Kisah perjalanan hidup Ratna, seorang istri yang dikhianati oleh adik kandung dan suaminya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRATA_YUDHA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galau
Mimik wajah pak Marvel berubah saat aku menyabutkan nama Kimberly.
"Kenapa enggak dijawab pak?" tanyaku yang semakin penasaran.
"Bukan siapa-siapa, hanya masa lalu" ucapnya pelan. Aku menatapnya, mencari sesuatu disana, terlihat jelas ada kesedihan dan juga ketidaknyamanan.
"Apa dia mantan pak Marvel?" aku kembali bertanya.
"Apa yang kamu mau tahu?" pak Marvel malah balik bertanya dan balas menatap mataku.
"Semuanya, saya mau tau semua tentang pak Marvel, jangan ada yang ditutupi sedikitpun" tegasku.
Pak Marvel malah membuang pandangannya ke arah lain.
"Memangnya, itu penting buat kamu?" tanyanya pelan.
"Penting, saya ingin mengenal calon suami saya" ucapan itu lolos begitu saja dari mulutku.
Pak Marvel kembali menatapku, terlihat sebuah senyuman kecil dibibirnya.
"Apa kamu belum yakin dengan perasaan saya?" tanya pak Marvel dengan menatap lekat kearahku.
"Saya..." aku malah jadi bingung ditanya begitu.
"Apa yang membuat kamu jatuh cinta pada Ilyas, sehingga, kamu mau menikah dengannya?" kini, malah pak Marvel yang bertanya. Aku berfikir sejenak lalu menjawab pertanyaan pak Marvel.
"Saya enggak tahu, yang jelas saat itu kondisi ibu sedang parah-parahnya, lalu mas Ilyas datang bagai pahlawan. Saat itu Ratna sedang menjalin hubungan dengan kang Sofyan, dan Ratna enggak punya pilihan lain, Ratna kecewa dengan mas Ilyas, tapi juga bersyukur masih di beri kesempatan untuk berbakti sama orang tua untuk yang terakhir kalinya, walaupun pada akhirnya pernikahan Ratna hancur, Ratna enggak menyesal karena udah berkorban demi ibu" ucapku dengan mata berkaca.
Memang pada dasarnya cengeng, ditambah teringat sosok wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia ini, bertambahlah kemelowanku.
"Berarti sebenarnya kamu hanya merasa berhutang budi sama Ilyas, lalu bagaimana perasaan kamu sekarang, disaat sudah berpisah dengan Ilyas, ternyata Sofyan masih setia menunggu kamu?" tanya pak Marvel.
"Sa-saya..." rasanya lidahku kelu, ingin berucap tapi mendadak kaku.
"Dan sebenarnya kamu masih mencintai Sofyan, walaupun sudah menikah dengan Ilyas?" tanyanya lagi. Lagi-lagi aku hanya diam, karena merasa bingung dengan perasaanku.
"Tidak usah dijawab" ucapnya dengan raut kekecewaan.
"Ratna, saya enggak mau memaksakan perasaan saya ke kamu. Karena saya bukan Ilyas, saya tidak sama dengan Ilyas. Saya enggak mau kamu menerima saya karena merasa berhutang budi pada saya." ucapnya sendu.
"Saya enggak akan paksa kamu, ucapan saya malam itu, jangan kamu jadikan beban, beban hidup kamu sudah banyak. Jangan bersedih terus, kamu berhak bahagia dan menentukan masa depan kamu" ucapnya sambil tersenyum hangat. Aku melihat sisi lain dari pak Marvel malam ini, sifatnya sangat lembut dan juga dewasa. Tapi.... kenapa aku malah merasa sedih dan malah lebih senang jika pak Marvel memaksakan perasaanya. Apa itu artinya pak Marvel menyerah?
Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, perasaan nyaman, bahagia, dan juga tentram saat berada di dekat seorang laki-laki, bahkan saat bersama kang Sofyan pun tidak pernah. Tapi lidahku seperti terkunci, keraguan dan juga rasa takut seperi memborgol kuat mulut ini agar tidak bicara.
"Sudah malam, ayo tidur. Angin malam tidak sehat, bikin sakit" ucap pak Marvel. Entah kenapa aku merasa pak Marvel menjadi dingin dan tidak bersemangat. Padahal, biasanya pak Marvel senang menjahiliku dengan ucapan-ucapan pedasnya.
Saat masuk ke dalam rumah, aku melihat Puja dan Melodi terlihat sangat akrab menonton televisi berdua, mereka tertawa dan bersenda gurau, seperti sudah lama kenal. Beda sekali saat Melodi melihatku. Pak Marvel ikut bergabung menonton televisi dengan Puja dan juga Melodi.
Aku merasakan sesak yang entah kenapa terasa sakit bila di tahan. Tanpa bisa ditahan lagi, bulir bening itu lolos begitu saja. Aku masuk kamar dan menguncinya rapat-rapat. Aku menangis, entah kenapa! Apa ini yang dinamakan patah hati? kenapa rasanya lebih sakit dari pada perselingkuhan Puja dan mas Ilyas? padahal, pak Marvel bukan suamiku.
Aku terisak dan menenggelamkan wajahku kedalam bantal. Aku benci sekali perasaan ini, tidak nyaman dan sangat mengganggu. Entah sudah berapa lama, yang jelas aku sudah sangat lama, aku menangis sampai tak mengeluarkan suara. Aku mendengar ketukan pintu dari luar, sepertinya itu Puja. Dengan langkah gontai aku membukakan pintu untuk Puja.
"Lama banget sih, dari tadi ngapain aja?" ucapnya ketus. Aku tak merespon ucapannya lalu melengos dan kembali berbaring disamping Ikhsan.
"Kenapa matanya bengkak? habis nangis? kamu bisanya apa sih selain nangis?" ucap Puja tanpa dosa.
"Gak asik banget punya saingan lemah kayak kamu, enggak ada adrenaline nya! tapi bagus deh, dengan begitu, aku jadi lebih mudah dapetin pak Marvel. Apalagi sekarang, aku udah deket banget sama adeknya, udah dapet lampu hijau" ucapan Puja benar-benar menyulut emosiku. Tapi aku tetap diam. Sekarang, justru aku yang menyerah.
"Iya, ambil aja. Asalkan kamu bahagia. Udah ya, aku udah capek, jangan berisik, aku ngantuk banget, udah males ngeladenin omongan kamu." ucapku setenang mungkin. Dan pada kenyataannya, malam itu aku tidak bisa tidur. Aku tetap menangis tanpa suara. Oh emak, oh bapak, apa ini yang dinamakan galau? Atau... karena efek janda anyaran? kok rasanya seperti ditinggal pas lagi sayang-sayange.
*******
Pagi harinya, seperti biasa, aku sudah menyiapkan sarapan untuk pak Marvel. Aku melengos begitu saja, sengaja menghindar saat pak Marvel turun dengan Melodi dari lantai atas. Namun Melodi malah memanggilku.
"Mbak, hei iya kamu" panggilnya.
"Ada apa ya?" tanyaku tanpa melihat kearah pak Marvel.
"Tolong panggilkan Puja ya, suruh makan bareng kita dimeja makan" titahnya. Entah kenapa segumpal daging didalam dadaku terasa diremas-remas yang menyebabkan sakit luar biasa, apalagi tak ada respon sedikitpun dari pak Marvel. Aku hanya mengangguk dan tersenyum getir, lalu berjalan ke arah kamar untuk memanggil Puja. Sesampainya dikamar, aku melihat Puja sudah berdandan rapi, terlihat cantik dan segar.
"Kamu udah ditungguin sama Melodi dan pak Marvel dimeja makan" ucapku sambil memaksakan senyum getirku.
"Beneran? ya ampun, aku seneng banget bisa satu meja sama pak Marvel. Ya udah, aku duluan ya... Do'ain supaya berhasil dapetin hati calon suami" ucapnya percaya diri.
Aku merasa tubuhku sangat lemas, karena tidak tidur semalaman, ditambah belum sarapan, hanya minum air putih hangat, entahlah, rasanya lidahku terasa pahit dan tidak berselera makan.
Ting!
Satu pesan masuk ke ponselku. Ternyata kang Sofyan yang mengirim pesan, aku kira dari 'Sweetheart'. Kenapa aku merasa kecewa? buru-buru ku tepis perasaan aneh itu, lalu membuka pesan dari kang Sofyan.
(Assalamualaikum Na, kang Sofyan didepan. Bisa kedepan sebentar?) tanyannya.
(Waalaikumsalam, iya) aku membalas singkat.
Aku beranjak keluar dari kamarku, berniat menemui kang Sofyan yang sudah menunggu di depan. Saat melewati ruang makan, Puja menyapaku.
"Mau ketemuan sama kang Sofyan ya? cieee.... yang mau ketemu belahan jiwa, semangat banget" ucapnya seolah mengejek.
"Iya. Emang kenapa? kang Sofyan juga semangat ngejar kak Ratna, kakak juga harus semangat menyambutnya. Buat apa ngarepin orang yang yang enggak mau berjuang, yang menyerah sebelum berperang. Bodoh kalau kakak ngarepin laki-laki pecundang kayak gitu! mending yang udah pasti-pasti aja, yang udah di depan mata!" ucapku menyindir dan berapi-api.
Rasanya sangat puas mengeluarkan rasa sesak yang sejak semalam serasa ingin meledak, yang membuatku kelimpungan tak nyaman. Terserah deh jika habis ini aku dipecat, aku tidak perduli, bodo amat! aku sudah terlanjur sakit hati. Tak ada yang menjawab ucapanku, mereka semua diam. Aku berniat kembali melanjutkan langkahku, namun suara pak Marvel keburu menahannya.
"Ratna!"
sok berhati malaikat.