Awalnya Daniel tidak ingin dijodohkan dengan Hannah wanita pilihan ibunya. Karena, dia sangat mencintai Shofia, kekasih sekaligus tunangannya. Daniel merasa kesal karena Isabella menuduh Shofia berselingkuh dengan klien bisnisnya. Sehingga, dia menolak permintaan ibunya, akan tetapi, saat keduanya bertemu Daniel berubah pikiran dan mau menikahi gadis itu. Sebab, Hannah adalah penolongnya pada saat dia kecelakaan dua tahun yang lalu. Meskipun dia telah memiliki seorang tunangan, tapi dia bertekad untuk menikahi gadis pilihan ibunya. Lalu, bagaimanakah kelanjutan hubungan keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A-yen94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IPJ-24
"Ibu dengar sendiri, kan? Nyonya Isabella bahkan tidak mau mengakuiku sebagai menantunya. Aku tidak tahan dengan semua penghinaan ini. Arhhhgh!" teriak Sofia.
"Kita datangi saja rumahnya, aku ingin meminta kejelasan tentang ini. Sebenarnya mereka mau apa?"
"Jangan bertindak bodoh, selama bertahun-tahun kita tidak menunjukkan wajah kita pada keluarga Daniel. Sekarang kita tunjukkan wajah kita, apa tidak akan terjadi apa-apa?" tanya Ayah Sofia sambil menatap wajah anak dan istrinya.
"Selidiki Daniel saja, Ayah. Aku curiga dia memiliki kekasih gelap. Karena, satu bulan ini dia tidak pernah menghubungi aku, ditambah uang bulanan yang selalu dia kasih, sekarang tidak pernah lagi dia berikan padaku. Tolonglah aku, Ayah!" kata Sofia manja.
"Baiklah putriku, Ayah akan berusaha sebisa mungkin."
"Terima kasih, Ayah!" kata Sofia sambil mengecup pipi Ayahnya. Tidak lupa iapun melakukan hal yang sama pada ibunya. Setelahnya, ia melenggang pergi.
"Suamiku, aku rasa memang Daniel itu telah memiliki pasangan. Bukan sekedar kekasih gelap, menurutku ini bahkan lebih dari sekedar itu. Ini seperti dia telah memiliki seorang istri. Buktinya dia tidak memberikan uang bulanan pada putri kita, tidak seperti biasanya."
Pria paruh baya itu menolehkan wajahnya pada sang istri, "Kau benar Istriku. Sepertinya ini tidak sederhana, kira harus menyelidiki sampai ke akar-akarnya."
"Baik Suamiku, aku harap anak kita bahagia. Anak kita layak untuk itu."
"Ya sudah, nanti akan pikirkan lagi. Aku akan berusaha semaksimal mungkin, anak kita harus bahagia. Percayalah, anak kita sudah sukses, aku yakin dia kan semakin bersinar. Ditambah ia selalu mendapatkan uang dari Daniel setiap bulannya, aku yakin uang itu ia kumpulkan dan juga berinvestasi di bidang fashion yang di gelutinya tersebut."
"Anak kita pintar, tidak seperti anak itu. Dia bodoh tidak bisa apapun, dia juga tidak berpendidikan seperti anak kita. Aku merasa kasihan, dia menderita seperti itu. Bahkan dia pun telah mati dengan sia-sia hahaha..." ujar Istri pria paruh baya itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Sementara itu, ada sedikit perasaan tidak nyaman di hati pria paruh baya itu. Sebab bagaimanapun juga anak gadisnya telah tiada, jadi ia merasa bersalah dengan apa yang telah ia perbuat dulu.
"Oh iya Suamiku, bagaimana kalau kita makan malam di luar. Aku bosan dengan menu masakan yang telah dibuat oleh para juru masak."
"Baiklah Istriku, sebaiknya kita makan di luar sesekali tidak apa-apa. Oh iya, bagaimana perkembangan bisnismu?"
"Lumayan, penjualan aksesoris rambut begitu laku di pasaran. Aku rasa kita harus meminta Sofia untuk mendesainnya lagi. Semakin baru, semakin banyak yang minat. Sofia memang hebat ya, Suamiku. Dia sangat membanggakan, bukan?"
"Kenapa rasanya saat Istriku memuji Sofia, aku jadi teringat tentang anak itu. Anak yang tidak pernah aku harapkan, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Perasaan bersalah atas kepergiannya membuatku semakin menginggatnya, dia yang berteriak meminta tolong dan juga dia yang menangis melihat kepergian ku. Padahal, aku sudah memiliki segalanya, istri yang baik, anak-anak yang cantik dan tampan. Nyaris sempurna, tapi entah mengapa aku tidak bahagia? apa yang sebenarnya terjadi?" batin Ayah Sofia.
"Tuan Cooper, dan Nyonya Cooper, silakan dinikmati pesanannya, ya!"
"Terima kasih!"
"Sama-sama!" jawab pelayan itu lalu berlalu pergi.
"Rasanya nikmat ya makan berdua. Dulu, kita harus sembunyi-sembunyi untuk makan berdua."
"Sekarang sudah tidak lagi, kan? Kita bebas, tidak ada beban ya."
***
Hannah memperhatikan Daniel yang sedari tadi begitu sibuk dengan laptopnya. Ia menopang dagunya, dan tersenyum manis. Lalu, dengan sengaja ia menyentuh pipi suaminya, dengan jari telunjuknya.
"Kakak sibuk sekali, aku hampir bosan. Bisakah Kakak memberiku pekerjaan?"
Daniel tersenyum tipis ia kemudian mencium kening sang istri,"Kamu tidak perlu bekerja, diam saja dan duduk manis. Oh iya, uang yang aku berikan bagaimana?"
Hannah menatap wajah suaminya, "Aku kirim uang ke Kakek 300 juta. Sisanya aku tabung, aku bingung mau membeli apa. Kakak dan Mama sudah memberikan fasilitas lengkap padaku, apalagi yang aku butuhkan?" ceplosnya.
"Dia memang wanita yang sederhana." batin Daniel.
"Baiklah, karena ini sudah satu bulan. Aku sudah mengirim uang lagi pada rekening kamu, Sayang. Jadi terserah kamu mau beli apa saja, jangan khawatir. Aku ini kaya!"
Hannah menganggukkan kepalanya, "Aku akan simpan uangnya, barangkali saja untuk keperluan mendadak."
"Istriku memang terbaik, oh iya aku punya kejutan untuk kamu. Ayo ikuti aku." ujar Daniel bangkit sambil menggendong tubuh sang istri.
Hannah memeluk leher suaminya, agar ia tidak terjatuh. Daniel kemudian mendudukannya di sofa panjang kamar hotel ini, ia meminta sang istri agar duduk terlebih dahulu, dan ia akan mengambil sesuatu untuknya.
"Baiklah, ini dia. Pejamkan matamu, Sayang!" ujar Daniel. Pria itu menyibakkan rambut sang istri, kemudian ia memasangkan kalung padanya.
Hannah merasakan itu, ia lalu memegang kalung tersebut.
"Sekarang kamu bisa membuka matamu!"
"Ya Tuhan, ini cantik sekali, Kak. Aku menyukainya. Terima kasih, Kak Daniel!" Hannah mengecup pipi sang suami, dan memeluknya erat. Daniel pun membalasnya dengan mengecup pipinya.
"Kamu suka?"
"Bagaimana Kakak bisa dapatkan warna merah muda? Ini kan warna favoritku, Kak. Terima kasih ya!" ujar Hannah ceria sambil mengecup pipi sang suami.
"Pasti Kak Daniel juga sering membelikan hadiah untuk Nona Shofia. Ah masa bodoh, aku kan istrinya. Aku tidak akan merelakan Suamiku kembali padanya lagi. Dia wanita jahat, aku tidak boleh membiarkan Kak Daniel bersama wanita itu lagi." batin Hannah
"Sayang, kamu tunggu sebentar ya. Kakak mau menghubungi Benny dulu."
"Jangan bohong, Kakak mau menghubungi Nona Shofia, kan?"
Daniel menyipitkan matanya, "Loh kok tiba-tiba cemburu begitu? Aku sungguhan Sayang, lihatlah ini kontak Benny bukan yang lain." ujarnya dengan sedikit nada yang meninggi.
"Sabarlah Daniel, Istrimu sedang sensitif. Kata Mama, wanita hamil memang begitu." batin Daniel.
"Aku mau lihat!" kata Hannah memaksa. Entah mengapa semenjak hamil ia begitu sensitif, apalagi setelah kejadian kemarin saat Daniel dan Sofia bertemu. Membuat perasaannya tidak karuan, dan ia kesal karena tingkah suaminya yang membiarkan dirinya di sentuh oleh wanita lain, selain dirinya.
"Sepertinya, ini bukan kamu yang marah. Tapi, ini anak kita yang melarang itu."ujar Daniel sambil mengusap lembut puncak kepala sang istri.
"Maaf Kak, aku semakin hari semakin was was dengan semua ini. Aku takut, kalau aku jadi janda. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, selain keluarga ini, dan juga Kakekku."
"Kamu boleh menunjukkan kelemahan kamu padaku, tapi jangan jangan pernah menunjukan kelemahan kamu, pada yang lain. Aku tidak ingin, kalau kamu dikucilkan oleh mereka, paham!"
"Iya Kak, paham. Terima kasih, Suamiku!" ujar Hannah mengecup pipi Daniel.
Sementara itu Daniel terkejut, dengan apa yang dikatakan sang istri,"Apa? Katakan sekali lagi kaku bilang apa?"
Bersambung...
nyatanya masih dimalam itu baru kenalan😆
tau tau udah lebih dari seminggu di apart Daniel,