NovelToon NovelToon
BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

BENCONG UNDERCOVER - My Bencong Is Aman-zing

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / One Night Stand / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Roman-Angst Mafia
Popularitas:483
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Nama besar - Mykaelenko... bukan hanya tentang kekayaan.
Mereka mengendalikan peredaran BERLIAN
— mata uang para raja,
Juga obsesi para penjahat.

Bisnis mereka yang resmi. Legal. Tak bernoda
— membuat mereka jauh lebih berbahaya daripada Mafia Recehan.

Sialnya, aku? Harus Nikah kilat dengan Pewarisnya— Dimitry Sacha Mykaelenko.
Yang Absurdnya tidak tertolong.

•••

Namaku Brea Celestine Simamora.
Putri tunggal Brandon Gerung Simamora, seorang TNI - agak koplak
- yang selalu merasa paling benar.

Kami di paksa menikah, gara-gara beliau yakin kalau aku sudah “di garap” oleh Dimitry,
yang sedang menyamar menjadi BENCONG.

Padahal... sumpah demi kuota, aku bahkan tak rela berbagi bedak dengannya.
Apalagi ternyata,,,
Semua cuma settingan Pak Simamora.

⛔ WARNING! ⛔
"Cerita ini murni fiksi, mengandung adegan ena-ena di beberapa bab.
Akan ada peringatan petir merah di setiap bagian — Anu-anu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24.

***

Kenyataannya, semua jauh dari dugaan Mayang.

Bahkan sebelum Dimitry sempat mendekat ke Brea, sebuah kejadian aneh sekaligus bikin merinding sudah lebih dulu terjadi.

Dua hari setelah penculikan, Brea harus ke rumah sakit ditemani Mayang. Pengawalannya ketat—Saloka ikut, tentu saja. Maklum, Renggo masih berkeliaran entah di mana.

Pagi itu baru jam sembilan. Jalanan padat merayap. Di dalam mobil, Brea duduk di bangku belakang bersama ibunya, sementara Saloka serius menyetir.

“Mak, aku haus. Turun sebentar ya, mau beli minum di minimarket itu.”

Brea menunjuk ke toko kecil di pinggir jalan.

Mayang langsung noleh cepat.

“Udah, jangan turun. Tunggu di sini. Biar mamak aja yang beli.”

Belum sempat Brea protes, Mayang sudah membuka pintu dan turun.

Brea mendengus. “Hhh… selalu aja gitu. Cuma sebentar aja nggak boleh. Padahal deket banget.”

Dari depan, Saloka ikut nimbrung.

“Sudahlah, Mbak. Tante Mayang juga nggak punya pilihan. Semua demi keselamatan Mbak. Apa Mbak mau, kalau kejadian kemarin keulang lagi?”

Brea manyun, lalu nyamber cepat.

“Siapa juga yang mau diculik? Aku cuma mau beli minuman, bukan kabur jauh-jauh. Tapi tetep aja dilarang. Nyebelin banget.”

Saloka melirik kaca spion, bibirnya miring.

“Mbak nggak lupa kan… gara-gara beli Yakult di depan rumah, ujung-ujungnya malah dimasukin ke tas Yakult buat diculik? Aku aja kalau inget masih merinding, sumpah.”

Brea langsung terdiam, wajahnya makin sebal. Ia berpaling ke jendela, memilih ngambek dalam diam.

Waktu terus jalan. Lima menit, sepuluh menit… sampai hampir lima belas menit. Tapi Mayang nggak balik-balik juga.

Brea mulai gelisah. Dahaga makin terasa, rasa cemas pun pelan-pelan ikut muncul.

“Lama amat sih mamak? Mau beli minum, apa malah buka pabrik minuman sekalian?” gerutunya, setengah kesal, setengah gugup.

Saloka santai aja, tangannya tetap di kemudi.

“Ya telpon aja, Mbak. Gampang kan?”

Brea mendesah, lalu meraih ponselnya. Jemarinya agak bergetar saat menekan nomor ibunya.

Setelah dering ketiga, panggilan akhirnya tersambung.

“Halo, Nak? Kamu haus banget ya? Sabar sebentar. Ini mamak udah hampir di ujung antrean. Tadi ada ibu hamil yang tiba-tiba sakit perut di depan kasir, kayaknya mau melahirkan. Jadi antreannya jadi panjang banget.” Suara Mayang langsung terdengar di seberang sana.

“Hah? Mau melahirkan, Mak? Terus sekarang orangnya di mana? Masa iya melahirkan di situ? Bukannya dibawa ke rumah sakit aja, deket kan dari sini?” tanya Brea, keningnya berkerut curiga.

Dari kursi kemudi, Saloka yang ikut mendengar percakapan itu spontan menoleh, menatap Brea dengan sorot penuh tanya.

“Ya jelas sudah dibawa ke rumah sakit, Nak. Dari tadi malah. Masa kamu nggak lihat ada perempuan hamil digendong suaminya keluar?” jawab Mayang enteng.

Namun justru di situlah keanehan terasa makin jelas. Brea sejak tadi tidak pernah melepaskan pandangan dari gerbang minimarket itu. Dan selama itu juga, tidak ada seorang pun—apalagi perempuan hamil—yang keluar masuk.

Deg! Rasa tidak enak langsung menyergap dada Brea.

“Sa… Saloka. Cepetan jemput mamak sekarang. Kayaknya ada yang nggak beres di sana…” ujarnya buru-buru.

Tanpa banyak tanya, Saloka langsung mengangguk. Tubuhnya sigap keluar dari mobil. Tapi sebelum benar-benar pergi, ia memastikan semua pintu terkunci rapat dari luar.

“Turunin jokmu, Mbak. Jangan lihat keluar. Jangan sampai orang luar tahu kalau Mbak sendirian di dalam,” pesan Saloka cepat sebelum berlari menuju minimarket.

Ia melakukan itu sebagai langkah pengamanan ekstra. Dalam benaknya, ada kemungkinan besar Mayang hanya dijadikan umpan, sementara target sebenarnya tetap Brea.

Brea mengerti situasi semakin gawat. Ia buru-buru menurunkan sandaran kursi, lalu rebah, berusaha menyembunyikan diri. Rasanya aneh—di dalam mobil terkunci begini, dia masih harus sembunyi. Bukankah itu keterlaluan? Tapi tidak menurut Renggo. Justru apa yang dilakukan Brea dan Saloka sekarang, semuanya sudah sesuai dengan rencananya.

Tak lama setelah Saloka masuk ke minimarket, muncullah seorang anak kecil penjual koran. Tubuhnya kotor berdebu, suaranya lantang menawarkan dagangannya hingga sampai di samping mobil tempat Brea bersembunyi.

“Koran, koran… korannya, Om, Tante!” teriaknya nyaring.

Brea tetap menunduk, berusaha tak tergoda. Ia tahu harus tetap diam dan tak boleh keluar dari persembunyian.

Tapi tiba-tiba— dug! dug! dug!

Pintu mobil diketuk keras dari luar.

“Koran, Kak. Beli koran, Kak?” suara anak kecil itu kini terdengar persis di dekat kaca jendela tempat Brea berbaring. Bahkan wajahnya tiba-tiba sudah menempel di kaca, membuat jantung Brea berdegup kencang.

“Hah?! Kamu ngapain sih kayak gitu?”

Brea kaget, spontan mendongak. Anak kecil itu sudah berdiri di depan kaca, senyum tipisnya bikin merinding bukannya tenang.

“Beli koran, Kak?” tanyanya lagi.

Brea buru-buru menggeleng, wajahnya pucat. “Nggak. Aku nggak beli koran. Aku juga nggak suka baca koran,” jawabnya cepat, sambil menutupi wajah dengan tas.

Anak itu malah nyengir miring, terus mendecak. “Cih… gaya banget. Sok nggak suka baca koran. Kalau emang nggak bisa bayar, bilang aja, Kak. Ngapain cari alasan?”

Nada suaranya bikin bulu kuduk Brea berdiri. Terlalu nyolot untuk ukuran anak kecil.

“Ya udah deh,” lanjutnya, kali ini dengan senyum aneh. “Kebetulan koranku tinggal satu. Yang ini aku kasih aja buat Kakak. Anggap sedekah.”

Belum sempat Brea bereaksi, koran itu sudah menempel rapat di kaca mobil. Ada semacam perekat di baliknya. Setelah itu, anak kecil itu lenyap—hilang begitu saja di balik keramaian.

“Hhh…” Brea berusaha bernapas lega, tapi rasa nggak enak di dadanya malah makin kuat. Sejak kejadian diculik Renggo, dia memang jadi gampang parno.

Pelan-pelan ia mendongak, ingin memastikan keadaan. Tapi matanya langsung terbelalak. Koran yang nempel di kaca mobil itu bikin jantungnya melompat.

Dengan ragu ia mendekatkan wajah. Dan saat pandangannya jatuh tepat ke tengah koran itu, tubuhnya langsung kaku.

Foto besar terpampang jelas. Seekor domba kecil dipakaikan gaun pengantin anak-anak. Kepalanya sudah disembelih. Darah mengalir, membasahi rok putihnya.

Di bawah foto, ada tulisan merah menyala, dicoret kasar:

“Pengantin wanitaku yang doyan kabur… bakal bernasib sama kayak gini.”

Deg!

Dada Brea seperti diremas. Pusing, mual, takut, semuanya datang barengan.

Bukan cuma karena fotonya mengerikan. Tapi karena ia kenal betul domba itu. Itu Simba—domba kesayangannya yang dulu dititipkan ke Opung Doly Gio di Medan. Simba, hadiah terakhir dari neneknya sebelum meninggal.

Air mata langsung tumpah. Tubuhnya gemetar hebat. Rasanya dunia benar-benar runtuh.

Dan dalam sekejap… kesadarannya hilang. Semuanya gelap.

***

1
Xavia
Jelek, bosen.
Yuni_Hasibuan: Boleh di skip ya say.

Lain kali, lebih baik diam daripada dapat dosa, karena menghina karya orang lain.
total 1 replies
Esmeralda Gonzalez
Aku suka banget sama karakter tokoh utamanya, semoga nanti ada kelanjutannya lagi!
Yuni_Hasibuan: Sip,,,,
Terimakasih banyak Say.
Tetep ikutin terus.. Ku usahakan baka update setiap hari.


Soalnya ini setengah Based dari true story. Ups,,, keceplosan.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!