Rasanya, tidak akan pernah cukup, kendati selalu kupinta dirimu dalam setiap sujud.
Dan rasanya tidak akan pernah cukup, kendati selalu kulangitkan namamu dalam setiap tahajjud.
karena di atas segala daya dan upayaku dalam setiap doa untuk meminta, sudah lebih dahulu ditetapkan takdir atas diri kita.
Aku hanya mampu bertaruh cinta di atas Takdir, berharap Allah Ridho.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26 Setitik Harap Untuk Sang Sahabat
Zaskia mengayun langkahnya kian cepat, pandangannya yang selalu tertunduk kini diimbangi dengan wajah yang enggan terdongak. Pasalnya, tak jauh dari tempatnya menapak, terdapat gazebo di mana personel inti Al-Badar yang mungkin sedang rapat, untuk show luar kota yang akan diadakan dalam waktu dekat.
Putri Kyai Fadholi itu tidak ingin bertemu dengan mereka, karena peristiwa dua hari yang lalu itu sungguh sangat membuatnya merasa malu. Terutama pada Arafka, Azmi dan Nizam, yang mana mereka bertiga pasti juga ada di sana.
Zaskia sendiri dalam dua malam ini hampir tak bisa memejamkan mata, bila teringat semuanya. Terlebih dengan kehadiran Syaikhona. Gadis itu seperti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi sesudahya. Bahwa ia akan dapat amarah dari sang aba. Sehingga tiap kali Kyai Fadholi memanggilnya, perasaan Zaskia selalu merasa tak nyaman, cemas dan bahkan juga ketakutan dalam da-da. Namun, nyatanya hingga detik ini, abanya tak pernah memarahinya.
"Ning Zaskia!" Terdengar suara memanggil namanya. Dan ternyata, panggilan itu berasal dari gazebo dua. Tempat yang sangat ingin dihindarinya.
Zaskia menahan napas dan menghentikan langkah. Yang memanggilnya adalah Ustadz Fadil, dia adalah ustadz senior yang juga salah satu penanggung jawab dari Al-Badar. Dan seperti yang sudah diduga, di gazebo itu juga ada Azmi dan Nizam, serta Arafka Wafdan yang sedang fokus membaca sebuah buku.
"Terburu-buru sekali ya, Ning?" tanya Azmi yang melihat gelagat Zaskia saat ini.
"Iya, mau ke kelas." Gadis itu menjawab dengan sedikit terbata, namun segera ditutupi dengan senyum yang sempurna.
"Kyai Fadholi, ada Ning?" tanya Ustadz Fadil.
"Aba tidak ada, Ustadz. Beliau pergi tadi pagi bersama Syaikhona," sahut Zaskia.
"Kemana?" lanjut Fadil.
"Ke pesantren Darul-Ulum di Jember."
Mendengar jawaban dari Zaskia itu, Arafka nampak mendongak, dan menatap Zaskia sesaat. Gadis cantik itu segera mengalihkan tatap sambil menahan napas. Namun, detik berikutnya, ia beranikan diri bertanya pada Arafka.
"Mas Rafka kena sanksi dari Syaikhona?"
Hal itu yang memang sangat ingin diketahui oleh Zaskia. Dalam rasa cemas tentang dirinya sendiri, ia juga mencemaskan Arafka, kawatir kalau pemuda tampan itu akan mendapat murka dari Syaikhona.
"Soal apa, Ning?" Arafka balik tanya.
"Soal dua hari yang lalu ..." Zaskia memangkas sendiri ucapannya. Karena tak ingin mengulang cerita, tentang satu hal yang amat sangat mempermalukan dirinya.
"Oh, tidak," sahut Arafka singkat. Tapi, Zaskia merasa belum merasa lega dengan jawaban itu, firasatnya mengatakan, akibat peristiwa kemarin pasti ada sesuatu hal yang didapat oleh Rafka dari Syaikhona, entah berupa nasihat atau petuah. Dan bisa jadi pula, murka atau amarah.
"Saya minta maaf, Mas. Atas peristiwa kemarin," kata Zaskia.
"Kenapa minta maaf? Ning Zaskia tidak salah," sahut Rafka sambil tersenyum lembut.
Zaskia membalas senyum sesaat seraya mengangguk, dan kemudian berlalu. Sepeninggalan Zaskia, kru Al badar itu kembali pada topik pembicaraan semula, dan Arafka juga kembali menekuni buku bacaannya. "Dik, lagi banyak pikiran?" tanya Azmi ke arahnya.
"Iya, dari tadi diam terus, seperti gak nyambung," timpal Nizam. "Dan anehnya lagi, malah baca buku tentang pernikahan," lanjutnya sambil terkekeh.
"Apa ada rencana mau menikah muda?" Pertanyaan kreatif itu datang dari ustadz Fadil.
"Ini hanya untuk mengalihkan pikiran yang suntuk, Mas." Atas semua pertanyaan dari teman-temannya, Arafka hanya memberi jawaban demikian.
"Terkait titah dari Syaikhona ya, dek?" tanya Azmi. Sebagaimana Zaskia, pemuda itu juga merasa kalau tak ada peristiwa yang sederhana, ketika sebuah pelanggaran diketahui oleh Syaikhona. Tadi pagi saja ada petugas dari Alhasyimi pusat yang mewanti-wanti pada setiap petugas di studio alam, agar area hijau yang memiliki pemandangan menyejukkan itu dijaga dengan lebih ketat, supaya tidak bisa diakses oleh santri yang di pusat, atau pun cabang.
Dari hal itu saja sudah bisa terbaca, bahwa ini buntut dari peristiwa dua hari yang lalu. Selama ini memang petugas jaga studio alam sudah sering kecolongan, dengan masuknya santri yang tidak berkepentingan, dan hanya ingin menemui Irfan Arafka Wafdan.
Ah. lagi-lagi pesona seorang Arafka yang membuat beberapa santri berani melakukan pelanggaran dengan masuk ke area studio alam Al-Badar, secara diam-diam.
Atas pertanyaan dari Azmi itu, Arafka hanya memberikan senyuman. Dan semua sudah paham bila pemuda tampan itu memberikan isyarat demikian, Itu menandakan kalau apa yang ditanyakan adalah benar. Tapi, untuk sekarang ia belum bisa menjelaskan.
🥀🥀🥀🥀
Menjelang isya itu, Kanza Davina duduk di serambi aula. Ia sesekali memandangi layar ponsel, berharap benda pipih itu menunjukkan pergerakan. Mungkin berupa telepon, atau pesan. Atau berupa apa saja, asalkan itu dari Meidina Shafa. Sahabatnya yang ayu, yang saat ini tengah mengikuti lomba prestasi hari pertama di Alhasyimi pusat.
Davina sudah berkali-kali mencoba menelepon Meidina, berkali-kali pula berkirim chat, tapi semuanya seperti tertahan di awang-awang. Setiap telepon dan pesan yang dikirimkan, tak bisa sampai. Gadis ayu itu mungkin mematikan ponsel, sehingga tak satu pun dari teman-temannya yang bisa berkirim kabar.
"Belum bisa dihubungi juga?" tanya Nabila, ia sudah bisa menebak dari raut wajah Davina yang terlihat resah.
"Belum," sahut gadis itu lemas.
"Pasti jadwal lombanya padat. Sampai Meidina gak sempat ngaktifin ponsel."
"Iya, bisa jadi," sahut Davina lirih.
Bagi gadis manis itu, masalahnya tidaklah sesederhana ini. Perkara Meidina yang belum bisa dihubungi ia tak bisa berpikiran sesimple Nabila. Karena memang telah ada peristiwa sebelumnya antara Meidina Shafa dan Kanza Davina. Sejak pembicaraan malam itu, Davina tak bertemu dengan Meidina kembali. Gadis ayu itu berangkat pagi-pagi ke Alhasyimi pusat untuk mengikuti lomba. Dan sampai saat ini, Meidina belum datang juga.
Menurut jadwal lomba, di hari pertama hanya ada dua kategori lomba. Jadi Meidina bisa pulang ke wisma setelah Ashar. Dan kembali lagi esoknya, untuk lomba hari kedua. Tapi, pada realitanya, lomba yang memang dilaksanakan sebelum acara kuliah umum yang akan dihadiri oleh guru besar dari Al-Azhar itu, harus dipangkas dan dipersingkat. Dari rencana awal tiga hari, hanya menjadi dua hari saja. Karena nara sumber yang akan datang mengisi kuliah umum, memohon untuk memajukan jadwal sehari dari kesepakatan awal.
Jadinya, di hari pertama lomba, ada empat kategori lomba sekaligus yang harus dijalani, hal itu yang membuat Meidina tak bisa mengaktifkan ponsel sama sekali. Dan Davina tidak tahu hal ini. Ia hanya teringat pada pembicaraannya dengan sahabatnya itu semalam perihal perjodohan. Dan tatkala Meidina tak bisa dihubungi sama sekali, pikiran dan perasaan Davina langsung tercampak dalam kerisauan yang tak bisa didefinisikan. Ia kawatir, ini adalah cara Meidina menjauhi Davina karena rasa kecewa.
"Jangan marah padaku, Meidina. Sungguh aku tak bermaksud membohongimu. Dan aku ikhlas dengan kebersamaanmu bersama Ra Fattan. Aku selalu berdoa untuk kalian berdua. Semoga bahagia. Selamanya. Aku ikhlas. Dan akan terus berusaha ikhlas." rintih Davina dalam hati. Berupa setitik harap untuk sang sahabat.
Hingga kemudian, kemudiannya lagi, dan kemudian sekali. Terdengar irama singkat dari benda pipih yang dipegangnya dari tadi. Sebuah pesan singkat dari Meidina Shafa.
Lomba tahap ketiga baru saja dimulai. Malam ini aku nginap di pusat. Salam untuk semua teman-teman. Doakan.
"Alhamdulillah." Davina hampir memekik senang, kala mendapat kabar dari sahabatnya itu. Segera dengan wajah sumringah ia perlihatkan pesan itu pada Nabila yang masih tetap duduk di sampingnya.
"Ayo kita minta keikhlasan teman-teman, untuk membantu Meidina dengan doa, demi kelancaran lomba yang sedang dijalaninya," ajak Nabila. Yang segera diangguki dengan sangat antusias oleh Davina.
aku mampir ya thor...🥰
banyak yang mengidolakan 😌