Hanya karena bentuk fisik yang tak seindah wanita lain. Alice harus menelan pil pahit sebuah pengkhianatan suami.
"Ckkk." Gavin berdecak seraya terkekeh mengejek. "Apa kamu tak berkaca, Alice? Lihat tubuhmu itu, sudah seperti babi putih. Bulat tak ada lekukan. Ukuranmu yang besar itu sudah membuatku jijik. Jangankan untuk menyentuhmu, senjataku saja tak mau berdiri saat melihatmu mengenakan pakaian minim di kamar. Apa pun yang kamu kenakan untuk merayuku, tak mampu membuatku berhasrat padamu. Apa kau mengerti!"
Penghinaan serta pengkhianatan yang Gavin lakukan pada Alice meninggalkan luka yang begitu dalam, hingga membuat hati Alice membiru.
Mahkota yang seharusnya ia hadiahkan pada suaminya, justru menjadi malam petaka dan cinta satu malam yang Alice lakukan pada Bara, kakak iparnya sendiri.
Bagaimana malam petaka itu terjadi? Bagaimana Bara bisa menyentuh Alice saat suaminya saja jijik menyentuhnya? Lalu apa yang akan Alice lakukan untuk melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Peony, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Pura-pura tidak kenal.
Di sinilah Yonna sekarang, berdiri sedari tadi di depan Tama tanpa di suruh duduk dan itu berlangsung selama 15 menit.
‘’Hmm, Pak. Sampai kapan saya harus tegak begini ya, Pak? Perasaan dalam kontrak kerja saya nggak merangkap sebagai patung selamat datang,” sindir Yonna yang tak tahan lagi dengan rasa pegal di betisnya. Ia berdiri menggunakan sepatu hak tinggi, setinggi 5 centi.
“Memangnya siapa yang menyuruhmu untuk berdiri. Apa guna kursi yang di siapkan di hadapanku itu!” balas Tama datar, ia menutup berkas yang sudah siap ia tanda tangani.
Yonna menarik napas dan berusaha untuk tersenyum walau saat ini hatinya mulai terasa panas.
Sejak wanita itu masuk, Tama hanya melirik sekilas dan mengabaikannya begitu saja membuat Yonna serba salah. Ia tak mungkin langsung duduk tanpa menunggu izin dari atasannya sebagai bentuk sopan santun.
Yonna menarik kursi yang ada di hadapannya itu, hendak duduk. Namun tiba-tiba Tama berdiri dari duduknya, dari tatapan mata pria itu meminta Yonna untuk berdiri kembali.
“Ikut saya ke restoran sekarang. Ada klien yang ingin saya temui, penting!” titahnya tegas. Meninggalkan wanita itu dengan segala perasaan dongkol di hati. Ia baru saja duduk tetapi lelaki itu sudah menyuruhnya berdiri kembali.
“Dasar pria aneh!” omelnya di dalam hati. Yonna berdiri sembari menghembus poninya dengan geram, ingin sekali rasanya ia mencekik leher pria yang menjadi bossnya itu. Hari ini pria itu benar-benar menjengkelkan di matanya.
Yonna menyusul di belakang Tama bagai anak ayam yang membuntuti induknya. Langkah kaki Tama yang tidak terlalu panjang membuat ia dengan mudah mengejarnya. Mungkin saja Pria itu sengaja.
“Maaf Pak. Kita akan bertemu dengan siapa? Karena di agenda anda tidak ada janji meeting dengan klien manapun?” tanya Yonna.
“Berisik!” Tama melirik sekilas. “Nanti di sana jangan kamu santai saja, jangan banyak bicara dan mudah bergaul dengan sembarang orang. Tak semua orang yang kamu kenal itu baik! Dan jaga mata!” pesan pria itu terasa ganjal di telinganya.
Yonna mengerutkan dahinya, ia coba mencerna ucapan yang dilontarkan atasannya tersebut. Pesan Tama tak seperti pesan seorang boss pada bawahannya, lebih kepada teguran san pacar pada kekasihnya karena cemburu.
Sepanjang perjalan mereka berdua terdiam dengan pemikiran masing-masing. Semakin di pikirkan maka semakin tak nyaman, hingga terhenti di parkiran sebuah hotel mewah pun mereka berdua masih terdiam. Langkah kaki Bara membawa Yonna pada restoran hotel yang ada di lantai bawah.
Ruangan yang sangat luas di desain sangat mewah. Meja yang tersusun rapi dengan jarak yang berjauhan satu sama lain. Di tengah ruangan terdapat mini bar yang mleingkar sedangkan di sebelah sisi yang lain terdapat buffet yeng tersusun desert yang beraneka ragam. Di bagian samping terdapat pintu keluar untu area outdoor dengan view taman bunga mawar yang indah.
Tama membawa Yonna pada meja di dekat jendela kaca agar mereka bisa menikmati makan siang sambil menatap aneka bunga yang sedang bemekaran. Pelayan datang untuk mencatat menu yang pria itu pesan, dari menu berat hingga pencuci mulut.
“Apa tak sebaiknya kita tunggu klien anda dulu, Pak. Baru kita memesan makanan bersama?” sela Yonna pada Tama yang masih memilih menu dalam daftar menu yang ia pegang.
“Tidak masalah, aku sudah mendapat pesan bahwa ia juga sudah sampai dan meminta aku untuk memesankan menu yang ia mau,” jawab Tama santai tanpa menoleh.
Yonna menanggapi dengan mengangkat bahunya sedikit. Semua menjadi urusan Tama, toh ia hanya sekretaris yang tak bisa berkutik dengan perintah boss.
Tak sampai lima menit lelaki yang di tunggu pun akhirnya tiba. Pria dengan celana hitam dan kemeja hitam yang dibuka kancingnya pada bagian atas sedang berjalan menghampiri meja mereka.
Yonna terkesiap menatap kehadiran lelaki itu, tubuhnya terpaku sesaat bukan karena mengagumi ketampanan pria yang sejenak menghipnotis sebagian para pengunjung di restoran tersebut.
“Hallo Tuan Bara, ayo silahkan duduk!” sapa Tama begitu ramah. Mereka berjabat tangan berdua lalu Tama yang duduk bersebelahan dengan Yonna, mempersilakan lelaki yang baru datang itu untuk duduk di hadapan mereka.
Kecanggungan melingkupi hati Yonna, matanya tak pernah mau menatap manik mata coklat pria di hadapannya itu. Hingga makanan tiba, ia masih diam seribu bahasa membiarkan kedua pria itu saja yang berbincang. Yonna hanya akan menjawab jika sesekali Tama bertanya padanya.
“Ada apa denganmu, apa kamu sakit?” tanya Bara. Yonna tersentak, menegakkan wajah hingga tanpa sengaja tatapan mata mereka berdua terkunci satu sama lain. Namun Yonna langsung mengalihkan pandanganan matanya cepat, ia berusaha bersikap tenang, walau tangannya terasa keringat dingin akibat tatapan tajam pria itu yang mengusik hatinya.
“Oh, maaf Pak Bara mungkin sekeretaris saya tak enak badan,” jawab Tama membela Yonna.
Bara diam, ia memicingkan mata memperhatikan Yonna dengan lebih tajam lagi. Tatapan mata itu bagai laser yang akan menembus kepalanya.
“Apa ia tidak bisa melihat orang dengan tatapan yang sedikit santai? Ia pikir saat ini sedang berada di medan perang?” gerutu Yonna di dalam hati.
Yonna ingin meneriakkan kalimat itu pada telinga Bara. Agar pria itu sadar bagaimana tatapan matanya yang tajam telah menodai wajahnya yang tampan.
Yonna benar-benar merasa tak nyaman berada di dekat Bara. Lelaki itu memang tak banyak omong seperti adiknya Gavin, tetapi tatapan matanya seakan berbicara dan menyiratkan segalanya.
“Ada apa dengan wanita ini? Kenapa aku merasa ia seakan menghindari tatapan mataku? Ia seperti seorang pencuri yang takut kejahatannya terungkap saja. Akh juga merasa seperti mengenalnya, tetapi siapa?” batin Bara juga ikut bertanya-tanya. Dua anak manusia yang saling berhadapan itu kini larut dalam pemikirannya masing-masing dan semua itu tak luput dari pengamatan Tama.
“Apa kalian berdua saling kenal? Kalian seperti dua orang kenalan lama yang punya hubungan buruk dan dipertemukan kembali oleh takdir,” kata Tama. Terdengar seperti sindiran di telinga wanita yang sedang mengusap tengkukknya tersebut.
“Saya pernah bertemu dengan Pak Bara di lift saat pertama kali datang ke kantor untuk melamar kerja,” jawab Yonna cepat.
Yonna kini beralih meremas kedua tangannya di atas meja, ia tak sepenuhnya berbohong. Pertama kali maksudnya adalah pertama kali ia sampai ke Indonesia setelah perpisahan selama lima tahun lamanya. Senyum tipis pun terukir di wajahnya cantiknya tetapi hati mendera.
“Baiklah kalau gitu. Pak Tama. Saya harus pergi karena masih banyak urusan yang harus saya kerjakan. Sampai jumpa lagi di lombok, selamat siang!” tandas Bara menyalami Tama lalu beranjak pergi begitu saja. Begitulah Bara yang Yonna kenal, sigap dan cepat dalam segala hal.
Dalam perbincangan mereka tadi, Yonna tahu ia akan berangkat ke lombok lusa bukan hanya bersama Tama. Tetapi juga ada Bara disana, menyelesaikan urusan bisnis serta permasalahan hukum yang sedang melibatkan Tama dan keluarganya.
“Aku pasti bisa! Aku pasti bisa profesional dalam bekerja. Dia hanya masa lalu! Bahkan ia saja tak mengenalku, kenapa aku harus gelisah.” Yonna menyakinkan dirinya. 3-5 hari di lombok dan berada terus bersama pria yang telah memberikan ia seorang putra itu tidaklah mudah.