NovelToon NovelToon
Suami Pilihan Kakek

Suami Pilihan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Cinta setelah menikah / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Alfiyah Mubarokah

"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"



Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.

Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 Saya Suami Nayla

Dafa menatap Nayla penuh harap. Tatapannya begitu dalam, seolah mencoba menembus hati Nayla yang rapuh. Matanya tak beralih sedikit pun dari wajah gadis itu, seakan takut kehilangan kesempatan jika Nayla menolak. Ia sungguh ingin Nayla bersedia ikut dengannya, meski hanya sebentar.

"Nay tolong ya?" suaranya terdengar lirih, hampir seperti bisikan, tapi sarat dengan permohonan. Jemarinya mengepal gugup, berusaha menahan gejolak emosi yang menekan dada.

"Aku janji gak akan ganggu kamu. Aku cuma ingin ngobrol serius sama kamu."

Nayla mendongak pelan, menatap Dafa lekat-lekat. Ada keraguan dalam sorot matanya, seolah hatinya sedang ditarik ke dua arah yang berlawanan. Di satu sisi, ia tahu seharusnya tidak memberi celah lagi pada masa lalu. Namun, melihat wajah Dafa yang begitu memohon, matanya memerah menahan rasa tidak tega.

"Kenapa gak di sini aja Daf? Aku takut pulang kemalaman," ucap Nayla pelan, berusaha mencari alasan agar tak perlu ikut.

Dafa cepat menggeleng, wajahnya tegas meski sorot matanya penuh luka. "Gak bisa Nay. Sekali ini aja. Anggap ini terakhir kali kita ke sana," bujuknya, suaranya terdengar seperti permintaan terakhir dari seseorang yang hampir putus asa.

Nayla menarik napas panjang, mencoba menenangkan dadanya yang berdegup tak beraturan. Ia sempat menatap jendela taksi, seolah mencari jawaban dari kerlip lampu jalan yang redup. Akhirnya, ia mengangguk kecil.

"Ya udah."

Seolah mendapat cahaya setelah lama terjebak dalam gelap, wajah Dafa langsung berseri. Senyumnya merekah lega, meski matanya masih menyimpan kegelisahan. Ia hendak membuka pintu taksi tempat Nayla duduk, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara Nayla.

"Tapi Daf maaf." Nayla menatapnya penuh ketegasan kali ini.

"Aku tetap naik taksi ke sana."

Ekspresi Dafa sontak berubah. Senyum yang tadi terlukis memudar, berganti guratan sedih. Meski begitu, ia segera memaksa dirinya tersenyum lagi, meski jelas terlihat kaku.

"Gak apa-apa, yang penting kamu mau ikut aja aku udah seneng," ujarnya.

Nayla membalas dengan senyum tipis, lebih kepada sopan santun ketimbang ketulusan.

"Kalau begitu kamu jalan duluan. Aku bakal nyusul."

Dafa menatapnya sesaat, lalu mengangguk. Ia berusaha menyembunyikan kekecewaan yang semakin menekan dadanya. Dengan langkah berat, ia menuju motor sportnya yang terparkir di tepi jalan. Tak butuh waktu lama, mesin motor itu meraung, lalu melaju kencang meninggalkan bayangan.

Sementara itu, Nayla menarik napas panjang. Ada rasa tak enak di hatinya, namun ia sudah terlanjur berjanji.

"Ikuti motor itu Pak," ujarnya pada sopir taksi.

"Baik Mbak," jawab sopir singkat.

Nayla bersandar, menatap ponselnya. Ia mencoba menelpon Rayyan. Berkali-kali, layar menunjukkan tanda memanggil, namun tak kunjung diangkat.

"Kok gak diangkat ya?" gumamnya cemas, suaranya nyaris bergetar.

"Mungkin lagi sama klien?" pikirnya. Tapi kemudian ia menggeleng sendiri.

"Tapi harusnya kalau cuma sama klien, Kak Rayyan bisa angkat telepon."

Ia mendesah resah, memejamkan mata sejenak. "Sudahlah, mungkin lebih baik aku kirim pesan aja. Kalau Kak Rayyan sempat pasti dibalas."

Dengan tangan gemetar, Nayla segera mengetik pesan.

Tak lama, Dafa menghentikan motornya di depan sebuah kafe klasik bergaya Eropa. Bangunannya berarsitektur kayu tua, lampu gantung kuning temaram menyala hangat, menebarkan nuansa nostalgia. Di sana, ia menunggu Nayla yang masih di dalam taksi. Begitu taksi berhenti, Dafa bergegas membuka pintu, mempersilakan Nayla keluar.

Nayla menatap sekilas sikap itu. Ada rasa sesak di dadanya. Pergi bersama Dafa ke tempat penuh kenangan bukanlah hal mudah baginya.

"Ayo," ajak Dafa, senyumnya penuh harap.

"Tunggu sebentar ya Pak," ucap Nayla pada sopir taksi.

"Siap Mbak."

Nayla melangkah keluar dengan hati-hati. Dafa tersenyum, mencoba menggandeng tangannya, tapi Nayla cepat menolak dengan gerakan halus. Wajah Dafa sempat meredup, kecewa, namun ia berusaha menahan diri. Ia lalu mempersilakan Nayla berjalan duluan.

Di dalam kafe, suasana hening dan hangat menyambut. Aroma kopi bercampur wangi kayu panggang memenuhi udara. Seorang pelayan menyambut mereka dengan senyum ramah, lalu menuntun Nayla ke lantai dua.

Nayla menghela napas dalam, melangkah dengan langkah berat. Setiap anak tangga yang ia pijak seperti mengingatkannya pada masa lalu. Saat tiba di lantai atas, matanya kosong, termenung menatap ruangan penuh kenangan itu. Ia teringat saat pertama kali ia dan Dafa berpacaran di sini, tawa, canda, dan janji manis yang kini hanya tinggal kenangan pahit.

 

...****************...

Di sisi lain, Rayyan berdiri di kantor luas dengan jendela kaca besar yang menampilkan panorama kota senja. Lampu gedung-gedung mulai menyala, membentuk bintang-bintang buatan yang berpendar. Di depannya duduk dua klien penting: Bapak Erik dan Ibu Melati.

Di tangannya tergenggam dokumen, sorot matanya tajam dan penuh wibawa. Penampilannya rapi: jas abu gelap, kemeja putih, dasi elegan. Meski lelah setelah seharian bekerja, Rayyan tetap menjaga ketenangan dan wibawanya.

"Terima kasih, Pak Rayyan, sudah mau meluangkan waktu walau mendadak," ucap Bapak Erik, pria paruh baya berambut memutih, dengan senyum bersahabat.

"Saya justru berterima kasih karena Bapak dan Ibu sudi datang ke perusahaan kecil kami," jawab Rayyan ramah.

Keduanya tersenyum, menghargai sikap rendah hati Rayyan. "Kami kebetulan lewat dan ingin tau lebih jauh soal kerjasama yang pernah Anda tawarkan," jelas Erik.

Rayyan mengangguk percaya diri. "Saya yakin kerjasama ini akan menguntungkan semua pihak."

Diskusi berlangsung intens. Dokumen berpindah tangan, pertanyaan diajukan, dan Rayyan menjawab sigap dengan detail. Hampir satu jam berlalu, hingga akhirnya Erik tersenyum puas.

"Anda luar biasa, Pak Rayyan. Penjelasan Anda membuat kami semakin yakin."

Rayyan menunduk sopan. "Terima kasih, Pak. Semoga kerjasama ini membawa kebaikan."

Setelah berjabat tangan, Rayyan mengantar mereka. Namun, begitu kembali ke meja, ia menoleh ke jendela. Langit sudah jingga. Ia meraih ponsel, dan matanya terbelalak. Banyak panggilan tak terjawab, serta pesan dari Nayla.

Pesan itu membuat rahangnya mengeras.

Nayla: Kak, aku ikut Dafa sebentar. Katanya ada hal penting. Tapi tenang, aku naik taksi, bukan motor dia.

Rayyan mengepalkan tangan. Napasnya memburu, dadanya panas. Tanpa pikir panjang, ia keluar kantor, tak peduli sapaan karyawan yang kebingungan melihat wajahnya yang tegang.

Di perjalanan, ia menelpon nomor Nayla berulang kali, hingga akhirnya dijawab oleh suara asing sopir taksi.

"Halo Pak. Maaf ponsel Mbak Nayla ketinggalan. Sekarang Mbak ada di kafe sama pria yang maksa dia ikut."

Rayyan hampir kehilangan kendali. "Kafe di mana?" suaranya berat, penuh amarah tertahan.

"Jalan Y Pak."

"Saya segera ke sana. Tolong tunggu."

Ia langsung menyalakan mobil, melaju kencang. Jalanan sore yang padat terasa sempit. Waktu seakan berjalan lambat. Tangannya berpeluh meski AC menyala dingin. Pikirannya penuh dengan bayangan Nayla, wajahnya, dan ketakutannya.

Dengan cekatan ia menyalip kendaraan, menekan klakson, matanya fokus penuh. Hingga akhirnya, ia tiba. Mobil berhenti mendadak di depan kafe. Napasnya memburu, jantungnya berdentum keras. Ia segera keluar, mendekati sopir taksi.

"Di mana Nayla?"

"Di dalam Pak."

Tanpa menunggu, Rayyan langsung masuk. Suasana kafe hangat, tapi hatinya panas membara. Ia menatap seisi ruangan, belum terlihat. Ia bertanya pada pelayan.

"Saya cari istri saya."

Pelayan terkejut. "Mungkin belum sampai, Mas bisa tunggu."

Rayyan menatap tangga, firasatnya kuat. Ia naik, langkahnya berat namun pasti. Dan di atas, terdengar suara Dafa.

"Nay kenapa kamu putus sama aku? Jangan bilang cuma karena kita beda dunia!" bentak Dafa.

Nayla memejam, gemetar, matanya berkaca-kaca. "Aku sudah bilang semuanya Daf. Tolong pahami."

Rayyan mengepalkan tangan. Darahnya mendidih mendengar istrinya dibentak. Ia langsung maju, berdiri menghadang Dafa yang hendak meraih Nayla.

"Jangan berani sentuh Nayla!"

Nayla terkejut, matanya melebar.

"Kak..."

Dafa menatap bingung sekaligus geram. "Kenapa Anda ikut campur? Ini urusan saya dan Nayla!"

Rayyan menatapnya tajam. "Kalau menyangkut Nayla, itu urusan saya juga." Ia menoleh lembut pada istrinya.

"Kita pulang."

Dafa berteriak, marah. "Siapa Anda berani halangi saya?!"

Rayyan menatap dingin. "Kamu sungguh ingin tau siapa saya?"

Dafa naik pitam, menarik kerah Rayyan. "Jangan main-main! Siapa Anda sebenarnya?!"

Nayla panik, segera berusaha melepaskan cekalan Dafa. "Dafa! Kamu keterlaluan! Kak kamu gak apa-apa?" suaranya parau menahan tangis.

Dafa tertegun mendengar sebutan itu. "Kak?" Ia menoleh ke Nayla, wajahnya pucat bingung.

"Apa hubungan kalian?!"

Nayla menatap Rayyan dengan tatapan bimbang. Namun sebelum ia sempat menjawab, Rayyan dengan tenang, penuh wibawa, berkata lantang,

"Saya suami Nayla."

Sekejap, waktu seakan berhenti. Mata Dafa melebar, hatinya seperti dihantam palu besar. Sementara Nayla pun ikut kaget, meski ini kenyataan yang tak bisa ia pungkiri lagi. Udara di ruangan itu mendadak terasa berat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!