"Di Bawah Langit yang Sama" adalah kisah tentang dua jiwa yang berbagi ruang dan waktu, namun terpisah oleh keberanian untuk berbicara. Novel ini merangkai benang-benang takdir antara Elara yang skeptis namun romantis, dengan pengagum rahasianya yang misterius dan puitis. Saat Elara mulai mencari tahu identitas "Seseorang" melalui petunjuk-petunjuk tersembunyi, ia tak hanya menemukan rahasia yang menggetarkan hati, tetapi juga menemukan kembali gairah dan tujuan hidupnya yang sempat hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wisnu ichwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Observatorium
Nyx tidak membuang waktu. Dengan satu tarikan yang kuat dan terkalibrasi, dia menggerakkan tuas manual di samping pintu Aether-4. Tidak ada suara desisan hidrolik, hanya bunyi klik-klak yang berat dari serangkaian palang kuno yang ditarik kembali di dalam pintu. Pintu itu bergeser ke samping, terbuka ke kegelapan.
"Pelopor," kata Nyx, suaranya rendah, senjatanya terangkat. Dia menghilang ke dalam bayangan.
"Cipher, di belakangku," perintah Annelise. Dia melangkah masuk, karbinnya menyapu ruangan dalam busur yang disiplin.
KLANG!
Cipher tersandung melewati ambang pintu, hampir jatuh, dan membanting telapak tangannya ke panel di sampingnya. Dengan desisan lembut, pintu baja itu meluncur tertutup, dan palang-palang itu kembali terkunci di tempatnya.
Keheningan.
Untuk pertama kalinya dalam... Annelise tidak tahu berapa lama... tidak ada suara.
Tidak ada gemuruh keruntuhan. Tidak ada pekikan psionik. Tidak ada desisan air mendidih atau erangan logam yang sekarat.
Hanya ada keheningan yang dingin, steril, dan berdebu. Dan napas mereka sendiri—terengah-engah, serak, dan terlalu keras di ruangan yang mati ini.
"Lampu," kata Annelise.
Seolah mendengar perintahnya, panel-panel di langit-langit berkedip-kedip, kemudian menyala dengan cahaya biru pucat yang stabil.
Mereka tidak berada di pos terdepan militer. Mereka berada di sebuah laboratorium kuno, atau semacam kuil bagi sains yang telah lama mati.
Ruangan itu sangat besar dan melingkar. Dindingnya terbuat dari beton yang dipoles dan baja tahan karat, tetapi semuanya dilapisi debu halus. Di tengah ruangan, sebuah konsol melingkar besar mengelilingi apa yang tampak seperti proyektor holografik yang tidak aktif. Puluhan kursi observasi berdebu tertata dalam barisan yang menghadap ke satu arah.
Menghadap "jendela".
Itu bukan jendela. Itu adalah dinding. Seluruh dinding melengkung di sisi jauh ruangan itu terbuat dari panel transparan setebal beberapa meter—kaca kuarsa, atau mungkin berlian yang direkayasa. Itu kotor, tergores, tetapi tidak bisa dipecahkan.
Dan itu menghadap ke jurang.
Mereka berada di tepi bagian dalam fasilitas. Di luar panel-panel itu, hanya ada kegelapan yang tak terduga—sebuah lubang raksasa yang tampaknya merupakan inti dari seluruh stasiun Dharma ini. Di kejauhan di bawah, ribuan meter di bawah, cahaya merah redup berdenyut-denyut.
"Kita..." Cipher terbatuk, suaranya pecah. Dia meluncur ke lantai, punggungnya bersandar pada konsol tengah, akhirnya melepaskan senjatanya. Dia masih gemetar, tetapi kepanikan akut telah digantikan oleh kekaguman yang penuh teror. "Udaranya... bersih. Terfilter."
"Status," Annelise memotong, matanya terpaku pada jurang. "Nyx."
"Ruangan aman," lapor Nyx, sudah muncul dari bayangan di sisi lain. Dia telah memeriksa perimeter. "Dua pintu keluar lain, Komandan. Keduanya disegel dengan cara yang sama seperti yang ini. Peringkat penahanan berat."
"Athena," kata Annelise ke komunikatornya.
"Saya di sini, Komandan," suara Athena terdengar jernih, kini disalurkan melalui speaker di ruangan itu. Ruangan itu adalah miliknya. "Sistem Aether-4 terisolasi, seperti yang saya duga. Jaringan ini murni, tidak tersentuh oleh korupsi Nexus."
Saat dia berbicara, konsol di sekitar Cipher menyala. Layar-layar berkedip, menampilkan data dalam bahasa teknis Dharma yang sudah lama tidak digunakan. Proyektor holografik di tengah berdesir hidup, menampilkan model 3D kasar dari seluruh fasilitas.
Sebuah bagian besar dari model itu berkedip merah... dan kemudian menghilang.
"Katedral Nexus dan Sektor Pendukung 1 hingga 6 telah runtuh," kata Athena. "Struktur di atas danau geo-termal tidak ada lagi. Seperti yang saya laporkan, Reaper-Class hancur."
"Dan makhluk itu," desak Annelise.
"Entitas Null-Strain," koreksi Athena. Model holografik itu sekarang diperbesar, menembus ribuan meter ke bawah, ke dasar jurang yang mereka lihat melalui jendela. Sebuah cahaya biru-hijau yang berdenyut muncul di peta. "Ia telah mencapai inti geo-termal. Ia tidak lagi hanya 'menyerap' daya. Ia... berintegrasi."
Cipher, terlepas dari rasa takutnya, merangkak ke konsol terdekat. Sebagai teknisi komunikasi, dia adalah ahli data, dan matanya memindai baris-baris kode yang mengalir.
"Tidak, tidak, tidak," bisiknya. Dia menunjuk ke sebuah diagram spektral. "Athena, ini salah. Pembacaan ini tidak mungkin. Fluktuasi energinya... bukan ini."
"Data itu akurat, Spesialis Cipher," kata Athena.
"Tapi ini bukan lagi pembacaan biologis!" teriak Cipher, melompat berdiri. "Ini adalah pembacaan geofisika! Lihatlah pola gelombangnya! Ia tidak menggunakan panas bumi... ia menstabilkannya. Ia menyelaraskan! Ia... ia bernyanyi bersama inti planet!"
Annelise berbalik dari jendela dan menatap Cipher. "Jelaskan."
"Dia benar," kata Athena. "Entitas itu telah melampaui kebutuhan akan bentuk fisik tunggal. Ia telah menemukan sumber energi yang tak terbatas. Ia menggunakan danau Nexus yang kini mendidih sebagai ruang inkubasi dan inti planet sebagai baterai. Ia sedang menulis ulang kodenya sendiri dalam skala yang tidak dapat kami pahami."
Holo-peta itu bergetar. Titik cahaya biru-hijau itu mulai menyebar, bukan sebagai gumpalan, tetapi sebagai urat-urat tipis, seperti akar pohon atau retakan di kaca, yang menyebar ke bawah dan ke luar.
"Ia menjadi planet ini," bisik Nyx, menatap holo-peta dengan ngeri.
"Berapa lama?" tanya Annelise. Suaranya dingin, mematikan.
"Itu berevolusi secara eksponensial," kata Athena. "Perhitungan saya menunjukkan... 14 menit, 28 detik... hingga 'Peristiwa Resonansi' primer. Saat itulah ia mencapai massa kritis kesadaran. Ia tidak akan lagi menjadi 'makhluk'. Ia akan menjadi dewa psionik yang baru lahir yang terikat pada planet ini. Setiap pikiran, setiap kehidupan... akan menjadi miliknya untuk dipadamkan atau ditulis ulang sesuka hati."
Keheningan di ruangan itu menjadi lebih berat daripada gerbang baja yang baru saja menutup.
KRRK... KRRR-DDUUK.
Suara itu pelan, tapi setelah keheningan total, itu terdengar seperti ledakan.
Ketiganya berbalik serempak, senjata terangkat, ke arah pintu tempat mereka masuk.
"Apa itu?" tanya AnnelEise.
"Sisi lain gerbang," kata Nyx, matanya menyipit.
DDUUK. DDUUK. THHHHSSSSSS.
Cipher berlari ke panel di samping pintu, memeriksa sensor eksternal. Wajahnya memucat.
"Mereka tahu kita di sini," bisiknya.
"Siapa?"
"Makhluk-makhluk cair itu. Yang ada di air... yang mengejar kita di koridor. Mereka tidak menyerah."
"Gerbang itu dirancang untuk menahan ledakan nuklir," kata Annelise, bergerak menuju pintu. "Mereka tidak bisa melewatinya."
"Mereka tidak mencoba melewatinya," kata Cipher, suaranya gemetar. Dia menunjuk ke pembacaan suhu pada segel pintu. "Mereka... melelehkannya. Bukan dengan panas. Dengan... asam. Asam psio-aktif! Lihat sensor integritasnya! Segelnya... korosi 40%!"
THHSSSSSSSSSSSSSS...
Suara desisan yang keras dan basah kini terdengar jelas dari balik pintu. Asap tipis mulai mengepul dari celah di bawahnya.
"Athena!" raung Annelise. "Berapa lama segel itu akan bertahan?"
"Memperkirakan laju korosi... 7 menit, 12 detik, hingga kegagalan total."
Tujuh menit.
Mereka menukar satu ancaman apokaliptik dalam 14 menit dengan ancaman langsung yang akan membunuh mereka dalam 7 menit.
Annelise menatap pintu yang berasap itu, lalu ke dua pintu lain yang disegel di seberang ruangan. Dia berbalik dari kematian yang mendekat dan menatap holo-peta tempat akar-akar biru-hijau itu menyebar seperti kanker melalui planet.
"Kita menjebak diri kita sendiri," kata Nyx pelan, mengisii ulang senjatanya.
"Tidak," kata Annelise. "Kita baru saja menemukan satu-satunya tempat yang penting."
Dia menunjuk ke dua pintu lainnya. "Athena. Pintu-pintu itu. Ke mana?"
Suara AI itu tenang. "Pintu di sebelah kiri, Komandan, mengarah ke sub-reaktor Aether-4. Sebuah generator darurat yang sudah lama tidak aktif."
"Dan yang di sebelah kanan?"
Ada jeda sepersekian detik. Cukup lama untuk membuat bulu di lengan Annelise berdiri.
"Itu mengarah ke dok transfer," kata Athena. "Satu-satunya jalan yang tersisa di fasilitas ini menuju Proyek Icarus."
Mata Annelise menajam. "Icarus." Sebuah nama yang dia tahu dari dokumen rahasia tertinggi, sebuah proyek yang seharusnya hanya mitos.
Di belakang mereka, suara desisan dari pintu yang meleleh semakin keras.
"Beri aku akses ke Icarus," perintah Annelise. "Sekarang."