Amara Olivia Santoso, seorang mahasiswa Teknik Industri yang sedang berusaha mencari pijakan di tengah tekanan keluarga dan standar hidup di masyarakat. Kehidupannya yang stabil mulai bergejolak ketika ia terjebak dalam permainan seniornya Baskara Octoga.
Situasi semakin rumit ketika berbagai konflik terjadi disekitar mereka. Novel ini menceritakan tentang kisah cinta remaja, persahabatan dan kehidupan kampus.
Reuni
Alysa berjalan terhuyung ke arah Angga yang tengah berdiri diantara kerumunan, tangan munggilnya terlihat membawa standing flower sebagai hadiah ucapan atas di bukanya coffeshop milik Angga.
“Angga, sukses buat coffeshopnya yaaa,” Alysa mengulurkan tangan yang langsung disambut ramah oleh Angga.
“Makasih loh Sa, Ya Ampun repot-repot. Sana kebetulan anak yang lain udah pada dateng, mereka pada kumpul di outdoor kalo mau nyusul” Kata Angga mengarahkan.
Dan benar saja, ini terlihat lebih mirip reuni kelas dari pada acara Grand Opening caffe. Karena sebagian besar tamu di dominasi oleh muka-muka familer yang nampak menua dan sebagian lagi mungkin adalah pasangan mereka.
Aroma kopi yang diseduh bercampur dengan manisnya kue membuat suasana menjadi tambah hangat ditemani alunan music dari band indie. Sungguh perpaduan yang tepat untuk menghabiskan waktu sore ketika jenuh dari rutinitas dunia.
Alysa duduk di ujung, sudah lebih dari setengah jam yang lalu ia hanya bertopang dagu, mendengarkan obrolan teman lamanya yang saling bersahutan sangat asik, tapi tidak baginya. Ia masih berharap Baskara akan datang. Beberapa kali pintu terbuka, orang datang silih berganti namun tetap saja ia menoleh untuk memastikan.
“Krek” Suara pintu terbuka.
Kali ini, senyumnya merekah. Baskara yang berdiri di ambang pintu kini langsung di sambut sorak riuh dari teman-teman lelakinya. Kapten futsal sekolahnya itu ternyata masih memiliki pengaruh yang dahsyat diantara alumni.
“Dari mana aja Bas, baru kelihatan” Teriak salah satu temennya.
Alysa tersenyum getir saat melihat Baskara lebih memilih berjalan ke arah para lelaki ketimbang ke arahnya meskipun dia sudah melambaikan tangan dengan antusias.
“Hahaha aman bro, ngilang dulu bangun peradaban biar kayak si Angga tiba-tiba jadi Bos besar” Sahutnya sembari melakukan tos pada teman yang ia lewati.
Baskara terus berjalan, mencari tempat duduk dengan sandaran. Punggungnya pegal akibat terlalu capek ketika bekerja. Harusnya sabtu seperti ini dia gunakan untuk istirahat, namun demi Angga ia rela keluar dari rumah untuk bersosialisasi.
Yudhis mendekat kemudian menepuk pundak Baskara, “Ehh gimana itu Alysa? Kata Biyungku kemaren dia mau bunuh diri beneran?” Bisik Yudhis tepat di telinga Baskara.
Baskara yang merinding, mencondongkan badannya sedikit menjauh dari Yudhis karena geli.
“Beneran? Demi apa Bas? Kamu ngapain anak orang?” Tanya Angga.
“Lahh kok jadi aku? Kan aku udah putus dua tahunan gimana sih?” Jawab Baskara sebal.
“Dasar si Angga ngga update berita. Kan Baskara dulu di selingkuhin sama temen kampusnya pas sekitar akhir semester satu” Sahut Yudhis dengan suara lantang. Membuat semua mata tertuju padanya.
“Lah si anjir malah kayak toa masjid” Angga reflek menginjak kaki Yudhis mencoba memberi kode.
Alysa langsung berdiri, mukanya merah padam. Ada sedikit rasa malu yang mendominasi kemarahannya. Tanpa pamit dan permisi dia berlari meninggalkan acara Angga begitu saja.
***
Sudah beberapa kilometer jauhnya sejak ia meninggalkan tempat itu, namun amarah Alysa masih tertinggal dan melekat. Setelah membayar tiket dari para petugas yang berjaga di pintu masuk, kini ia menepikan mobilnya di dekat pantai tempatnya biasa melepas emosi.
Alysa mengendus kasar, nafasnya masih memburu. Kepalanya di jedotkan ke sandaran jok mobilnya kasar. Ia sangat marah, matanya masih berkaca-kaca ketika mengingat Yudhis. Ingin rasanya dia kembali dan melenyapkan Yudhis saat itu juga meskipun semua yang di ucapkan Yudhis adalah fakta.
“Toktok” Suara jendela mobilnya di ketuk.
Alysa menoleh, dilihatnya Baskara yang kini berdiri menunggunya. Dengan malas ia pun menurunkan kaca mobilnya.
“Ada apa?” Tanyanya datar, ia masih kesal karena Baskara tidak membelanya sama sekali di hadapan teman-temannya.
“Gapapa, memastikan gaakan ada kasus bunuh diri di pantai ini lagi” Sarkas Baskara yang kini berjalan ke depan. Kali ini dia memilih untuk duduk di atas kap mobil Alysa.
Alysa turun dari mobilnya, mengikuti dari belakang kemudian duduk sejajar dengan Baskara.
“Aku pikir kamu ngejar kesini karena care sama aku” Ucap Alysa.
Spontan Baskara tertawa terbahak, “Kurang-kurangin deh sifat kepedeanmu itu” Katanya.
Alysa tersenyum menatap Baskara yang tertawa sumpringah meskipun saat ini ia adalah objek yang di tertawakan.
Cukup lama mereka terdiam, ada sedikit rasa canggung terutama dari diri Baskara. Yang jelas sejak tadi ia hanya menatap ke arah dermaga beton yang mengarah ke laut.
“Kamu masih inget ngga waktu kelas delapan kamu nembak aku di ujung dermaga sana?” Ucap Alysa antusias mencoba mencari topik pembicaraan.
“Iyaa inget, terus kenapa?” Tanya Baskara datar.
“Katamu dulu, kamu milih dermaga ini karena sejauh apapun kamu pergi kamu bakal tetep kembali ke sini. Seperti kapal yang akan selalu berlabuh ke dermaga, akan ada saatnya untuk pulang” Kata Alysa.
Baskara melirik sekilas ke arah Alysa, “Tapi nyatanya ombak yang menghantam dermaga lama kelamaan bisa merobohkannya juga Sa. Selain di bangun dengan kokoh, kita juga harus selalu melakukan maintenance biar tidak ada kerusakan dan tetap berfungsi dengan baik. Tapi ini semua bukan tentang dermaga”.
Alysa tersenyum getir, “Kayaknya emang udah ngga ada space aku lagi di hatimu ya Bas?”.
Baskara menghembuskan nafasnya gusar, “Tetep ada Sa, tapi aku simpan jauh di bawah sana deket empedu”.
“Yahh pahit dong” Alysa tertawa kaku, mencoba mencairkan suasana.
“Bakalan ada cowo baik yang bakalan ada buat kamu Sa, kamu calon dokter masa depanmu pasti bagus” Kata Baskara sembari menepuk pundak Alysa.
“Kalo di pikir lagi, keknya kita emang cocok kalo jadi sahabat kayak gini yaa. Kalo jadi pacar, aku pasti bakal sering gampangin kamu, soalnya kamu orangnya terlalu baik gini. Beruntung banget Amara ketemu kamu saat udah di usia dewasa gini” Desis Alysa.
“Aku yang beruntung bisa ketemu sama dia Sa, kalo ngga ada dia, mungkin aku masih menutup diri dari lingkungan luar” Ucap Baskara.
“Ck” Alysa bedeham pelan.
“Kenapa lagiii” Protes Baskara.
Alysa mengehembuskan nafasnya pelan, “Temenin aku jalan ke ujung dermaga sana yuk?” Pinta Alysa, “Kali ini sebagai sahabat” Lanjutnya.
“Hmmm okay” Jawab Baskara yang langsung berjalan ke arah Dermaga. Disusul Alysa yang berlari pelan di antara pasir putih yang hampir menenggelamkan kakinya setiap melangkah.
“Tungguin kenapa sih Bas” Teriaknya pada Baskara.
Baskara hanya menoleh sekilas, “Makanya sesekali olahraga” Teriaknya yang kini sudah hampir di tengah dermaga.
Alysa tersenyum tipis, kini ia meraih ponsel yang berada di dalam tas kecilnya. Dengan sengaja ia mengambil beberapa potret Baskara dari belakang dan potret wajahnya bersama Baskara yang berjalan membelakanginya.
“Buruan Sa, ngapain berhenti disitu” Tegur Baskara yang kini sudah sampai di ujung.
“Iyaa Bawel, lagi bales chat dari Mama” Jawab Alysa setengah berteriak.
Dengan sigap, dia membuka Instagram dan mencari akun milik Amara. Kini dengan lancangnya dia mengirim foto-foto yang baru ia ambil dengan sebuah pesan, Pinjem pacarnya dulu yaaa.