(Identitas Tersembunyi) Inarah yang biasa di sapa Nara sudah dari dulu tak mengikuti jejak sang kakak dan sang adik yang masuk pondok pesantren, Nara memilih sekolah di SMA milik sang kakek.
Tak ada yang tau bahwa Nara adalah cucu dari pemilik SMA karena Nara memang tak menyombongkan diri, bahkan Nara yang penampilannya seperti anak pesantren justru menjadi hinaan oleh teman-teman sekolahnya dan jadi korban bullying.
Tapi itu hanya sesaat, ketika Nara sudah lelah berpura-pura menjadi lemah kini taring yang selama ini di sembunyikannya pun keluar juga bahkan membuat para bullying jadi ketakutan.
Ikuti ceritanya Nara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Berapa bulan kemudian
Hari yang cerah untuk mengawali sekolah pagi ini, kelas seperti biasa selalu ramai. Namun Beni masih belum masuk gara-gara asam lambungnya kambuh, pulang sekolah Nara dan yang lain berniat menjenguk Beni.
Bel masuk berbunyi, jam pertama Pak Irwan masuk membagikan jadwal ulangan semester satu. Ulangan akan berlangsung satu minggu lagi, tak terasa sudah setengah tahun Nara sekolah di SMA milik sang kakek.
"Nara, kita belajar sama-sama yuk untuk ulangan nanti di rumah kamu dengan Beni juga" ajak Erika dan Adi
"Boleh, tunggu Beni masuk sekolah"
"OKE, deh. Pulang sekolah jadi kan kita nengok Beni?" tanya Erika memastikan
Nara mengangguk, ketika menoleh ke kiri pandangan Nara bertemu dengan Putri yang tengah menatapnya tajam. Nara sudah lama tak berurusan dengan Putri, namun entah mengapa hari ini Putri tanpa tak suka.
"Ada apa, Put? Mau ikut belajar bersama?" tanya Nara dengan tulus
"Ogah, gue mampu kali bayar guru les dari pada belajar sama loe. Loe cuma mau caper aja kan sama yang lain" kata Putri mengibaskan rambutnya berlalu dengan gaya angkuhnya
"Ehh, ampun deh pedes banget mulut itu"
Adi melempar pulpen ke arah Putri, saking kesal dengan sikap Putri. Lemparan pulpen itu mendarat pas di kepala Putri, membuat Putri ikut melempar Adi juga dengan pulpen hingga jadilah aksi kejar-kejaran.
Bel istirahat berbunyi, kebetulan Nara membawa bekal jadi memutuskan makan di dalam kelas bersama Erika yang membawa bekal juga, selesai makan Nara dan Erika serta Adi pergi menuju perpustakaan.
Adi mengatakan ingin meminjam buku Matematika dan minta di ajari sekarang dengan Nara, Adi sudah berubah sekarang menjadi lebih rajin dari sebelumnya yang suka malas-malasan soal belajar.
"Suatu hari nanti gue mau jadi Dokter, nanti kalau kalian mau berobat. Berobat dengan gue aja, tapi tetap bayar ya" kata Adi tertawa bahagia
"Aamiin, Ya Allah" ucap Nara dan Erika
"Ohh ya, Nara. Nenek lampir gak pernah kelihatan lagi?" kata Adi sedikit berbisik
"Iya, mungkin dia sudah berubah" jawab Nara tetap fokus dengan buku di tangannya
"Aku gak yakin, orang seperti dia akan berubah" kata Erika
Nara tak menjawab, namun memang sudah lama Nara tak melihat Selina dan dua temannya itu semenjak kejadian orang tua mereka datang menemui kepala sekolah, tapi Nara juga bersyukur tak di ganggu lagi.
.
.
Nara dan yang lain segera pulang ke rumah masing-masing setelah menjenguk Beni, Beni sudah pulih tadi kemungkinan besok sudah bisa masuk sekolah. Sesampai di rumah, Nara langsung melangkah masuk.
"Assalamualaikum" ucap Nara dengan raut wajah bahagia
Bagaimana Nara tak bahagia setelah tau Selina dan dua temannya tak mengganggu nya lagi, karena ketiga orang itu dapat peringatan dari kepala sekolah akan di keluarkan dari sekolah.
Jika masih mengganggu Nara ataupun para murid lain, tentu ketiganya memikirkan sekolah mereka yang memang tinggal berapa bulan lagi karena Selina dan dua temannya sudah kelas XII.
Yang mana sebentar lagi ujian nasional, apalagi ujian nasional itu menentukan para murid kelas XII lulus atau tidak, jadi kemungkinan Selina dan dua temannya tidak mau sampai harus mengulang kelas XII.
Jika ketiganya tidak lulus, mau di taruh dimana wajah orang tua mereka. Selina anak seorang pengusaha sangatlah di kenal di kalangan para pebisnis, kejadian kemarin saja sudah membuat papanya malu.
"Walaikumsalam" jawab Erisa dan Rendi
"Eitts, cuci tangan dan ganti baju dulu" titah Erisa pada sang anak
Nara terkekeh sembari menggaruk tengkuknya, lalu segera melakukan perintah uminya barusan. Bau masakan uminya menguar menusuk rongga hidung, sedap sekali masakan uminya.
"Daging lada hitam, kesukaan Nara. Humhh...." ucap Nara menghampiri uminya yang tengah menyiapkan makanan
"Bagaimana Nara sekolahnya, apa Selina dan dua temannya masih mengganggu kamu?" tanya Rendi
"Aman, bi. Alhamdulillah mereka gak pernah muncul lagi setelah di beri peringatan oleh kakek waktu itu"
"Alhamdulillah" ucap Rendi jadi lebih tenang
"Ohh iya, Abi. Nara dan teman-teman mau belajar bersama di rumah ini, sebentar lagi kan ulangan semester"
Setelah makanan siap di atas meja makan, Nara dan kedua orang tuanya segera makan siang bersama. Nara dengan lahap memakan masakan uminya daging lada hitam kesukaannya, bahkan Nara terus nambah.
.
.
Keesokan harinya Beni sudah sembuh, semua teman-teman kelasnya bahagia melihat kedatangan Beni kembali ke sekolah. Namun pagi ini Beni tampak berbeda, ulangan semester satu sudah semakin dekat.
"Kayaknya ada yang baru ni?" celetuk Adi
"Cie Beni" kata Erika
"Apaan sih?" tanya Beni bingung
"1... 2... 3... Kenalan donk sepatu baru"
Beberapa murid laki-laki kelas X.IPA.1 mengejar Beni, Beni yang mulai paham segera berlari. Terjadi kejar-kejaran antara Beni dan para murid laki-laki, para murid perempuan tertawa menyaksikan itu.
"Ketua kelas kita sakit gaes....." kata Raden mengelus pipi Beni
"Uluk.... Uluk..... Sini gue gendong, Ben" kata Adi dengan gaya gemulainya
Guru seni budaya memberi tugas pada kelas X.IPA.1 untuk membuat maket rumah lantai dua, buat menambah nilai praktek ulangan semester satu nanti, anggota boleh memilih sendiri sesuai keinginan masing-masing.
Nara, Erika, Beni dan Adi satu kelompok, Nara yang tak pernah pergi kemana-mana meminta teman-temannya mengerjakan tugas itu di rumahnya, sekalian belajar bersama sesuai kesepakatan mereka kemarin.
"Bilangnya gak mau dekat-dekat dengan laki-laki, bukan muhrim lah. Muka polos, munafik" sindir Putri
"Ternyata mau aja tuh, mumpung ada yang ganteng" sahut Dinda
"Gak suka, iri bilang bos. Karena yang pintar-pintar milih gabung dengan kami" sahut Erika tak mau kalah
"Kita iri sama kalian, MIMPI" jawab Dinda sinis
Sepulang sekolah Nara dan teman-temannya janjian di rumahnya pukul 02.00 siang, murid laki-laki sibuk mencari bahan membuat maket. Setelah berkumpul, Nara dan teman- temannya duduk di gazebo belakang rumah.
Uminya sudah sibuk membuatkan berbagai kue untuk mereka, Abinya membelikan beraneka ragam minuman kaleng tadi di mini market. Begitulah kedua orang tua Nara, selalu memuliakan orang yang bertamu.
Nara dan teman-temannya mulai sibuk, Beni mulai memotong-motong bahan yang di perlukan. Erika membuat desain dindingnya, Nara menyiapkan tanaman untuk jadi hiasan dan Adi membuat tangga dari stik es krim.
"Wah, semoga punya kita paling bagus" kata Erika dengan wajah sumringah
"Aamiiin" jawab Nara
Keempatnya kembali fokus dengan pekerjaan mereka, meski sesekali mereka terkadang tertawa bersama karena kekonyolan yang di buat Adi dan Beni.
kalau di dunia nyata ya langsung sdh ambil tindakan berurusan dgn pihak yang berwajib.