Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.
Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.
“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~
Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?
Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip Desa
“Memangnya apa yang kamu tahu tentang Iyem itu?”
“Namanya Pariyem, Oppa.”
“Tidak penting! Aku lebih tertarik dengan yang kamu katakan, sampai membuatnya tidak berani lagi berkata-kata. Apa itu?”
“Oppa penasaran?” Adlan menganggukkan kepalanya.
Selama ini dirinya tidak pernah mau tahu urusan orang karena menurutnya tidak penting. Tetapi melihat istrinya bisa membungkam biang kerok, membuatnya penasaran. Kenapa kata-kata Dinda yang menurutnya hanya perkataan biasa, bisa mengalahkan ancamannya?
“Hanya gosip desa biasa, apa Oppa mau dengar?” tanya Dinda yang tidak yakin, karena suaminya bukan tipe yang mengurusi urusan orang lain.
“Aku mendengarkan!”
Mau tak mau, Dinda menceritakan gosip yang didengarnya seputar Pariyem. Keluarga Pariyem sangat rumit, di mana dirinya sebagai istri kedua setelah istri pertama meninggal. Pariyem masuk keluarga Parto dan dikaruniai dua anak.
Sebelumnya Pariyem dan suaminya tidak tinggal di desa, mereka tinggal di kampung halaman Pariyem. Mereka baru pindah ke desa setelah kedua orang tua Parto meninggal. Setengah tahun kemudian, Parto menyusul meninggalkan Pariyem dan kedua anaknya.
Anak pertama Pariyem, menikah dengan janda yang dikenalnya dari sosial media dan tinggal di rumah istrinya. Lalu, Pariyem dan anak perempuannya membuka warung kopi di depan rumah untuk menopang kehidupan mereka.
Awalnya warung kopi itu beroperasi selayaknya, tetapi beberapa bulan setelahnya mulai terdengar kabar kalau Pariyem dan anak perempuannya melayani pelanggannya.
“Bukankah sudah sewajarnya?” tanya Adlan.
“Melayani yang dimaksud itu…”
Dinda tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan memraktekkannya secara langsung dengan duduk di pangkuan Adlan. Seketika Adlan mengerti apa yang dimaksud dengan melayani.
Tidak sampai di situ, gara-gara hal itu, pasangan suami istri sampai bercerai karena anak perempuan Pariyem hamil. Masalah tak selesai sampai di situ, Pariyem juga terjerat hubungan dengan suami orang hingga membuat desa geger waktu itu.
Masalah mereka mereda setelah Pariyem melarikan diri dari rumah dan kembali satu tahun kemudian.
Tidak hanya Pariyem, Dinda juga menceritakan gosip warga desa yang menurutnya perlu Adlan ketahui, karena ke depannya mungkin akan banyak lagi masalah yang akan mereka hadapi di desa.
“Kenapa skandal di desa bisa menyamai skandal di kota?” tanya Adlan setelah mendengarkan semua cerita Dinda.
“Apa bedanya, Oppa? Sama-sama manusia dengan hubungan yang rumit. Bedanya, di desa hanya untuk kalangan desa, sedangkan di kota kabarnya bisa sampai desa. Seperti masalah kita kemarin.”
“Benar. Dulu aku kira di desa tidak akan ada masalah yang rumit, karena Ayah juga tidak pernah menceritakannya.”
“Di desa justru rumit, Oppa. Kebanyakan masih berpikiran kolot, tidak terbuka seperti di kota.”
“Benar juga. Sepertinya aku perlu hati-hati agar tidak menjadi target CCTV mereka.”
“Kita sudah menjadi target mereka sejak awal. Kalau tidak, tidak akan ada masalah seperti hari ini.”
“Kamu benar.”
Dinda melihat suaminya yang Nampak berpikir, mendaratkan kecupan di pipi kiri Adlan. Ia merasa bersalah telah membawa suaminya masuk ke dalam kehidupannya, tetapi ia juga bersyukur Adlan yang ada di sisinya saat ini.
“Kamu jangan menggodaku!”
“Aku tidak menggodamu, Oppa. Aku hanya ingin kamu berhenti berpikir. Untuk menghadapi warga desa, kita cukup berpikiran rasional saja.”
“Aku akan mendengarkanmu.” Kata Adlan yang kemudian mulai menikmati candunya.
Keduanya saling terbuai dan melupakan apa yang baru saja mereka lalui. Hanya saja mereka segera berhenti sebelum sama-sama basah karena hari masih terang, bukan tidak mungkin ada mata yang sedang memperhatikan mereka.
Sorenya, Adlan dan Lek Muklis memanen ikan dan Dinda menawarkannya di grup RT. Beberapa orang segera datang ke rumah Dinda untuk membeli ikan untuk konsumsi sendiri, ada juga yang membeli untuk di jual kembali.
Dinda memberikan mereka harga yang sama, karena harga yang ia tawarkan masih di bawah harga pasaran. Semua orang puas dengan ikan yang mereka terima, sehingga tidak sampai magrib ikan sudah habis.
“Yang ini tidak dijual?” tanya Adlan.
“Satu kilo untuk kita sendiri dan satu kilo untuk Lek Muklis.”
“Oke!”
Adlan mengambil satu kilo ikan dan memberikannya kepada Lek Muklis yang masih ada di kolam.
“Tinggal saja, Lek. Besok dilanjutkan lagi.”
“Baik, Mas!”
Adlan memberikan ikan dan bayaran hari ini untuk Lek Muklis, yang di terima dengan senyuman.
Ia yang sedang sepi pekerjaan karena tidak ada yang membangun rumah kayu, bersyukur masih bisa mendapatkan penghasilan dengan membantu Dinda dan Adlan mengurus kolam.
Setelah menutup pintu belakang, Dinda menyuruh suaminya untuk mandi, sementara dirinya membersihkan ember-ember yang sebelumnya digunakan untuk tempat ikan.
Bukannya berangkat mandi, Adlan justru membantu Dinda sampai semuanya selesai. Begitu selesai, ia tidak membiarkan Dinda untuk lanjut membersihkan ikan, melainkan membawanya ke kamar mandi.
Keduanya pun mandi bersama dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah.
“Oppa, kenapa melihatku seperti itu?”
“Sepertinya ukuranmu naik.” Kata Adlan sambil memutari tubuh Dinda.
Dinda melihat ke arah tatapan mata suaminya dan ia sadar dengan apa yang dimaksud Adlan. Ia juga merasa ukurannya bertambah karena yang biasa ia pakai tidak lagi bisa menahannya. Sekarang ini ia menggunakan tipe seamless yang free size.
Tidak hanya itu, Dinda juga merasa nyeri dua hari ini, setiap kali tersenggol atau disentuh suaminya.
“Tapi aku suka.” Adlan mengangkat tubuh Dinda menuju tempat tidur.
“Oppa, maaf mala mini aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
“Entahlah… Tubuhku rasanya tak nyaman.”
“Mana yang sakit?”
“Tidak ada yang sakit, hanya saja perutku tak nyaman padahal tidak kembung dan payudaraku rasanya nyeri kalau tersentuh.”
“Sepertinya kita perlu periksa ke dokter.”
“Tidak, Oppa. Mungkin istirahat beberapa hari akan membaik. Aku sudah meminum anti inflamasi untuk mengurangi nyerinya.”
“Baiklah…”
Malam itu Adlan mengurungkan keinginannya dan tidur tanpa memeluk istrinya yang merasa tak nyaman dengan sentuhannya.
Di sisi lain.
“Aku masih tidak mengerti apa yang kamu inginkan dari pernikahan ini.”
“Sudah aku katakan, menikah denganmu atau tidak ada bedanya bagiku. Kamu cukup menjadi suami yang baik saja.”
“Tidak bisa seperti itu! Seorang suami berkewajiban menuntun dan menjadi teladan istrinya. Jika kamu hanya menginginkan status pernikahan, aku tidak mau ikut campur.”
“Hey! Banyak di luar sana yang menikah hanya karena keuntungan. Kamu juga akan untung dari pernikahan kita!”
“Aku tidak menginginkannya, terima kasih.”
“Dasar keras kepala! Kamu tidak akan bisa kabur, karena kedua orang tua kita sudah sepakat. Bahkan aku dengar, Papa sudah menetapkan pernikahan kita dalam beberapa bulan ini.”
“Apa?”
“Kamu tidak tahu? Berarti pendapatmu tidak penting!”
Laki-laki yang sedang berbicara dengan Meri segera memutuskan sambungan, membuatnya hanya tertawa mengejek.
Kedua orang tua mereka memang sepakat untuk mendengarkan pendapat masing-masing dari mereka, tetapi Meri bisa menebak jika Papanya sudah bertekad untuk menikahkannya. Makanya semuanya bisa terjadi.
Tinggal menunggu waktu sampai pernikahan itu terlaksana.
“Papa bisa menikahkan aku, tetapi Papa tidak akan bisa membatasiku.” Gumam Meri sambil mengepalkan tangannya.
Ia masih tidak menyerah dengan perasaannya. Meri akan mengalah saat ini, untuk melancarkan rencana selanjutnya.