" kita ngomong pake bahasa kalbu sayang" ucapnya dengan tangan terulur memegang dagu ku, " cup" sekali lagi Adi Putra mencium bibirku.
Biar sekilas aku sudah seperti orang mabok minum tuak tiga jerigen, " kamu nggak bisa menolak sayang" katanya masih menghipnotis.
Aku seperti kembali tersihir, habis-habisan Adi Putra melumat bibirku. Herannya walau tidak mengerti cara membalas aku malah menikmati kelembutannya.
" Hey... son belum waktunya" suara teguran itu membuat Adi Putra berhenti m3nghi$4p bibirku, sedang aku tegang karena malu dan takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#27
Demi langit dan bumi aku malu setengah mati, sangking malu dan kesal ku tolak dadanya aku merasa seperti ditelanjangi, mereka tertawa karena tingkah Adi yang nggak sabaran.
" Di kening boy " ucap papahnya menepuk bahu kebetulan papanya duduk di samping Adi.
" Di ulang" ucap Adi Putra memegang lagi kedua pipiku sedang aku cuma diam di tengah bisik bisik orang yang tertawa.
Adi mengulang dan benar kali ini dia mencium keningku, hangat dari bibirnya menyentuh kulit di keningku terasa begitu hangat. Mataku terpejam entahlah saat ini aku merasa seperti menemukan tempat berlindung.
Setelah itu giliran kami menyalami para tetua dan tamu yang menjadi saksi pernikahan kami, Adi duluan kemudian baru aku. " yang rukun ya nak" semua pada kasih nasehat yang baik-baik.
Hampir tiga jam akhirnya acara selesai, kaki ku udah pegel karena banyak di tekuk. " kalian langsung pulang atau gimana" tanya papa mertua.
" sesuai janji papa " jawab Adi tersenyum lebar.
" Tenang son papa sudah menyiapkan semuanya" jawab papa mertua terdengar santai.
" sip papa selalu is the best" jawab Adi mengacungkan dua jempol untuk papanya.
Entah ada perjanjian apa anak dan ayah itu sama-sama tertawa senang, kami sama mau keluar baru juga dua langkah Adi Putra langsung meraih tubuhku, aku melayang Adi Putra dengan sengaja menggendong ku ala bridal style karena taku jatuh reflek aku mengalungkan kedua tangan di lehernya.
" nah gitu dong " ucap mereka sambil tertawa, ada juga yang bilang " wew udah kebelet tuh" aku mendengar semua, tidak tahu mukaku seperti apa malu geram bercampur aku cuma bisa sembunyikan muka di dadanya Adi.
Sementara di tempat lain tepatnya di rutan ada laki-laki tua yang kini sedang sekarat, " Mar...bertahan lah besok kita bebas kamu bisa berobat dan ketemu anak dan istri mu" kata-kata penyemangat itu seperti tidak ada arti.
" Aku udah nggak kuat Sar, tolong sampaikan ini pada anak istri ku" ucapnya sambil mengeluarkan amplop putih lusuh dan selembar foto usang.
Hari yang bahagia untuk Bu Rahma dan Tiara, sedangkan di tempat lain Sumarji ayah kandung Tiara menghembuskan nafas terakhirnya bersamaan pula saat ijab kabul sedang di ucapkan Adi Putra.
Sejak pergi merantau Sumarji tidak pernah pulang, pekerjaan yang di janjikan ternyata bukan pekerjaan biasa.
Sumarji yang memang buta dunia luar hanya menurut saat teman sekampung mengajak nya merantau dengan iming-iming gaji besar, dalam fikiran Sumarji saat itu hanya ingin membahagiakan anak istri.
Namun kenyataannya berbanding terbalik, Sumarji yang sudah siap berangkat segera pamit pada ibu juga istri yang ikut mengantarnya sampai pelabuhan.
" Bu. Mar berangkat titip Rahmah dan Tiara doakan Mar berhasil ya Bu!?" ucap Sumarji menyalami tangan Bu Maryam Ibunya.
" Iya Nak berangkat lah doa ibu menyertai mu" jawab Bu Maryam mengusap kepala anak semata wayangnya dengan sedih.
Sumarji beralih kepada Istri tercinta, " Mah. Mas pergi ya jaga anak kita" ucap Sumarji memeluk erat tubuh Rahmah yang bergetar menahan tangis.
" Mas aku mohon jangan pergi" bisik Rahmah di telinga suaminya, entah kenapa Rahmah tidak rela melepas kepergian Sumarji.
Sumarji yang memang sudah bertekad menciumi pipi Rahmah, " Mas janji nggak macem-macem sayang, jaga anak kita tunggu mas pulang" jawab Sumarji kemudian mencium kening Rahmah dengan segenap rasa sayang.
Rahmah yang kesal karena Sumarji tetap dengan keputusannya tidak bisa berbuat apa-apa, dengan terpaksa Rahmah melepas kepergian Sumarji dengan hati tidak iklas.
Begitu terdengar suara dari operator pelabuhan, Sumarji langsung mencium pipi bayi Tiara yang tidur di gendongan sang nenek.
" Ayah pergi ya nak sehat-sehat jangan nakal sayang ibu ya" ucap Sumarji berpesan dengan hati yang teriris, jauh di dalam hati sebenarnya Sumarji berat untuk berangkat meninggalkan orang-orang tercinta tapi demi masa depan Sumarji bertekad tetap pergi.
Pada saat itu begitu Semarji naik ke kapal, Rahma dan Mariam ibu Sumarji memilih pulang karena tidak sanggup melepas kepergian Sumarji.
Sebelum kapal berangkat meninggalkan pelabuhan nasib malang menimpa Sumarji yang ternyata sudah di khianati teman sendiri, satu tas yang berisi narkoba titipan Dion jadi bukti.
Sumarji sempat mengelak tapi barang bukti yang ada cukup membuat Sumarji tidak bisa berkutik dan akhirnya Sumarji resmi di tahan oleh pihak kepolisian dengan tuduhan penyeludupan.
Dunia seperti runtuh, ketukan palu bagaimana godam menghantam kepala. Dua puluh lima tahun penjara, Sumarji yang tidak kuat menerima langsung pingsan impian membahagiakan anak istri harus pupus.
Dari sejak itu Sumarji sebenarnya tidak pergi merantau tapi berpindah tempat ke rutan, Sumarji di jatuhi hukuman dua puluh lima tahun penjara kabar penangkapan Sumarji tidak tersebar luas.
Penyesalan selalu datang terlambat, seandainya mendengar kata-kata sang istri tentu semua tidak akan terjadi, penyesalan menggerogoti batin Sumarji, hidup hari hari Sumarji penuh penyesalan hingga akhirnya mengidap penyakit TBC.
Seharusnya besok masa hukumannya sudah berakhir, tapi apa boleh buat takdir berkata lain.
Sumarji menghembuskan nafas terakhirnya pas di hari pernikahan sang putri, air mata Sumarji terus bercucuran saat menitip kan pesan terakhir pada sang teman yang selama ini jadi tempatnya berkeluh kesah tentang rindunya pada sang istri juga anak yang tidak pernah Ia lihat pertumbuhan nya.
" Sabar lah mar jangan ngomong macem macem besok kita bebas, apa kamu nggak mau ketemu anak istri mu?" ucapan penyemangat itu kembali di lontarkan Sartono demi sang teman tetap kuat.
" Ya aku rindu banget sama anak istri ku, tapi No aku sudah tidak kuat" ucapnya dengan nafas yang mulai tersendat.
" Tolong ya No" ucapnya kemudian diam, Sartono melihat bagaimana mata Sumarji tertutup secara perlahan.
Sartono menangis sejadi jadinya saat genggaman tangan Sumarji terlepas dan tangan itu terkulai jatuh, " Ya Allah Mar Innalillahi wa innailaihi Raji'un bangun Mar... " teriak Sartono mengguncang tubuh Sumarji.
Teriakan Sartono terdengar oleh napi lain, mereka berbondong-bondong menuju kebilik tempat Sumarji.
" Kenapa kang..?" tanya mereka yang melihat Sartono sedang memangku Sumarji.
" Sumarji sudah tidak ada" jawab Sartono, " Ya Allah tempat kan lah dia di tempat yang layak " batin Sartono kemudian memeluk tubuh kurus Sumarji.
Suasana langsung senyap mereka semua tahu apa yang menimpa Sumarji kenapa bisa sampai harus mendekam di penjara, semua yang mengenal menangis. Biar dia seorang tahanan tapi pada kenyataannya Sumarji hanyalah korban Dion.
Budi baiknya tentu tetap di kenang, kepala lapas yang kebetulan juga kenal baik dengan Sumarji langsung mengurus kepulangan jenazah Sumarji kekampung halaman.