NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:10.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26. Minggu

Udara pagi yang segar di hari minggu, membuat beberapa orang mulai berkumpul untuk olahraga. Menikmati waktu libur sebelum kembali berperang dengan berbagai tugas dan rutinitas di hari esok.

Seperti biasa, Sandy juga selalu menyempatkan diri untuk jogging atau bersepeda seorang diri.

Sebelum berlalu, tak lupa dia mengunci pintu kamar kost dan pergi berlari santai ke arah lapangan. Sesekali dia bersenandung kecil, mengikuti irama lagu dari benda kecil di telinga.

Satu dua orang menyapa, Sandy berhenti untuk sedikit berbincang dan kembali melanjutkan perjalanan.

Langkahnya ringan, meski hati terasa penuh oleh berbagai pertanyaan tak berujung.

Tak terasa, dirinya sudah sampai di lapangan yang terlihat ramai.

Kumpulan emak-emak dengan pakaian senada, menggerakkan anggota tubuhnya mengikuti irama musik dan seorang instruktur dengan kostum berbeda.

Sementara para bapak, memilih jogging mengelilingi lapangan dan berhenti sejenak menatap kumpulan kaum hawa di tengah lapangan.

Sandy menggeleng pelan, saat melihat tingkah seorang pria botak dan pria berambut gondrong, diam-diam mengambil gambar wanita dengan pakaian ketat, yang memperlihatkan lekuk tubuh dan mengekspos bagian terlarangnya. Tak sengaja, Sandy mendengar percakapan mereka, dan entah mengapa, mulutnya ikut menimpali.

"Pak, inget umur. Inget anak istri di rumah. Gusti, udah tua, masih paham bener sama yang bening. Tobat, Pak. Tobat."

"Eh bocah, kau kata apa? Inget anak istri? Kami berdua duda, istri minggat. Anak ikut Emaknya," sahut si botak dengan wajah kesal dan tangan terkepal.

"Lagian kamu mah masih bocah ingusan, belum ngerti pahitnya berumah tangga." Si gondrong turut membuka suara, membuat Sandy kembali menimpali.

"Maaf ya, Pak. Tapi saya nggak ingusan kok. Saya mah ganteng. Dadah." Sandy melambaikan tangan dan berlalu pergi meninggalkan dua wajah yang keheranan menatap punggungnya yang menjauh.

Gimana bini nggak minggat, kelakuan aja gitu. Rekam-rekam cewek sexy, bahas tubuh perempuan seenak jidat. Ya emang, gue belum ngerti pahitnya berumah tangga, tapi gue udah rasain nggak enaknya keadaan itu, meski bukan karena orang ketiga di antara bapak dan ibu. Ah, jadi kangen kan?

Pak, Bu. Kapan kalian datang lagi ke mimpi? Anak gantengmu kangen banget.

Sandy menghentikan percakapan batinnya, saat di depan sana, dia melihat dua orang yang tak lagi asing di benaknya.

Ngapain mereka? Kok bisa?

Di lain sisi, Aksara duduk tenang dengan botol air mineral di tangan. Sementara di sampingnya, Vita sibuk mengarahkan layar ponsel ke sana kemari, mencari angle yang tepat untuk mendapat hasil terbaik.

"Jelasin sekarang atau hape lo gue lempar!" gertak Aksara tanpa menoleh. Tatapannya masih lurus ke depan, mengamati seseorang yang juga tengah memperhatikan dirinya.

Vita bergegas menyimpan ponselnya lalu mulai menceritakan tentang Nayna. Sesekali dia menyelipkan kalimat hasil karangan sendiri, agar terkesan Nayna begitu cinta pada pemuda di sampingnya.

Aksara tak memberi respons apa pun, namun hatinya menghangat kala mendengar jika Nayna begitu mencintainya. Senyum tipis terlihat sekilas sebelum Vita menyadari dan semakin banyak tanya.

"Gue akan bantu lo ketemu dia empat mata. Gue usahain itu di luar sekolah, biar nggak ada mata-mata yang ganggu kalian. Tapi setelah lo berhasil balik sama dia, gue minta, lo jangan bocorin soal gue dan bokap lo."

Aksara mengangguk pelan, lalu beranjak pergi dengan sepeda yang dia bawa.

Gue akan pastiin lo balik sama tu cewek, asal Om Wisnu tetep jadi donatur utama di hidup gue.

Vita menyeringai, membuka tutup botol dan menghabiskan sisa minumannya.

*

Hari minggu, adalah hari yang dinanti oleh keluarga kecil Rahmat. Karena di hari itulah, dia dapat berkumpul dengan anak istrinya tanpa disibukkan pekerjaan. Untuk itu, dia mengajak dua wanita di rumahnya untuk berlibur.

"Tapi Ayah kan masih sakit, istirahat aja di rumah, Yah. Nay temenin, kebetulan nggak ada tugas buat besok."

Nayna menyangkal ajakan sang ayah, sementara Siti hanya bergumam pelan, tanpa menoleh.

Rahmat meyakinkan putrinya jika dia sudah benar-benar sehat. Dia memperlihatkan kedua kaki yang telah sembuh seperti sediakala, juga lengan dengan luka lecet yang telah kering.

"Ayah bosen di rumah, Nak. Seminggu lebih lho, nggak boleh ngapa-ngapain. Kan Ayah juga pengin jajan, jalan-jalan juga. Di rumah bikin uban Ayah makin banyak, denger biduan nyanyi terus tiap hari."

"Sstt!"

Nayna cepat memberi isyarat telunjuk di bibir, dengan mata melirik ke arah Siti yang tengah fokus menonton sinetron di layar TV. Untung saja, adegan di TV lebih menarik, sehingga tak membuat telinga Siti menangkap suara suami dan anaknya.

Setelah dibujuk berulang kali, akhirnya Nayna meng-iyakan permintaan sang ayah. Dengan cepat, dia menyiapkan beberapa keperluan, sementara Siti dengan santainya menenteng ransel dan meletakkan di kursi.

"Lho, Bu. Kita liburan nggak ada sehari semalem. Kenapa bawa banyak baju kayak mau minggat?" Rahmat tertegun menatap Siti yang kembali sibuk dengan aktivitasnya.

"Kita mau ke rumah Mila, kan? Masa iya cuma berapa jam aja, paling juga kita menginap semalam dan pulang besok pagi."

"Tapi, aku kan sekolah, Bu. Sebentar lagi kenaikan kelas, takut ketinggalan pelajaran." Nayna memotong kalimat ibunya dengan mata mengarah pada sang ayah.

Rahmat memberi penjelasan dengan nada suara yang hangat, membuat Nayna mengangguk dan bersiap.

Mereka pergi dengan memesan travel dan melaju menuju kediaman Mila di luar kota.

Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di tujuan. Terlihat Mila, suami dan anak bungsunya sudah menunggu di beranda rumah.

"Gimana, Mbak Nay? Capek?"

Sekar memeluk sepupunya dan menggandeng gadis itu masuk. Sedangkan Rahmat dan Siti berjalan beriringan bersama Mila dan Anas -suaminya.

Mereka saling bertukar cerita dan Sekar dengan cepat membawa Nayna ke kamarnya.

"Nginep di sini kan, Mbak?"

Nayna mengangguk, "besok pagi pulang, Dek. Kan sekolah."

Raut wajah Sekar seketika berubah, gadis SMP itu melipat kedua lengan di dadanya.

"Kenapa sih nggak seminggu aja, atau sebulan gitu. Aku sendirian, sepi. Nggak ada temen."

"Kan ada Mas Wahyu, katanya dia pulang seminggu sekali," balas Nayna. Kedua tangannya sibuk mengaduk isi ransel, mencari sesuatu.

"Males ah, Mas Wahyu sekarang punya pacar, Mbak. Tapi belum pernah dibawa ke rumah. Katanya temen kuliah gitu ... Mbak nyari apaan?"

Sekar mendekati Nayna yang sejak tadi membelakangi dirinya.

"Oh, nggak kok. Bukan apa-apa, eh, Se. Anterin ke konter yuk. Paketanku habis nih," ujar Nayna sembari mengangkat ponselnya.

Selagi kedua gadis itu pergi. Para orang tua membahas sesuatu yang tengah mereka hadapi.

Mila berkata, jika kedua adiknya, Ratna dan Fitri kerap datang untuk meminjam uang.

"Ratna lagi bingung duit katanya, Mas. Fitri juga minta buat kirim ke anaknya di Amerika itu. Mereka bilang, ekonomi keluarga lagi seret."

Siti tersenyum kecil, merasakan sesuatu yang tiba-tiba hadir di hati. Momen itu tertangkap oleh Mila yang sempat melirik ke arahnya.

"Kenapa, Mbak?"

"Oh nggak papa, cuma keinget aja, waktu aku sama Mas-mu ke rumah dia minjem duit, tapi yang ada kami justru kena omel panjang lebar. Ternyata, dia butuh pinjaman juga," tutur Siti tanpa menyembunyikan ekspresi sinisnya.

Kaki Rahmat berulang kali menyenggol kaki sang istri, namun Siti hanya melirik tanpa menghentikan ucapannya.

Anas dan Mila tertawa mendengar penuturan itu, mereka juga tak percaya akan segala alasan yang dikatakan kedua adiknya.

Saat mereka masih berbincang, tiba-tiba saja ada seseorang yang muncul di ambang pintu dengan wajah memerah karena amarah.

"Oh, jadi kalian sekongkol, jelek-jelekin aku, nggak mau bantu saudara kesusahan? Iya? Tega banget kamu Mas, Mbak. Aku bener butuh duit. Dio minta transferan buat biaya kuliah. Kan kuliah di sana mah, mahal. Nggak semua orang mampu, apalagi kalau cuma pedagang ecek-ecek, yang duitnya kucel, lecek mirip yang punya."

Fitri melirik tajam ke arah Siti yang tetap cuek mengunyah cemilan, tanpa peduli ucapan adik iparnya.

Dengan congkaknya, Fitri berjalan ke arah Siti lalu merebut toples yang dipegang.

"Heh, Mbak! Miskin aja sok ngata-ngatain orang. Inget ya, Mbak. Mulai detik ini, aku nggak akan bantu apa pun! Nggak sudi!"

Dengan tenang, Siti melepas tangan Fitri dan meletakkan toples di meja. Meski sang suami menahan lengannya, namun wanita itu bangkit, berdiri sejajar dengan Fitri.

"Kamu bilang apa tadi? Mulai detik ini? Nggak akan bantu? Duh, duh, kamu mendem (mabuk) kecubung apa gimana? Emang kamu pernah kasih bantuan apa? Bahkan janjimu mau jatah bulanan dari Nayna bayi sampe sekarang, nggak pernah keluar tu duit. Inget ya, Nyonya Sigit Bramantyo. Cukup Mas-mu aja yang ngalahan, aku? Yo ndak mau la," ucap Siti dengan senyum tipis di sudut bibir dan lirikan mata tajamnya.

"Cukup! Nggak usah sebut anak haram itu. Aku muak!" Fitri hampir berteriak. Wajahnya tak lagi pongah seperti awal datang.

Kali ini, entah mengapa, tiba-tiba Rahmat berdiri, menatap si bungsu lalu berkata dengan suara datar.

"Dia ada karena perbuatanmu, Mas harap kamu nggak melupakan itu."

Semua terdiam, termasuk dua orang gadis yang bersiap melangkah di ambang pintu.

***

1
Adifa
padma nama Kesayangan 🤩
Adifa
bukan Sahroni 😂
Iqueena
Etssss, ada tiga nihh🤣
Iqueena
Lah si Vita pengincar om2 ternyata
Iqueena
hahah, sabar dulu toh bu🤣
Iqueena
Oh ternyata memang temenan si om Rahmat ini sama bapaknya Aksara
CumaHalu
rasanya pengen ngejitak pala nih orang, enteng bener kalo ngomong.
Septi Utami
maksudnya menganggap seperti buah hati sendiri? jadi Nayna bukan anak kandung pak Rahmat dan bu Siti?
TokoFebri
loss Bu Siti..
TokoFebri
aku faham denganmu Bu Siti.. hihihi
TokoFebri
anjer.. velakor kecil..
Iqueena
Hahaha, aku suka Sandy yg begini, jangan sok cool ya Sandy wkk. 🥰
Bulanbintang: Aneh ya? 🤣
total 1 replies
Iqueena
Lah? urusan lu. Jangan mau om, udah kelewatan ni orang dua
CumaHalu
ambil sendiri dong pak😬
CumaHalu
ditanya baik-baik itu jawabnya baik dong, malah nyolot/Smug/
CumaHalu
Aku timnya Mercon, yang dingin keterlaluan dinginnya😄
CumaHalu
bisa AE ngelesnya San san🤣
CumaHalu
sudah kuduga pasti Sandy😍
Pandandut
wahhh kerennn mah
Pandandut
usir ajaaaaaaa nambah nambahin beban ajaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!