NovelToon NovelToon
Gadis Centil Milik CEO Dingin

Gadis Centil Milik CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: siti musleha

Di dunia ini, tidak semua kisah cinta berawal dari tatapan pertama yang membuat jantung berdegup kencang. Tidak semua pernikahan lahir dari janji manis yang diucapkan di bawah langit penuh bintang. Ada juga kisah yang dimulai dengan desahan kesal, tatapan sinis, dan sebuah keputusan keluarga yang tidak bisa ditolak.

Itulah yang sedang dialami Alira Putri Ramadhani , gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus SMA. Hidupnya selama ini penuh warna, penuh kehebohan, dan penuh canda. Ia dikenal sebagai gadis centil nan bar-bar di lingkungan sekolah maupun keluarganya. Mulutnya nyaris tidak bisa diam, selalu saja ada komentar kocak untuk setiap hal yang ia lihat.

Alira punya rambut hitam panjang bergelombang yang sering ia ikat asal-asalan, kulit putih bersih yang semakin menonjolkan pipinya yang chubby, serta mata bulat besar yang selalu berkilat seperti lampu neon kalau ia sedang punya ide konyol.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti musleha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9 : Tatapan yang Tidak Biasa

Hari itu kantor pusat Adrian dipenuhi aura serius. Gedung tinggi dengan dinding kaca berkilau seakan memantulkan cahaya ambisi para penghuninya. Di lantai paling atas, ruang rapat utama sudah dipersiapkan untuk pertemuan besar dengan salah satu rekan bisnis paling berpengaruh Mr. Seto.

Berbeda dengan bayangan kebanyakan orang, Mr. Seto bukan pria tua beruban dengan perut buncit. Justru sebaliknya, pria itu nyaris seumuran dengan Adrian, sekitar 27 tahun. Tubuhnya tinggi, tegap, dengan wajah tampan dan senyum menawan. Jika Adrian dingin dan terkesan sulit didekati, maka Seto seperti kebalikannya: ramah, hangat, namun tetap menyimpan pesona berbahaya.

Dan di antara dua pria muda dengan aura kontras itu, Alira muncul bak warna cerah yang merusak lukisan hitam putih.

“Alira, saya sudah katakan, kau tidak perlu ikut rapat,” ucap Adrian dengan nada datar saat mereka turun dari lift.

Alira berjalan di sampingnya sambil mengayunkan tas kecil warna pink. “Aku bosan di rumah. Lagi pula, kalau aku nggak ikut, siapa yang bakal bikin suasana rapatmu jadi nggak kaku?”

“Kau pikir rapat itu acara komedi?” Adrian meliriknya tajam.

Alira terkekeh, menunjuk wajah Adrian. “Justru itu masalahnya. Kamu terlalu serius. Makanya aku harus ikut biar rapat mu nggak kayak pemakaman.”

Adrian mendesah panjang. “Kau akan membuat saya pusing suatu hari nanti.”

Alira menepuk bahunya santai. “Santai aja, Pak Suami dingin. Aku janji nggak bikin masalah. Paling… bikin orang ketawa dikit.”

Adrian tidak menjawab. Ia tahu, kalau Alira berkata “sedikit bikin orang ketawa”, itu bisa berarti ruangan rapat berubah jadi pasar malam.

Begitu pintu ruang rapat terbuka, semua kepala otomatis menoleh. Adrian selalu jadi pusat perhatian dengan aura CEO dinginnya, tapi kali ini Alira mencuri sorotan.

Dan di ujung meja, Mr. Seto tersenyum lebar. Tatapannya langsung mengunci pada Alira, seolah ruangan penuh orang tidak ada artinya.

“Alira,” sapa Seto ramah, suaranya dalam dan hangat. “Senang melihatmu lagi. Kau semakin cantik hari ini.”

Alira menyeringai lebar, mengedipkan mata. “Hehehe, makasih. Padahal aku cuma pakai lip balm doang, lho. Jadi cantik alami, gitu.”

Beberapa orang tertawa. Adrian menghela napas berat, duduk tanpa menanggapi.

“Kau terlalu banyak bicara,” bisik Adrian dingin.

Alira menjulurkan lidah pelan, lalu duduk manis di sebelahnya.

Rapat dimulai. Adrian berbicara lugas, memaparkan data dan strategi dengan detail. Suaranya tegas, dingin, tanpa celah. Semua orang fokus mencatat… kecuali Alira.

Gadis itu sibuk mencoret-coret buku catatan, menggambar karikatur stickman bersuit dengan ekspresi datar. Di bawahnya, ia menulis: CEO Es Batu.

Sesekali ia melirik ke arah Mr. Seto, yang entah bagaimana, selalu melempar senyum hangat tiap kali pandangan mereka bertemu.

“Jarang sekali rapat terasa sesantai ini,” komentar Seto tiba-tiba di sela pembahasan. “Saya rasa, kehadiran istri anda membuat suasana berbeda, tuan Adrian.”

Adrian menoleh singkat, wajahnya dingin. “Kita di sini untuk bekerja, bukan mencari hiburan.”

Alira menyikut lengannya pelan. “Ih, jangan gitu. Kan bagus kalau suasana nggak kaku terus.”

Seto terkekeh pelan, jelas menikmati interaksi keduanya.

Rapat berakhir. Semua orang berdiri untuk berjabat tangan. Adrian masih sibuk berbicara dengan tim manajemen, sementara Alira berjalan ke arah meja kudapan.

Seto segera mendekat. Ia berdiri cukup dekat hingga Alira bisa mencium aroma parfumnya yang maskulin.

“Kau benar-benar berbeda,” kata Seto, matanya menatap Alira dalam. “Wanita lain di dunia ini sibuk menjaga citra. Tapi kau? Kau terlalu… hidup.”

Alira tersenyum, memutar-mutar sedotan di gelas jusnya. “Hehehe, aku memang nggak jago pura-pura. Aku ini ya aku. Kalau orang suka, syukur. Kalau nggak, yaudah.”

Seto mencondongkan tubuh sedikit, senyumnya memikat. “Justru itu yang membuatmu berbahaya, Alira. Kau tidak sadar kalau pesonamu bisa menarik orang begitu saja.”

Alira mengedipkan mata iseng. “Heh, kamu ngomong gitu kayak lagi nembak aku aja.”

Seto terkekeh, tidak menyangkal. Tatapannya terlalu intens untuk sekadar ramah.

Dan tepat saat itu, suara dingin memecah suasana.

“Alira.”

Alira menoleh cepat. Adrian berdiri di belakang mereka, wajahnya tenang tapi matanya gelap. “Kita pulang.”

“Oh, iya!” Alira langsung melambaikan tangan ke Seto. “Sampai ketemu lagi, ya!”

Seto mengangkat alis, tersenyum tipis. “Tentu. Saya menantikan pertemuan berikutnya.”

Adrian menggenggam tangan Alira agak kuat saat mereka keluar.

Di dalam mobil, keheningan tebal menyelimuti.

Setelah beberapa menit, Adrian akhirnya berbicara. “Kau tidak perlu terlalu dekat dengan Seto.”

Alira menoleh dengan senyum nakal. “Kenapa? Dia baik kok. Aku cuma ngobrol sebentar. Masa ngobrol doang bikin masalah?”

“Dia bukan pria biasa. Jangan sembarangan menanggapi tatapannya.”

Alira tertawa kecil. “Wih, kamu kedengaran kayak orang cemburu.”

“Saya tidak cemburu,” jawab Adrian cepat. “Saya hanya tidak ingin kau merusak reputasi saya.”

Alira menepuk dadanya dramatis. “Aduh, sakit banget dengernya. Jadi kamu lebih takut kehilangan reputasi daripada kehilangan aku?”

Adrian diam, menatap lurus ke jalan. Tapi di balik wajahnya yang dingin, hatinya terasa aneh.

Malam itu, di kamarnya, Alira memeluk boneka kelinci raksasa sambil tertawa-tawa sendiri.

“Bubu, aku rasa Adrian cemburu hari ini,” bisiknya. “Tatapannya ke Seto kayak mau ngebekuin orang. Tapi dia nggak mau ngaku. Dasar CEO Es Batu.”

Ia menutup wajah dengan bantal. “Aaaaa! Kalau beneran dia cemburu, berarti misiku berhasil. Satu langkah lebih dekat untuk menaklukkan si suami dingin itu!”

Sementara itu, di ruang kerjanya, Adrian duduk menatap gelas kopinya yang sudah dingin.

“Kenapa saya merasa terganggu hanya karena pria itu menatapnya?” gumamnya pelan.

Ia menggeleng keras, mencoba fokus pada dokumen. Tapi bayangan senyum Alira pada Seto tidak mau hilang.

Dan di gedung lain, Mr. Seto berdiri di depan jendela besar kantornya. Ia menuangkan segelas anggur, menatap foto Alira di layar ponselnya hasil jepretan salah satu stafnya di ruang rapat tadi.

Senyumnya penuh arti. “Alira… kau menarik perhatianku lebih dari yang kuduga. Aku ingin mengenalmu lebih dekat.”

Di balik tatapan lembutnya, ada tekad yang berbahaya.

Permainan baru saja dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!