Tang Qiyue adalah seorang pembunuh bayaran nomer satu, dijuluki "Bayangan Merah" di dunia gelap. Di puncak kariernya, dia dikhianati oleh orang yang paling dia percayai dan tewas dalam sebuah misi. Saat membuka mata, dia terbangun dalam tubuh seorang gadis desa lemah bernama Lin Yue di Tiongkok tahun 1980.
Lin Yue dikenal sebagai gadis bodoh dan lemah yang sering menjadi bulan-bulanan penduduk desa. Namun setelah arwah Tang Qiyue masuk ke tubuhnya, semuanya berubah. Dengan kecerdasannya,kemampuan bertarungnya, dan insting tajamnya, dia mulai membalikkan hidup Lin Yue.
Namun, desa tempat Lin Yue tinggal tidak sesederhana yang dia bayangkan. Di balik kehidupan sederhana dan era yang tertinggal, ada rahasia besar yang melibatkan keluarga militer, penyelundundupan barang, hingga identitas Lin Yue yang ternyata bukan gadis biasa.
Saat Tang Qiyue mulai membuka tabir masalalu Lin Yue, dia tanpa sadar menarik perhatian seorang pria dingin seorang komandan militer muda, Shen Liuhan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayucanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Undangan dari Masa Lalu
Beberapa hari setelah pertemuannya di hutan, Lin Yue kembali menjalani hari-hari dengan waspada. Namun pada suatu hari, sebuah surat tiba di rumahnya. Surat itu tidak dikirim lewat pos atau dibawa oleh kurir. Surat itu diselipkan diam-diam di bawah pintu, basah oleh embun pagi, seolah datang dari bayangan malam.
Kertasnya tipis, usang, tapi tulisan di atasnya tajam, dengan tinta hitam yang seakan menantang.
"Kami menunggumu di kota pelabuhan. Datanglah sendiri, bawa apa yang tersisa dari nyalimu, Bayangan Merah."
Tanpa tanda tangan. Tanpa simbol, tapi Lin Yue tahu siapa yang mengirimnya. Itu berasal dari orang-orang yang masih mengingat siapa dia dulu. Bukan sebagai ibu rumah tangga, bukan istri atau ibu. Melainkan seorang pembunuh terlatih, aset, hantu dalam misi, Bayangan Merah.
Shen Liuhan membaca surat itu setelah Lin Yue menyerahkannya. Ekspresinya mengeras.
"Apa kau akan pergi?"
Lin Yue menatap jauh ke luar jendela, ke arah langit yang mendung."Aku harus. Kalau tidak, mereka akan terus datang, semakin dekat. Bahkan mungkin ke rumah ini."
"Aku ikut," ucap Shen Liuhan tanpa ragu.
Lin Yue menggeleng."Mereka hanya ingin aku. Kalau kau ikut, mereka bisa menjadikanmu senjata untuk menekanku."
"Aku tidak takut," bisik Shen Liuhan.
"Tapi aku yang takut," mata Lin Yue berkaca-kaca."aku takut kehilanganmu. Aku takut Yuhan kehilangan ayahnya. Kalian adalah hidupku sekarang."
Shen Liuhan akhirnya mengalah, meski hatinya berat. Ia memeluk istrinya erat, dan ketika pagi menjelang, Lin Yue memeluk Yuhan dan mengecup kening putranya.
"Jaga ayah, ya. Dan tetap jadi anak baik." bisiknya.
Pagi itu, dengan mengenakan pakaian hitam sederhana dan ransel kecil di punggung, Lin Yue meninggalkan rumah. Menuju kota pelabuhan. Menuju masa lalu.
Kota pelabuhan itu ramai dan penuh hiruk-pikuk, tapi Lin Yue berjalan seperti bayangan, menyusuri lorong-lorong sempit menuju gudang tua di ujung dermaga. Tempat itu tak berubah sejak dulu. Dindingnya kusam, bau garam dan besi berkarat menguar, dan udara dipenuhi ketegangan yang tak terlihat.
Beberapa pria sudah menunggu. salah satunya adalah Qi Liang.
"Kau datang juga," katanya, setengah kagum. "seperti dulu, selalu berani."
"Jangan panggil aku Bayangan Merah," sahut Lin Yue tajam."Apa yang kalian mau?"
Langkah kaki terdengar dari dalam gudang. Seorang wanita paruh baya muncul, rambutnya disanggul rapi, wajahnya tenang namun penuh tekanan. Matanya menyapu Lin Yue seperti memindai sebuah senjata.
"Yue," sapa wanita itu."kau masih seperti dulu. Tegas. Tapi kau lupa siapa dirimu."
"Aku tahu siapa aku. Aku bukan milik kalian lagi," jawab Lin Yue datar.
Wanita itu menyeringai."kamu kehilangan banyak aset. Kami butuh pemimpin, kau satu-satunya yang cukup kuat, kembalilah, pimpin kami."
"Tidak."
"Kalau begitu, kami akan ambil sesuatu yang membuatmu berpikir ulang."
Mata Lin Yue menyipit. Ia menghunuskan pisau kecil dari balik mantel."sentuh mereka, dan kau akan aku pastikan ini jadi terakhir kalinya kalian bernafas."
Wanita itu mengangkat tangan, memberi isyarat agar anak buahnya mundur.
"Baiklah, untuk sekarang. Tapi kau tidak akan selalu bisa melindungi mereka. Dunia ini berputar cepat, Yue. Kau tak bisa hidup selamanya di dalam mimpi."
"Mimpi ini aku perjuangkan dengan darah. Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun mengubahnya jadi mimpi buruk."
Wanita itu menyeringai lagi, lalu berbalik dan pergi bersama rombongan. Qi Liang berhenti sejenak, menatap Lin Yue seolah masih berharap ia berubah pikiran.
"Masih ada tempat untukmu," katanya lirih.
"Tempatku sudah ada. di rumah, bersama keluargaku."
Setelah semuanya pergi, Lin Yue berdiri sendiri di gudang itu. Angin laut meniup rambutnya, tapi pikirannya dingin dan tajam.
Ia tahu ini belum berakhir. Ancaman itu masih ada, tapi kali ini, ia sudah siap, ia tidak akan menunggu diserang, ia akan melindungi, ia akan bertarung.
Karena kali ini, ia tidak hanya bertarung untuk hidup. Ia bertarung untuk cinta, untuk rumah yang ia bangun dengan tangannya sendiri. Untuk kebebasan yang ia pilih sendiri.
Dan siapa pun yang berani mengusik itu, akan berhadapan dengan Bayangan Merah yang sudah bangkit kembali. Tapi bukan untuk organisasi, tapi untuk keluarganya.