Arif Pradipta, begitu Emak memberiku nama ketika aku terlahir ke dunia. Hidup ku baik-baik saja selama ini, sebelum akhirnya rumah kosong di samping rumah ku di beli dan di huni orang asing yang kini menjadi tetangga baruku.
kedatangan tetangga baru itu menodai pikiran perjakaku yang masih suci. Bisa-bisanya istri tetangga itu begitu mempesona dan membuatku mabuk kepayang.
Bagaimana tidak, jika kalian berusia sepertiku, mungkin hormon nafsu yang tidak bisa terbendung akan di keluarkan paksa melalui jari jemari sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
²⁸ Posesif Melebihi Istri Sendiri
"Sebentar, sepertinya ada aneh dengan kata-kata Mas Nata! Mas Nata mau menerimanya begitu saja? Bukan kah selama ini dia selalu cemburuan jika ada lelaki lain yang dekat dengan ku, tapi kenapa kali ini dia terkesan biasa saja mengetahui istrinya di jamah oleh lelaki lain? Apa sebenarnya Mas Nata tahu siapa penyumbang benih dalam rahim ini?" Rifani bermonolog sendiri.
"Mas, apa, Mas Nata tahu, siapa yang sudah melakukan ini pada saya?" tanya Rifani dengan menyelisik wajah suami nya. Pria itu gelagapan.
"Tidak, saya tidak tahu apa-apa."
Nata berdiri lebih dulu, kemudian membantu istrinya berdiri.
"Sayang, jangan lama-lama bersimpuh di lantai nya. Nanti bisa masuk angin. Anggap saja anak ini adalah anak kita berdua. Bukankah kita sudah menantikannya selama tiga tahun. Sekarang kamu sudah hamil, tugas kita adalah menjaganya dengan baik."
Nata menggiring istrinya ke ranjang dan membantunya untuk merebahkan tubuh.
"Sudah, kamu jangan capek-capek. Biar saya yang membereskan pakaian ini dan mengembalikannya ke tempat semula."
Rifani diam, tak menyahut ucapan suaminya. Hatinya begitu resah dan pilu. Perempuan itu mencoba mengingat kejadian kemarin-kemarin. Selama ini, hanya Angga lelaki yang bebas keluar masuk ke kamarku.
Mungkinkah dia? Ah, yang benar saja, dia adalah adikku sendiri, mana mungkin dia tega melakukannya padaku. Satu-satunya keluarga yang masih dia miliki.
Aku ingat. Malam itu, Mas Nata menggauliku dengan cara yang tak seperti biasanya. Lampu sengaja di matikan, hingga aku tidak bisa melihat wajah suamiku. Lalu permainannya berbeda dari Mas Nata yang biasanya. Aku seperti bermain dengan pria lain.
Apa mungkin waktu itu aku memang melakukannya dengan orang lain? Oh Tuhan... siapa laki-laki yang telah menjamah ku itu?
Mungkinkah Tuan Alex? Ah tidak, dia menyukai sesama jenis, mana mungkin mau menyentuhku? Pasti pria tampan seperti Mas Nata yang lebih menarik perhatiannya.
Apa mungkin Arif? Astaga, mana mungkin! Dia masih bocil, mana tahu cara menjamah wanita. Lagipula, malam itu dia tidak minum minuman beralkohol.
Dia masih sadar hingga berangkat tidur ke kamar Angga, tidak ikut-ikutan mabuk seperti yang lainnya. Pemuda baik hati yang selalu membantu di saat aku membutuhkan itu, mana mungkin berbuat jahat terhadapku?
Malam itu ada enam laki-laki yang menginap di rumah ini, yang empat sudah tereliminasi. Tinggal dua lagi, yang aku belum begitu kenal dengan nya. Bahkan namanya saja, aku belum tahu. Yang satu bapak-bapak berbadan gendut
yang satunya lagi, lelaki dewasa yang bertubuh tinggi ramping. Aku masih ingat postur tubuh lelaki yang menjamah ku malam itu, dia memiliki perawakan yang mirip dengan Mas Nata. Maka secara otomatis, bapak-bapak berbadan gendut itu juga tereliminasi.
Satu-satunya lelaki yang mempunyai kemungkinan, tinggal lelaki dewasa itu.
"Mas, siapa nama teman kantor mu yang menginap di sini itu?"
Rifani langsung menanyakan apa yang ada di pikirannya pada suaminya yang tengah membereskan pakaian.
"Yang mana?"
"Itu, yang lelaki dewasa, seumuran dengan mu. Memiliki postur tinggi ramping itu?"
"Pak Adam. Memang nya kenapa?"
"Enggak, nggak papa."
Rifani kembali sibuk dengan pikirannya sendiri. Mungkinkah Pak Adam yang sedang mabuk malam itu, masuk kamar dan menyentuhku? Aku harus mencari tahu, mau tidak mau aku harus menemui laki-laki itu untuk menyelidikinya.
Namun, apa alasan ku pada Mas Nata saat meminta nomor telepon pria itu? Pertanyaan 'siapa yang telah menodai ku' terus berputar-putar dalam pikiran Rifani hingga dia tertidur.
Nata merapikan baju-baju yang tadi berserakan hingga selesai. Tidak hanya itu, dia juga membersihkan kamar nya dan beberapa ruangan yang lain sebagai bentuk permintaan maaf nya pada Rifani.
Istrinya itu sekarang sedang mengandung, jadi dia harus mulai belajar membantu pekerjaan rumah agar istri dan calon anak yang berada di rahim istrinya tidak terlalu kecapekan.
Nata belum terbiasa melakukan pekerjaan rumah sebelumnya, hingga dia merasa seluruh badan nya pegal semua. Dia duduk bersandar pada sofa ruang keluarga. Mengistirahatkan tubuh nya sejenak.
"Apa enaknya, saya cari asisten rumah tangga saja, ya? Nggak mungkin saya bisa membantu seperti ini setiap hari, tapi saya juga nggak mau kalau Rifani sampai kecapekan." Nata berbicara sendiri.
Lelaki itu mengambil handphone yang tadi sempat dia charger di stop kontak dekat televisi, lalu membuka kunci dengan pola yang sudah di hafalnya. Dia berniat mencari asisten rumah tangga melalui aplikasi online penyedia layanan yang di maksud.
Matanya mendelik ketika aplikasi whatsapp memberinya notif tiada henti begitu handphone di nyalakan. Lebih dari lima puluh panggilan tak terjawab, dan puluhan chat yang masuk. Nata membuka aplikasi hijaunya, lalu mendengus kesal.
"Alex lagi. Huffh."
Di bacanya pesan dari seseorang yang ingin dia jauhi itu.
[Beb, lagi apa?]
[Nanti malam main lagi 'kan?]
[Tidak mau tahu, pokoknya saya.menunggu à di tempat fitnes biasanya. Bukankah satu minggu ini jatah saya? Tapi kamu justru menomor satukan istri jelek mu itu.]
[Jawab dong, Beb!]
[Jika kamu terus mengabaikan saya, saya tidak segan-segan untuk berbuat nekat]
Membaca pesan dari lelaki itu membuat Nata jengah. Tenggorokan nya mendadak kering.
"Dasar pria aneh. Posesifnya melebihi istri sen ...," keluhnya terpotong, karena dia mendengar suara Angga di depan. Sepertinya, adik iparnya sudah pulang dari kuliah.
"Baru pulang, Ngga?" tanya Nata berbasa-basi untuk menyambut adik ipar.
"Iya, Mas. Duh, capek banget.".Angga berlalu ke kamarnya sendiri.
Nata membuka chat dari Alex lagi. Hatinya merasa miris. semakin ke bawah, kata-kata Alex semakin pedas dan menakutkan. Syarat dengan kemarahan.
Nata kembali ke kamarnya lagi, menghampiri istrinya. Dia duduk di bibir ranjang, tangannya mengusap-usap rambut sang istri, Menyelipkan seuntai rambut yang menutupi wajah perempuan cantik itu.
Diam-diam, lelaki itu takut jika istrinya menjadi korban kebrutalan dari seorang Alex. Gerakan tangan Nata pada rambut perempuan itu telah mengusik tidur sang istri, hingga mata Rifani tiba-tiba terbuka.
"Ada apa, Mas?"
"Yang, kamu mau nggak liburan ke suatu tempat?"
"Liburan?" Rifani menangkap sesuatu yang mengganjal. Kenapa tiba-tiba pria itu mengajaknya liburan?
"Iya... begitu banyak peristiwa yang membuat kita tegang selama ini. Mungkin dengan berada di lingkungan yang baru, kita bisa healing."
"Mas, mau nggak mulai sekarang kita saling percaya lagi seperti dulu? Saling percaya? Saling terbuka? Tidak lagi menutup-nutupi masalah yang ada.
."Iya, Yang. Maaf jika selama ini saya tidak jujur padamu. Asal kamu tahu, saya takut mengatakan kekurangan saya pada kamu waktu itu. Saya takut jika kamu menjauhi dan meninggalkan saya, setelah tahu itu semua."