Elena hanya seorang gadis biasa di sebuah desa yang terletak di pelosok. Namun, siapa sangka identitasnya lebih dari pada itu.
Berbekal pada ingatannya tentang masa depan dunia ini dan juga kekuatan bawaannya, ia berjuang keras mengubah nasibnya dan orang di sekitarnya.
Dapatkah Elena mengubah nasibnya dan orang tercintanya? Ataukah semuanya hanya akan berakhir lebih buruk dari yang seharusnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Misi Pertama
Ayah, ibu, Mega... Ini Ralf. Aku baik-baik saja disini. Tapi, aku tidak bisa pulang untuk saat ini. Ada hal yang harus kulakukan disini. Tapi, suatu hari ketika semuanya telah selesai, aku akan kembali ke desa.
Ralf.
Itu adalah isi dari surat yang diterima oleh Mega dan Glen ketika orang bermasker hitam datang.
Dan ketika Hana bangun dari tidurnya dan mendapat kabar bahagia seperti itu, betapa senang dirinya mendapati kabar bahwa putranya masih hidup diluar sana. Air mata bahagia turun membasahi wajahnya yang pucat. Kata syukur tidak lupa ia lantunkan berkali-kali dalam tangis bahagianya.
Glen ikut senang dan begitu bahagia. Putranya ternyata belum meninggal, dan itu cukup membuat suasana keluarga Glen berubah drastis.
Hana menjadi lebih bersemangat untuk sembuh. Sedangkan Mega terlihat begitu ceria dalam membantu pekerjaan rumah.
Hanya dengan satu surat itu dapat mengubah semangat semua orang di keluarga itu.
...★----------------★...
Sedangkan Ralf yang sedang berjalan di sebuah gang gelap bersama orang yang selalu di panggil bos dalam organisasi itu. Orang bernama Nielz itu memandu perjalanan mereka di dalam gang guna menyelesaikan sebuah tugas dari klien.
Setelah sampai di sebuah tempat yang ramai akan pengunjung yang memakai topeng bermacam-macam, Nielz menghentikan langkah mereka.
"Lihat, disanalah kita akan bekerja." Nielz menunjuk ke arah pintu yang dijaga oleh dua orang bertopeng macan.
"Tempat apa itu?" Ralf bingung. Ini adalah pertama kalinya ia melihat banyak sekali orang-orang dengan pakaian mewah layaknya bangsawan sedang memakai topeng hewan yang bermacam-macam.
Nielz tersenyum lebar dan berbisik ke arah Ralf. "Itu adalah pelelangan budak," jelasnya.
Hal itu sontak membuat Ralf kaget bukan main. Dunia seperti itu tidak pernah Ralf bayangkan akan ia saksikan dengan matanya sendiri. Ia tidak bisa membayangkan seseorang dikurung dan di perjualbelikan di depan banyak orang, dan orang-orang bersaing memberi harga tertinggi.
"Seperti inilah kehidupan bangsawan. Kotor dan menjijikan. Hanya uang mereka sajalah yang layak dihargai."Nielz berucap dengan nada dingin yang menusuk. Walau wajahnya tersenyum, entah mengapa di mata Ralf itu bukanlah sebuah senyuman.
"Pakailah ini!" Nielz memberikan satu topeng yang membentuk siluet kelelawar dengan dua sayap yang merentang di sisi kiri dan kanan. Bagian tengah topeng melengkung mengikuti bentuk hidung dan alis, sementara sayapnya menjulur seperti tanduk kecil. Warnanya hitam legam, terbuat dari bahan ringan namun kokoh, dan dilengkapi dengan tali elastis di belakang kepala.
Ralf hanya memakai topeng itu dengan perasaan kagum dan ngeri.
Nielz berjalan dengan santai dan berbicara dengan para penjaganya. "Ini tiket masuknya." Nielz memberikan sebuah tiket berwarna silver dengan begitu percaya diri.
Tiket? Darimana ia mendapatkan benda itu?
Penjaga itu memeriksa tiket dari Nielz dan mengangguk tanpa curiga. Pada akhirnya Nielz dan Ralf berhasil menyusup dengan mulus tanpa ketahuan sedikit pun.
"Darimana kamu mendapatkan tiket seperti itu?" tanya Ralf dengan penasaran.
"Dapatkan?" Nielz terkekeh lalu melanjutkannya, "Buat saja semirip mungkin!" Ralf dibuat tercengang akan penjelasan dari Nielz.
Jadi, itu tiket palsu? Jadi orang ini menipu pria-pria di depan tadi?
Pria itu berjalan dengan begitu santai seakan tidak gugup sama sekali. Langkahnya penuh percaya diri, dan senyumnya tidak luntur sama sekali.
Ralf hanya bisa menatapnya dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Ia merasa pria ini bukan sekedar bos di organisasi biasa.
"Baiklah para hadirin semua, acara lelang kita malam ini akan segera kita mulai! Bagi para bangsawan yang mencari budak yang cantik dan kuat, kalian akan sangat puas dengan barang-barang yang kami tunjukkan malam ini!!"
Suara ricuh dari beberapa orang yang memperlihatkan antusiasmenya terhadap acara lelang, dan pembawa acara yang begitu semangat memperkenalkan satu persatu budak yang ia bawa.
Budak pertama adalah seorang anak laki-laki berusia 14 tahun. Rambut hijau tua dengan mata sebuah permata hijau mahal, mengundang atensi seluruh bangsawan rakus disini.
"Barang pertama adalah budak rampasan perang! Kalian bisa menjadikannya sebagai peliharaan cantik atau sebagai dekorasi kamar!"
Plang nomor mulai terangkat satu persatu. Harga yang kecil mulai melonjak hingga mencapai angka ratusan ribu.
"Ohh~ Terjual 400.000 ribu gold!!!" pekik pembawa acara itu dengan begitu meriah, diikuti dengan suara kemenangan dari orang yang berhasil membeli budak tersebut.
Ralf yang melihat pertunjukkan seperti itu di depan matanya merasa sangat jijik. Bagaimana bisa mereka menganggap seorang manusia sebagai barang?
"Lihatlah. Itulah sifat asli mereka." Nielz mendekatkan wajahnya kesamping Ralf dan berbisik. "Siapapun yang memiliki kuasa disini, dialah yang menang." Nielz berucap dengan nada begitu santai namun sarkastik.
"...."
"Apa kamu membenci bangsawan?" Pertanyaan itu lewat di benak Ralf. Melihat sikap Nielz dari sebelum masuk ke tempat pelelangan. Nielz terlihat menjelaskan keburukan dari para bangsawan.
"Benci? Oh tidak~ Aku suka mereka, uang mereka lebih tepatnya," ucapnya dengan nada remeh. Kekehannya terdengar ringan di keramaian para bangsawan yang berlomba-lomba mengangkat harga setinggi mereka.
"...." Ralf tidak bertanya lagi. Ia tidak mau ikut campur dengan urusan Nielz atau hal lainnya.
Pelelangan sudah berjalan setengah. Saat itulah tiba-tiba Nielz bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah belakang. Ralf begitu terkejut namun, ia langsung menyusul Nielz tanpa berbicara apapun.
"Maaf tuan, kemana anda ingin pergi?" tanya salah satu penjaga di ruangan itu.
Nielz melirik sedikit lalu tersenyum. "Aku ingin ke toilet. Dimana toiletnya?" tanyanya dengan begitu ramah. Penjaga itu menuntun mereka ke arah toilet yang berada di bagian luar pelelangan.
"Disana tempatnya, tuan."
Tempat itu sepi karena berada di belakang gedung pelelangan. Nielz memperhatikan sekitarnya terlebih dahulu, dan setelah memastikan bahwa tidak ada saksi mata, Nielz langsung memukul belakang leher penjaga itu dengan kuat hingga ia pingsan.
"!?!!"
"Duh, kami pinjam seragamnya, ya~" Dengan santai Nielz melucuti pakaian penjaga yang pingsan itu hingga hanya memakai pakaian dalam. Nielz juga tidak lupa menyembunyikan penjaga itu di dalam toilet.
"Apa tidak apa-apa menyembunyikannya disana?" Ralf bertanya dengan perasaan antisipasi.
"Tenang saja. Kita hanya sebentar saja~" Nielz memakai jas hitam penjaga itu dan menyamar sebagai penjaga gedung lelang.
"Hey, tunggu! Bagaimana denganku?!" Ralf tidak bisa menyelinap begitu saja dengan pakaiannya yang pasti akan langsung ketahuan.
"Tugasmu mengawasi orang yang ada di dalam sana dan jangan biarkan siapapun memasukinya." Nielz menunjuk ke arah pintu toilet yang tertutup, tempat dimana ia menaruh penjaga yang pingsan.
Setelah mengatakan hal itu, Nielz langsung pergi tanpa membiarkan Ralf berkata lagi.
Masuk kembali ke dalam rumah lelang, Nielz langsung berjalan ke arah ruang bawah tanah, tempat dimana barang-barang pelelangan disimpan.
"Hey, apa yang kamu lakukan disana?" Seorang penjaga yang lain menghentikan langkah Nielz dan mencegatnya. "Kamu anak baru? Tempat itu tidak boleh dimasuki sembarangan orang," jelasnya.
"Oh maaf, saya tidak tahu. Ya, saya baru disini," ucap Nielz dengan berpura-pura melakukan kesalahan pada hari pertama bekerja.
Penjaga itu tidak curiga sedikit pun dan hanya menyuruh Nielz kembali bekerja. Namun, setelah penjaga itu pergi, Nielz langsung kembali menyelinap dengan cepat.
Udara di ruang bawah tanah itu terasa pengap dan lembab. Pencahayaan di ruangan itu hanya bergantung pada beberapa lentera yang di tinggalkan di sepanjang sudut dinding.
Beberapa sel diisi dengan budak-budak yang terlihat begitu lusuh dan kurus. Namun, Nielz hanya melewatinya begitu saja dan terus mencari sesuatu yang diminta oleh kliennya.
Saat berada di ujung lorong, ia menemukan hal yang diminta oleh kliennya. Seorang anak perempuan dengan rambut merah muda panjang dengan mata berwarna hijau rumput. Penampilannya yang begitu mencolok membuatnya diculik ke pelelangan ini.
"Hey, nak!" Nielz memanggilnya dengan nada sedikit berbisik. Anak perempuan itu menoleh dan menatap Nielz dengan wajah menangisnya.
"Hey, aku datang untuk mengeluarkanmu!"
Nielz mencoba membuka sel itu menggunakan dua pinset kecil. Saat kunci sel terbuka dan membuat suara engsel berderit ketika pintu di buka. Hal itu mengundang penjaga yang baru saja turun ke ruang bawah tanah.
"SIAPA DISANA?" panggilnya dengan suara yang menggema di lorong.
"Ayo cepat, kita harus pergi dari sini!" Nielz langsung menarik tangan anak itu dan berjalan cepat.
Di setiap sel yang mereka lewati, tatapan iri, sedih, dan harapan mengarah ke arah mereka semua. Nielz tidak melihat apalagi menoleh. Yang ia utamakan sekarang adalah keinginan klien mereka. Ia tidak boleh melakukan sesuatu yang akan merugikannya.
Dengan itu Nielz akhirnya menutup mata dan terus berjalan dengan punggung yang terasa begitu panas.
...★----------------★...
Sedangkan Ralf yang ditinggal di depan pintu toilet hanya bisa menunggu dalam diam. Ia mengawasi tempat penjaga itu diletakkan seperti yang dikatakan Nielz, dan entah mengapa itu membuat Ralf sedikit kesal.
Tak berselang lama, tiba-tiba suara keributan terdengar dari arah pelelangan. "Apa yang terjadi?" lirih Ralf sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ia ingin beranjak untuk memeriksa namun, langkahnya terhenti saat mendapati Nielz kembali dengan seorang anak perempuan di belakangnya.
"...!" Ralf sedikit terkejut saat melihat ayunan rambut berwarna merah muda itu. Membuatnya berpikir bahwa di depannya adalah Elena. Namun, setelah melihat dengan lebih jelas, harapannya langsung kandas.
"Ayo pergi, urusan kita telah selesai." Setelah mengatakan itu, mereka akhirnya pergi dari sana, meninggalkan keributan akibat ulah Nielz.
Jangan tertipu, Ralf! Ingatlah alasanmu menerima tawaran pria ini. Itu semua untuk membalas dendam. Nyawa paman Geroge... ibu Elena... dan juga Elena....
To Be Continued: