Rebecca Alveansa adalah seorang model cantik yang lagi naik daun. Karir yang bagus harus terhenti sejenak karena kejadian yang tak terduga.
Ia terjebak cinta satu malam bersama seorang pria yang tak dikenalnya, sehingga membuatnya hamil dan melahirkan dua bayi kembar yang terpaksa ia rahasiakan keberadaannya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Siapakah pria itu? Apakah sang bayi dapat bertemu dengan sang Ayah? Baca kisahnya hanya di sini ya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neoreul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BRSM 27
Reigner berjalan menuju ke kamar Ibunya. Sang Ibu sudah kerap kali mengadakan kencan buta untuk Reigner. Teresa selalu mencarikan wanita untuk putranya. Namun, kencan tersebut tidak pernah berhasil karena Reigner selalu menolak tanpa memberikan alasan.
"Ada apa Mom?" tanya Reigner pada Ibunya.
"Cepat jelaskan apa yang terjadi? Mengapa gadis kecil itu hampir mirip denganmu?" ucap Teresa penasaran.
Reigner tertawa mendengar pertanyaan Ibunya. Ternyata sang Ibu juga mengakui kalau Evelyn mirip dengan wajahnya. "Karena dia putriku Mom. Gadis kecil itu memang cucumu."
Teresa semakin terkejut, dia membalikkan badan dan duduk di samping Reigner. "Bagaimana bisa? Kapan kamu berkencan dengan seorang wanita Rei?"
"Mom pikir, apa alasan Reigner tidak pernah hadir dalam kencan buta yang Mom buat?"
"Bodoh, mana Mom tahu. Kamu tidak pernah memberi alasan apapun kepada Mommy. Membuatku emosi saja," sahut Teresa kesal.
"8 tahun lalu ada suatu kejadian yang fatal Mom. Aku telah meniduri seorang gadis. Hal itu terjadi di bawah kendaliku. Pada waktu itu, aku sedang dalam pengaruh obat. Jadi aku melakukannya tanpa perasaan. Lalu terjadilah hal itu. Aku merenggut kehormatan seorang gadis secara paksa. Tapi sayang, dia kabur sebelum aku sadar. Kalau saja dia tetap tinggal, pasti aku akan bertanggung jawab. Aku sudah mencarinya kemanapun, Mom. Namun, hasilnya nihil," ucap Reigner menjelaskan rahasianya.
Teresa memijat kepalanya lagi. Dia semakin pusing dengan penjelasan yang Reigner berikan. "Mom, tidak menyangka kalau kamu mempunyai rahasia besar. Lalu kamu menyembunyikan rahasia itu dari Mommy."
"Maafkan aku Mom. Semenjak kejadian itu, aku malas berhubungan dengan wanita manapun. Meski hanya sekali aku masih mengingat jelas kehangatan itu Mom. Tapi sekarang, aku sudah menemukan gadis itu. Lewat malaikat kecil tadi Mom. Dia yang mencariku, aku tidak menyangka akan mempunyai keturunan yang sangat cerdas," ucap Reigner senang, dia sangat bersyukur sekali.
Teresa melihat wajah bahagia Reigner. Wajah itu mampu membuat hatinya tenang. Sikap dingin bertahun-tahun itu seperti sirna dengan begitu cepat.
"Apa kamu yakin dia itu anakmu Rei? Kamu sudah tes DNA?" tanya Teresa sekali lagi.
"Sebenarnya tanpa tes pun sudah sangat jelas hasilnya Mom, bahkan sangat akurat. Tapi untuk pembuktian tertulis aku sudah mengajukan tes DNA tadi siang dan hasilnya akan keluar besok," jelas Reigner secara rinci.
Reigner berdiri dan ingin keluar dari kamar Ibunya. "Mom, sudah dulu. Aku ingin menemani Manis ku di kamar."
"Kenapa kamu memanggilnya dengan sebutan "Manis" Rei?"
"Itu karena permintaannya sendiri Mom! Dia tidak ingin dipanggil si cantik. Aneh bukan?" Setelah itu Reigner keluar dari kamar Ibunya. Dia ingin melihat Evelyn di kamarnya.
Sesampainya di lantai atas, Reigner langsung masuk ke dalam. Dia mencari Evelyn di dalam ruangan namun tidak ada. "Evelyn, kamu dimana?" seru Reigner dengan melihat ke sekeliling.
Reigner melihat ke kamar mandi dan juga balkon namun tidak ketemu, kemudian dia menuju ke kolam renang samping kamar. Ternyata Evelyn sedang berenang.
"Evelyn ternyata kamu di sini. Tahukah kamu kalau Uncle sangat khawatir," seru Reigner mengagetkan Evelyn.
"Uncle, betapa kagetnya aku. Bisakah Uncle ketuk pintu dulu kalau ingin masuk," sahut Evelyn dengan nada ketus.
Reigner terkekeh, bisa-bisanya dia dimarahi oleh seorang gadis kecil. "Hei, apa kamu lupa ini rumah siapa? Hem?"
Evelyn melirik Reigner, kemudian dia tersenyum dengan sangat lebar. "Iya aku lupa kalau ini rumah Uncle!" jawab Evelyn dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sudah tidak apa-apa! Ayo sudah berenangnya, nanti kamu bisa masuk angin! Ada seseorang yang penasaran sama kamu, Baby," ucap Reigner mengangkat tubuh mungil itu.
"Siapa Uncle?"
"Kamu pasti tahu dia siapa?" sahut Reigner dengan mengerlingkan mata.
Setelah itu, Evelyn masuk ke dalam dan dia mandi untuk membersihkan tubuhnya. Selesai mandi, Evelyn memakai baju yang sudah dipersiapkan Reigner. Satu set piyama bermotif lebah telah menempel di tubuh kecil Evelyn.
Reigner menggandeng putrinya turun ke bawah untuk makan malam bersama. Di meja makan terlihat Teresa yang sedang sibuk menyiapkan semua sajian.
"Selamat malam, Grandma!" sapa Evelyn dengan ramah.
"Selamat malam, Evelyn cantik! Sini, Grandma sudah mempersiapkan makan malam. Ayo kita makan bersama!"
"Grandma, please jangan panggil Evelyn cantik ya! Panggil saja Evelyn manis!" ucap Evelyn memprotes Teresa.
Teresa terdiam lalu melirik ke arah Reigner. Pria itu hanya mengangkat bahunya ke atas sembari tersenyum.
"Baiklah, Grandma akan memanggil mu, Manis. Kamu ingin makan apa, Sayang?" Teresa bertanya pada Evelyn.
Evelyn duduk dan melihat semua menu. Dia menunjuk makanan yang diinginkannya. "Aku ingin makan ini, ini, dan ini, Grandma."
"Oke, Grandma ambilkan untukmu. Sini biarkan Grandma menyuapimu, Sayang!" seru Teresa senang.
Evelyn makan dengan wajah gembira. Sifatnya yang humoris bisa membuat Teresa tertawa. Reigner senang melihat pemandangan itu di depannya.
"Aku harus bisa mendapatkan hati Rebecca dan juga putraku. Mereka harus merasakan kebahagiaan ini juga," ucap Reigner dalam hati.
Di Tempat Lain.
Rebecca mengetuk pintu kamar Excel. Namun, tidak ada jawaban. Pintu itu terkunci sejak siang dan dalam keadaan sepi.
"Excel, buka pintunya Nak! Ayo kita makan malam. Maafkan Mommy, Sayang. Excel buka pintunya!"
Sudah 10 menit Rebecca terus mengetuk pintu itu. Hingga membuatnya sangat khawatir. "Excel kalau kamu tidak membuka pintu, Mommy akan menyuruh satpam untuk mendobrak pintu ini! Excel kamu mendengarkan Mommy tidak, Nak?"
Rebecca semakin khawatir, kemudian dia memanggil satpam untuk mendobrak pintu itu. "Pak, tolong dobrak pintu ini! Putraku di dalam dari siang tadi."
Satpam itu berusaha mendobrak pintu, dengan 5 kali dorongan pintu itu pun terbuka. Rebecca masuk ke dalam dan menemukan Excel pingsan di lantai.
"Excel, Excel kamu kenapa Sayang. Excel bangun, Nak! Astaga badanmu panas sekali! Excel," teriak Rebecca dengan bercucuran air mata.
"Paman, Bibi, tolong bantu aku membawa Excel ke rumah sakit," seru Rebecca memanggil Abrein dan Paulina.
Abrein dan Paulina pun masuk ke dalam. Mereka kaget melihat anak asuhnya tergolek lemas dalam dekapan sang Ibu.
"Biar aku saja yang menggendongnya, Nona!" ucap Paman Abrein.
Setelah itu, Excel dibawa ke rumah sakit. Rebecca memeluk tubuh putranya itu dengan penuh kecemasan. Dia tak menyangka kalau beban mental Excel sangatlah besar. Sikap diamnya selama ini hanyalah untuk menyembunyikan semua kesedihan yang dirasakan
"Excel, jangan tinggalkan Mommy, Nak! Maafkan Mommy! Mommy tidak tahu kalau sangat tertekan. Excel bangun, Sayang! Excel." Rebecca terus berbicara dalam hati. Dia tidak berhenti menangis. Ternyata perasaan Excel lebih peka terhadap semua masalahnya.
"Sudah, Nona. Bibi yakin, Tuan muda tidak apa-apa. Mungkin dia sangat kelelahan karena perjalanan panjang," ucap Paulina. Dia berusaha menenangkan Rebecca.
"Ini semua salahku, Bi. Aku sudah gagal menjadi orang tua untuk Excel. Aku yang bersalah atas semua ini."
Rebecca terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia menyadari semua keegoisannya terhadap kedua anak kembarnya.