Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Keputusan
Erland masuk ke kamarnya sudah dengan urung-uringan. Sementara Viola masih tetap tenang di belakang Erland.
"Vio!! Kamu sadar nggak sih sama yang kamu ucapkan tadi??" Erland menatap Viola dengan gemas. Ingin marah tapi tak bisa.
"Kenapa lo jadi sok-sokan bingung kaya gini?? Bukannya ini yang lo mau??"
Erland menganga tak percaya dengan pertanyaan yang di lontarkan Viola.
"Vi, Abang memang sangat ingin punya anak. Dari kamu pun Abang juga ingin. Tapi kamu sendiri kan yang masih terus memberi jarak di antara kita?? Jadi jangan berikan Ibu harapan palsu seperti yang pernah aku lakukan sama kamu Vi. Jika kamu ingin balas dendam, sama Abang aja. Jangan sama Ibu" Uvap Erland dengan memelas.
Viola mendekat pada Erland, berdiri tepat di depan pria itu.
"Lihat baik-baik dengan mata lo itu!! Apa gue terlihat kaya orang yang suka mengobral janji kaya lo?? Gue emang benci sama lo, tapi gue sayang sama Ibu dan kedua krang tua gue yang berharap pernikahan ini tidak berakhir begitu saja!!"
Viola melepas kontak matanya, lalu kembali menjauh dari Erland.
"Jadi kamu serius dengan apa yang kamu katakan ini Vi?? Kamu mau memulai rumah tangga kita dari awal, dan kamu mau membrikan aku seorang anak Vi??" Erland hampir saja pingsan saking bahagianya.
"Hemm, besok kita periksa kesuburan masing-masing. Gue juga harus pastiin kapan masa subur gue dulu, dan kapan waktu yang paling tepat untuk melakukan itu. Biar sekali langsung jadi, karena gue nggak mau melakukannya berulang-ulang sama lo"
GREPPP...
SERRR...
Tubuh Viola berdesir seketika karena pelukan tiba-tiba dari Erland.
"Makasih Vi, Abang bahagia sekali karena akhirnya kamu tidak lagi meminta cerai dari Abang"
Kepala Erland yang berada di pundak Viola membuat jantung Viola seakan jatuh sampai ke lambungnya. Posisi Erland yang memeluknya dari belakang hanya bisa membuat Viola menahan nafasnya.
"Lepas!! Gue mau tidur"
Viola lebih memilih menyelamatkan dirinya dari sesuatu yang bisa membuatnya kehilangan jantungnya.
"Maaf, Abang terlalu bahagia"
Viola membaringkan tubuhnya di sofa yang lumayan lebar di sana.
"Kenapa kamu tidur di sana Vi?? Kamu nggak mau tidur sama Abang di ranjang?? Atau biar Abang aja yang tidur di situ" Erland heran karena baru saja Viola mengatakan setuju untuk memperbaiki hubungan mereka. Tapi kenapa Viola memilih tidur di sofa.
"Lo sama istri lo pernah tidur di sini kan??" Erland mengangguk dengan polos.
"Gue nggak sudi tidur di tempat lo pernah berbagi peluh dengan istri lo" Viola langsung memejamkan matanya tak mau melihat reaksi Erland yang merasakan sakit pada hatinya.
Viola tetap berusaha tidur dengan tenang meski tak menggunakan selimut sekalipun. Meski sama sekali belum tertidur tapi Viola tetap diam di posisinya. Dia tidak mau Erland terus mengajaknya bicara. Baginya, keputusan yang baru saja dia ambil cukup menguras hati dan pikirannya.
Tapi tak kama kemudian, Viola merasakan sesuatu yang menutupi tubuhnya, yang dia yakini adalah selimut. Viola juga yakin siapa pelakunya, siapa lagi kalau bukan Erland.
Viola juga merasakan sofa di sisinya sedikit bergerak yang menandakan Erland duduk di tepinya.
Sentuhan tangan yang begitu ringan mengenai kulit pipinya. Menyingkirkan anak anak rambut Viola dari sana.
"Maafkan semua kesalahan Abang Vi. Abang sudah begitu jahat kepadamu. Tapi terimakasih karena kamu mau memberikan kesempatan Abang untuk memperbaiki semuanya dengan mempertahankan pernikahan ini"
Erland membetulkan selimut yang menghangatkan Viola lagi dengan benar.
"Selamat tidur cantik"
Semua kalimat itu di dengar Viola dengan jelas meski Erland sedikit berbisik. Mungkin karena Erland takut membangunkan Viola.
Tapi Viola tatap mencoba tenang dan tak peduli dengan semua kata manis itu.
*
*
*
Keesokan harinya, Erland mengantarkan Viola lebih dulu sebelum berangkat ke kantor. Pagi ini Erland juga terus mengumbar senyumnya meski Viola masih terus bersikap dingin padanya.
"Vi, kapan kamu akan pindah ke rumah Abang??" Tanya Erland memecah keheningan.
Tatapan tajam langsung menyambut Erland ketika pertama kali mengeluarkan suara.
"Terserah!!" Ketus Viola kembali membuang mukanya kesamping.
Erland tersenyum tipis walau jawaban Viola tak mengenakan hati. Tapi Erland sudah cukup senang karena mereka akan hidup bersama-sama dalam satu rumah.
"Kalau gitu malam minggu besok ya?? Abang jemput kamu di rumah, Abang kasih waktu dulu buat kamu sama Mami dan Papi melepas rindu"
"Hemm" Viola menjawabnya hanya dengan bergumam.
"Nggak usah turun, langsung berangkat aja. Gue bisa masuk sendiri!!" Viola langsung ingin membuka pintu mobil namun di tahan oleh Erland.
"Abang antar, sekalian minta ijin sama Papi dan Mami kalau mau bawa pergi anaknya"
"Ckkk...ngebet banget sih. Pemaksa!! Dulu aja nggak mau, sekarang butuh" Cibir Viola.
"Iya-iya Abang minta maaf" Tangan Erland bergerak menyentuh kepala Viola dan mengusapnya dengan lembut, namun Viola langsung menghindar dan memilih keluar lebih dulu.
"Hufffttt..." Helaan nafas kasar dari Erland mengekspresikan penolakan dari Viola.
"Assalamualaikum, Papi, Mami Abang. Vio pulang" Viola mendapati ketiganya duduk di meja makan.
"Wah yang udah mulai akur, pakai nginep segala" Cuit Vino yang sedang menikmati sarapnnya.
"Apaan sih Bang, rese amat!!"
"Kalian sudah sarapan?? Sini makan bareng sama kita Er" Ajak Dito pada menantunya.
"Sudah kok Pi, tadi kita sudah sarapan di rumah Ibu" Ucap Erland tapi dia mengambil posisi duduk di samping Vino. Sedangkan Viola tatap berdiri di antara Papi dan Maminya.
"Ya sudah kalau begitu" Erland menunggu mereka semua untuk menyampaikan maksudnya.
"Papi, Mami, sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan" Ucap Erland setelah melihat Dito menyelesaikan sarapannya.
"Apa itu Er??" Vio dan Vino juga melihat ke arah Erland.
"Maaf kalau ini terlalu cepat Pi, tapi saya mau minta ijin membawa Viola ke rumah kami"
"Hah, lo mau bawa adek gue satu rumah sama istri pertama lo Er?? Nggak salah lo??" Yang menanggapi Erland pertama kali justru Vino.
"Lo yakin mereka bakalan baik-baik aja kalau jadi satu??" Vino bertanya lagi.
"Mau gimana lagi Vin?? Kalau mereka berbeda rumah, gue bakalan lebih sulit ngatur waktu baut mereka berdua" Jelas Erland.
Mereka terdiam sejenak, sepertinya Vino mulai menyetujui apa yang Erland katakan.
"Kalau Papi terserah Vio saja. Selama dia bisa menerima dan yakin mau ikut kamu, Papi tidak memaksa. Kalau pun Viola tidak mau Papi juga tidak akan menuntut Viola ikut ke rumah kamu" Meski sebenarnya berat tapi Dito tidak mungkin terus menahan putrinya. Karena rumah tangga mereka juga harus tetap berjalan.
"Bagaimana Vi?? Kamu mau ikut Erland??" Tanya Maminya.
Viola hanya mengedikkan bahunya saja kemudian berlalu pergi.
Jawaban ambigu dari Viola membuat ke empat orang itu hanya bisa menghela nafanya.
bisa....bisa ...
emansipasi wanita anggap aja😁😁
mana bisa keguguran hamil juga ngga....