Asem.."
Hanya senyuman saja yang diberikan Tristan. Dia tidak berani membayangkan kalau Aditya menjadi Kakak iparnya.
"Jadi, dari sekian banyak pegawai Sentinel, ada 15 orang yang punya pengalaman buruk semasa hidupnya?" Tristan mengembalikan pembicaraan ke arah semula.
"Yups.. semuanya berasal dari tim SAFE, kecuali Ivan. Dan salah satunya adalah Gading."
Tristan membaca semua yang tertera di lembaran kertas. Dari lima belas orang yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan, menurutnya ada lima orang yang mencurigakan. Kisah mereka bisa dibilang menyedihkan dan cukup tragis.
"Aku curiga sama lima orang ini," ujar Tristan.
"Yups.. samaan kita. Pertama, Dawan. Orang tuanya meninggal secara tidak adil. Menjadi korban tabrak lagi dan pelakunya bebas begitu aja karena orang berkuasa. Dawan hidup terlunta, pindah dari panti asuhan satu ke panti lain sampai akhirnya tinggal di jalanan. Dia bekerja serabutan sampai akhirnya mendaftar ke Sentinel dan bekerja di sana," terang Aditya.
Selain Dawan, ada Putra. Pria itu kehilangan istrinya yang baru saja dinikahinya selama dua bulan. Rumahnya dirampok dan istrinya dilecehkan sampai meninggal dunia. Tidak itu saja, Putra juga dipukuli sampai hampir meregang nyawa. Setelah mendapat perawatan di rumah sakit, pria itu berkecimpung di dunia hitam sambil mencari pembunuh istrinya. Dia berhasil mendapatkan pembunuh tersebut dan langsung menghabisinya. Putra membuang jasad pria itu di hutan dan semua jejak yang menunjukkan kalau dia adalah pembunuhnya berhasil dihilangkan olehnya. Tapi aksinya diketahui seorang polisi yang berhasil mengendus perbuatannya. Polisi itu juga dibunuh olehnya.
"Ini si Putra kan udah bunuh orang, tapi ngga ketahuan. Terus si Sean tahu dari mana?"
"Oh kalau soal pembunuhan, aku tahu dari Aang. Dia yang cari informasi tambahan, hehehe.."
Kepala Tristan mengangguk-angguk tanda mengerti. Itulah salah satu keuntungan yang didapat oleh Aditya jika berpartner dengan jin.
"Nasib Remi juga kurang baik. Saat kecil dia pernah menjadi korban pelecehan seksual Bapak tirinya. Dia juga sering di-bully di sekolah, dijadikan kacung oleh teman-temannya dan pernah masuk penjara untuk hal yang tidak dilakukan. Hal itu membuatnya menjadi orang yang meledak-ledak dan menyimpan dendam," lanjut Aditya.
"Gading dan Ivan juga punya pengalaman yang cukup menyedihkan."
Aditya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Gading sejak kecil dibuang oleh orang tuanya ke panti asuhan. Dia diadopsi oleh sebuah keluarga. Namun kehadirannya hanya dijadikan pembantu untuk anak mereka. Tak jarang Gading mendapatkan siksaan ketika anak mereka terluka atau mendapatkan hal tidak menyenangkan. Hidup Gading jauh dari kata sejahtera. Dia tidur di gudang sempit dan hanya mendapat makanan sisa saja. Tidak hanya itu, Gading juga dipaksa menjadi pemuas nafsu beberapa teman dari orang tua asuhnya. Pria itu bisa lepas dari keluarga itu setelah bertemu dengan Ivan. Pria itu mengajak Gading bekerja dengannya. Keduanya bertemu jauh sebelum Ivan bekerja di Sentinel.
Sementara Ivan, dia harus menyaksikan kematian kedua orang tuanya di depan kedua matanya saat umurnya baru enam tahun. Pembunuhnya adalah orang suruhan pesaing bisnis orang tuanya. Setelah kedua orang tuanya, tidak ada keluarga yang mau menampungnya. Dia dibiarkan tinggal di panti asuhan. Akhirnya ada orang yang berbaik hati mengadopsinya. Kebahagiaannya hanya bertahan sebentar, di sekolah dia mendapat bully karena statusnya yang anak angkat. Tapi keluarga angkatnya sangat baik dan terus membesarkan hatinya.
Ivan jatuh cinta pada Sonia, anak dari orang tua angkatnya. Kedua orang tuanya menyetujui hubungan mereka karena tidak ada hubungan darah di antara keduanya. Namun nasib baik belum berpihak padanya. Suatu malam, beberapa pria merampok kediaman orang tua angkatnya. Saat itu Ivan sedang tidak ada di rumah. Ketika dia kembali, kedua orang tua angkatnya sudah meninggal dunia. Sonia pun bunuh diri dengan cara menggantung diri sehabis dilecehkan oleh para perampok.
"Tragis banget ya kisahnya Gading dan Ivan," ujar Tristan.
"Iya. Semakin tragis, semakin membuka peluang untuk menjadi budak iblis."
"Kamu benar."
Di tengah perbincangan, seorang petugas datang mengantarkan Sean yang sudah datang. Di tangan pria itu terdapat koper kecil berisi suntikan yang akan dipakai untuk memasukkan chip ke dalam tubuh. Aditya menyambut kedatangan Sean. Dia memperkenalkan pria itu pada Tristan. Tanpa menunggu lama, Sean segera menanamkan chip ke tubuh Tristan. Chip di pasang di ruas antara Ibu jari dan jari telunjuk. Selesai memasang chip, Sean langsung berpamitan.
Di saat bersamaan ponsel kedua polisi tampan itu berdenting. Sebuah pesan dari Jaya masuk. Pria itu baru saja mendapat laporan kalau telah ditemukan tulang manusia di lokasi pembangunan hotel. Bergegas Aditya dan Tristan keluar dan menuju lokasi.