11
Anggi Putri Nugroho, wanita cantik yang baru menyelesaikan pendidikan kedokterannya di usia 23 tahun. Memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi membuat Dokter Anggi tanpa segan menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk menakhlukan seorang laki-laki asing yang mereka temui di club. Hingga akhirnya kisah rumit percintaannya 'pun dimulai.
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Anggi, tidak ke rumah sakit?" tanya Bunda Gita saat melihat putrinya turun sarapan dengan piyama yang belum berganti.
"Aku sudah izin dengan Kak Zoe untuk tidak masuk hari ini, Bun."
"Oh, begitu. Tapi kenapa tidak masuk, sakit?"
"Tidak, sedang malas saja."
"Anggi!"
Anggi tertawa sumbang saat melihat wajah Bundanya yang sudah memerah menahan marah. Anggi langsung mengambil sereal yang sudah siap dan langsung melahapnya. Begitu selesai sarapan, Anggi hendak kembali ke kamar. Namun panggilan Ayah Ardan membuatnya menghentikan langkah.
"Iya Ayah?"
"Malas ke rumah sakit hari ini bukan karena galau 'kan?" tanya Ayah Ardan.
"Galau kenapa?" tanya Anggi bersikap seolah tidak paham
"Karena Ayah tidak menyukai pacarmu."
Tampaknya Ayah Ardan benar-benar menghabiskan masa muda dengan benar. Terbukti, hal semacam kegalauan saja bisa laki-laki itu ketahui dengan mudah. Seketika Anggi yang semula berusaha untuk tetap ceria menjadi tertunduk lesu. Tanpa kata, ia langsung menabrakkan tubuhnya untuk memeluk sang ayah.
Ayah Ardan memeluk putrinya begitu erat. Sebagai orang tua, ia tahu batasannya dalam mencampuri hubungan asmara putrinya. Tapi jika mengingat ucapan Morgan mengenai singkatnya waktu pertemuan mereka hingga pacaran, lalu ketidak pastian Morgan akan hubungan mereka yang akan dibawa ke mana membuat Ayah Ardan sangat tidak bisa membiarkan hubungan tidak jelas itu berlanjut.
"Aku tidak ingin memikirkannya lagi, tapi dia yang mendatangi pikiranku." ucap Anggi dalam pelukan sang ayah.
"Itu tandanya kau benar-benar mencintainya, Nak." sahut Bunda Gita.
Anggi melepas pelukannya dari sang ayah dan memandang bunda Gita, lalu beralih memandang ayah Ardan secara bergantian. "Tapi Ayah—"
"Kalau putri ayah benar-benar mencintainya, maka Ayah tidak bisa melarang lagi. Tapi satu pesan ayah, kalau kau merasa hubungan itu hanya jalan di tempat, maka segera putuskan hubungan itu. Karena laki-laki yang benar-benar mencintaimu pasti akan melakukan segalanya untuk bisa menjadikanmu miliknya seutuhnya."
"Maksud Ayah, Ayah mengizinkanku untuk bersama Morgan?" tanya Anggi memastikan.
"Hanya jika dia mau memperjuangkanmu."
*
Berada di ruangan yang nyaman tidak menjamin adanya ketenangan. Terbukti, saat ini Morgan tengah berada di ruang kerjanya sembari terus menghembuskan nafas kasar. Demi apapun, kegiatan receh Anggi yang kerap mengganggunya membuatnya seketika merindu. Setiap ponselnya berdering, ia langsung melihat dan berharap Anggi 'lah yang menghubunginya. Namun lagi-lagi kekecewaan harus ia rasakan saat melihat panggilan yang masuk bukan dari Anggi melainkan dari Sean, sahabatnya.
"Hm, ada apa?"
"Villa keluargamu yang baru kau beli itu dimana tempatnya?" tanya Sean.
"Villa? Jauh."
"Aku tidak bertanya jauh atau dekat, memang di mana tempatnya?"
"Di Bandung."
"Haish! Kenapa harus sejauh itu? Ya sudah, aku minta rekomendasi darimu saja untuk tempat liburanku bersama istriku." ucap Sean.
"Aku tidak peduli, cari saja sendiri." Morgan baru akan menutup panggilan lantaran kesal dihubungi hanya untuk bertanya tempat liburan. Namun Sean justru dengan segera menahannya.
"Aku benar-benar butuh rekomendasi darimu untuk mencari tempat liburan, ayolah Mor bantu aku."
"Hei pak tua, ingat kau itu sudah punya anak, jadi jangan bertindak seperti pengantin baru yang bisa pergi ke mana saja." maki Morgan.
"Aku tidak peduli. Ah iya aku baru ingat, perkebunan teh keluargamu yang di pelosok kota, apa masih ada?" tanya Sean. Tampaknya laki-laki ini benar-benar tidak peduli dengan kekesalan Morgan.
"Tentu saja ada, mana mungkin aku gadaikan."
"Siapa tahu saja kau berikan pada wanita-wanitamu." ejek Sean.
"Kau!"
"Sudahlah, lupakan kekesalanmu padaku. Dengar Mor, untuk dua hari ke depan aku akan mengajak istriku liburan dan Naina aku titipkan ada Anggi, jadi tolong bantu Anggi merawat Naina selama kami pergi, oke?"
"Hei kau pikir aku— Sial!" maki Morgan saat Sean memutus panggilan secara sepihak. "Apa dia jatuh miskin sampai-sampai harus memintaku mengasuh anaknya? Dasar sahabat laknat!"