MOHON MAAF, MASIH BANYAK TYPO BERTEBARAN, DAN TANDA BACA YANG MASIH AMBURADUL 🙏
Dulu. demi bisa mendekati lelaki yang ia cintai, Emira nekat mengubah identitas nya, jati dirinya, bahkan penampilannya, yang sungguh jauh berbeda dengan dirinya yang asli, namun lelaki yang ia suka tiba tiba menghilang, tanpa kabar, dan tanpa jejak, seperti di telan bumi.
Mereka kembali bertemu, perdebatan tak penting mewarnai hari hari mereka sebagai dokter residen.
Tapi malam reuni itu merubah segalanya, di pagi hari mereka terbangun didalam sebuah kamar hotel, tanpa apapun selain selimut yang menutupi tubuh keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
BAB 27
Malam semakin larut, ketika kehebohan di emergency room berakhir, setelah membersihkan diri serta mengganti pakaian, Emira mendatangi ruangan bayi, mentap wajah lucu tanpa dosa, syukurlah ibu dan bayinya berhasil selamat dari tragedi tawuran antar pelajar tersebut.
Bayi kecil itu sedikit menggeliat kemudian menangis lirih, perlahan Emira menggendong bayi mungil tersebut, menimang nya pelan, sesekali berayun dan menyanyikan lagu nina bobo.
"Selamat malam dok…" Sapa para perawat di ruang neonatus.
"Malam…"
Rupanya Kevin datang menyambangi pasien kecilnya, yang ada di ruang inkubator.
Emira tak menyadari kehadiran abang sulungnya tersebut, "bukan begitu cara menggendong bayi." Tegur Kevin.
"Eh… abang, sejak kapan di sini?" Tanya Emira.
"Barusan, mau lihat bayi yang minggu lalu operasi paru paru."
Emira tersenyum, "lihat bang dia lucu yah? Jadi inget bayi nya si kembar."
Kevin memposisikan dirinya di belakang punggung Emira, kemudian membetulkan kedua lengan Emira yang terlihat kaku, ketika menimang sang bayi, "nah jika posisi bayi begini, dia akan lebih nyaman."
"Hehehe… lupa bang, udah lama gak gendong bayi, abang dan kakak ipar punya anak lagi yah, biar aku bisa sering sering gendong bayi."
Kevin tergelak, "entah lah, lihat saja nanti," Jawab kevin dengan senyum penuh teka teki. "Kamu aja yang cari suami dan segera punya anak,"
Emira merona, membayangkan siapa kelak lelaki yang akan menjadi suaminya, bahkan tanpa sadar menyembunyikan rona wajahnya di dada Kevin. "mana ada yang mau sama gadis yang suka berkelahi sepertiku." Gerutu Emira.
"Eh hanya lelaki buta b*go yang gak suka gadis cantik."
Interaksi biasa antara adik dan kakak, tapi bagi seseorang, rupanya aktivitas itu cukup membuat hatinya kebat kebit, dadanya bergemuruh akibat rasa cemburu dari efek tak tahu, Arjuna mengepalkan kedua telapak tangannya, niat untuk membawa Bisma ke ruang neonatus ia batalkan begitu saja, dengan alasan bukan jam berkunjung, beruntung Bisma percaya dan tak banyak bertanya lagi.
Sepanjang sisa malam itu, Arjuna hanya diam, tak lagi bersikap hangat seperti ketika ia memaksa mengobati luka Emira, atau ketika ia menunjukkan aksinya menjahit luka pasien, Arjuna bahkan membiarkan Emira tertidur hingga jadwal jaga mereka malam itu berakhir.
.
.
.
Tubuh lelaki itu sudah bersimbah keringat, tapi ia masih enggan mengurangi kecepatan lari nya.
Sudah hampir satu jam Treadmill itu berputar mengikuti kehendak Juna.
Seminggu ini isi kepalanya hanyalah gadis tengil si anak baru, yang nyatanya sungguh cantik, bahkan diam diam membuat Juna merasakan kebingungan, antara mempertahankan rasa nya pada Mira si manis baik hati, atau menuruti kehendak hati yang kini cenderung tertarik dengan Emira yang cantik dan sedikit menjenglelkan, tapi membuat hatinya jungkir balik karena cemburu.
Bahkan seminggu kemarin, ia terus menerus mengamati interaksi dokter Kevin dan Emira, bahkan ketika ada dokter Gadisya diantara mereka, terlihat biasa, dan normal, canggung pun tidak, tapi kenapa malam itu di ruangan neonatus mereka berdua terlihat mesra, bahkan Emira tak merasa risih ketika dokter Kevin memeluknya dari belakang.
Aneh memang, ia tak punya hubungan apa apa dengan Emira, tapi melihat pemandangan Emira dipeluk dokter Kevin dari belakang, ia merasa sesak, rasanya sungguh tak nyaman, ingin marah, tapi kok yah tidak pada tempatnya, ingin bertanya, takut dikira kepo dan pengen tahu urusan orang, lebih parahnya lagi, dokter Kevin pasti langsung bisa menebak bahwa dirinya mulai memiliki rasa pada Emira, atau lebih parahnya lagi, dan paling ia takutkan adalah, takut jika mengetahui kenyataan, bahwa ternyata dokter Kevin memiliki hubungan spesial dengan Emira, tanpa sepengetahuan dokter Gadisya, hanya memikirkan kemungkinan itu saja, membuat Juna berkali kali menarik rambut nya karena frustasi.
Padahal Juna yakin seribu persen, bahwa Emira pasti tahu dokter Kevin dan dokter Gadisya adalah suami istri, tapi…
"Haiiiiisss… pers****an dengan gadis itu. " Umpat Juna kesal sendiri.
Jari tangannya menekan tombol yang ada di hadapannya, dan sesaat kemudian treadmill pun berkurang kecepatannya, Juna mulai berjalan dengan langkah cepat semakin lama semakin pelan hingga akhirnya berhenti sepenuhnya.
"Juna… sepertinya kamu sudah menjelang gila," Monolognya, kemudian tertawa aneh, yah mungkin Juna benar benar gila karena prasangka yang belum jelas kebenarannya, mau tanya gak berani, tapi gak tanya rasanya sungguh menyiksa setengah mati.
Sebuah prasangka, selamanya akan tetap menjadi prasangka jika tak di telusuri kebenarannya.
Drrrtt
Drrrtt
Drrrtt
Ponsel yang ada di meja nampak bergetar, Juna menyambar botol minumnya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan si penelepon, setelah membiarkan air putih membasahi tenggorokannya, barulah ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Iya mah."
Juna mulai bersuara.
"Juna… kamu sudah tahunkan kalau mama dan ayah mau pulang?"
"Tahu kok ma."
"Mau oleh oleh apa?"
Arjuna tersenyum simpul, mamanya benar benar tidak berubah.
"Mama dan ayah pulang saja, tak usah memikirkan oleh oleh, Juna bukan anak kecil lagi ma… Juna udah gede. "
"Tapi… bagi mama, sedewasa apapun kamu dan Bisma, kalian tetap anak kecil di mata mama." Tutur mama Yuna. "Kalo kamu gak pengen mama anggap anak kecil, cepetan kasih mama cucu."
"Cucu dari mana mah?"
"Ya dari istrimu."
"Juna belum laku mah, masih high quality jomblo."
"Makanya terima aja, mama jodohin kamu sama anaknya temen mama, apa kurangnya Voni?"
"Tak ada kurangnya ma, dia cantik, kalo Juna suka, sudah sejak dulu Juna pacari dia sejak di sekolah dulu, tapi…"
"Kamu lebih suka Mira yang tidak terlalu cantik, tapi membuatmu berdebar?" Tebak mama Yuna, karena sudah sering sekali Arjuna menceritakan perihal gadis itu.
"Hehehe… tuh mama sudah hapal." Arjuna cengengesan.
"Lha kok malah cengengesan, trus piye saiki? Kamu udah lebih dari dua tahun di Jakarta, masa belum ketemu sama Mira?"
"Belum ma, dia kaya ilang tanpa jejak, makanya Juna sama teman teman, menggagas ide reuni, siapa tahu Mira lihat pengumuman, atau iklan di medsos, dan dia tertarik untuk datang?"
"Owalah… ancene kowe iki, di kasi mama jalan mudah cari jodoh, malah pilih jalan sulit, wis embuh lah, mama mumet."
"Jangan mumet ma… nanti semakin tua…"
"Kowe iki…" Teriak mama Yuna dari seberang sana, membuat Juna tergelak seraya menjauhkan ponsel sesaat dari telinganya, "dibilangin mama, malah bilang bilang mama wis tua, awas yah… sampek Jakarta, mama jewer kupingmu." Lanjut mama Yuna dengan logat dan campuran bahasa jawa.
Keluarga Arjuna adalah turunan jawa tulen, unggah ungguh dan tata krama pun kadang masih dipertahankan, hanya saja semakin kesini semakin berkurang, mungkin karena eyang Suryo sudah tiada, sementara mama Yuna dan ayah Satrio, tinggal sementara di London, mengurus perusahaan keluarga mereka, jadi bahasa jawa di keluarga Dewanto kini sudah bercampur dengan bahasa indonesia modern.
Arjuna dan Bisma cukup beruntung, karena memiliki mama sambung yang cukup humoris, mama Yuna adalah sahabat sang ibu kala mereka masih muda, seakan merasakan bahwa usianya tak akan panjang, ibu kandung Juna menitipkan Arjuna dan Bisma pada Yuna sang sahabat.
Pernikahan kedua ayah Satrio dan mama Yuna tak memiliki anak, entah karena faktor kesengajaan atau memang tak ada keinginan memiliki anak lagi.
Tapi pernah suatu ketika, Juna mendengar bahwa pernikahan mama Yuna dengan suami pertamanya terpaksa berakhir, karena belum hadirnya anak yang di tunggu tunggu, ketika mertuanya bermaksud mencarikan istri muda untuk suaminya mama Yuna memilih perceraian, itulah sebabnya mama Yuna sangat menyayangi Arjuna dan Bisma seperti anak kandungnya sendiri, karena nyatanya, dibalik kekurangan yang ia miliki sebagai perempuan, Tuhan menitipkan anak anak yang tampan sebagai pengganti anak kandung yang tak pernah dimilikinya.
"Hahaha… maaf mah, piss… Juna sayang mama."
"Harus…" Jawab mama Yuna bahagia, walau bukan anak kandung, kedua puteranya sungguh melengkapi dunianya, membuat mama Yuna merasa jadi wanita sempurna. "Jangan lupa, nanti jemput mama."
"Gak bisa mama sayang, kan sedang menjalankan misi."
"Misi opo maneh?" Pekik mama Yuna.
"Katanya mama mau cucu."
"Oh iyo, lali mama." Mama Yuna terkekeh bahagia, "yes … cucu cucu cucu cucu … sebentar lagi gendong cucu."
Dari jauh Arjuna mendengar mama Yuna berdendang riang, dia sudah membayangkan sang mama pasti sedang berjoget pula.
'Mama mama… menantu aja belom ada, mana bisa punya cucu?'
Arjuna tersenyum menatap layar ponsel nya yang telah kembali redup.
.
.
.
💕💕💕