(Mohon jangan boomlike) Pernikahan Zoya dan Zada yang sudah berjalan tiga tahun ini tampak rukun dan bahagia.
Namun siapa sangka, Zada yang tipekal suami setia tiba-tiba membawa pulang wanita lain ke rumah Zoya dan Zada.
Bagai tertusuk seribu sembilu, Zoya begitu kecewa dengan Zada yang diam-diam sudah menikah lagi tanpa persetujuan darinya.
Zoya meminta talak, namun Zada menolaknya. "Aku tidak akan pernah menjatuhkan talak untukmu. aku masih mencintaimu, Zoya." Begitulah alasan yang selalu terucap dari bibir suaminya.
"Tidak masalah aku di madu asalkan, aku tidak tinggal satu atap dengan maduku," lirih Zoya penuh luka dan nyeri di hatinya.
Biarlah Zoya menerima semuanya. Karena tanpa Zada ketahui, Zoya sedang mengandung anak yang selama ini di nanti-nantikan.
Biarlah Zoya menerima surganya, walau surga itu telah menorehkan luka dan lara yang mendalam.
Mampukah Zoya tetap bertahan ketika melihat suaminya bersanding dengan wanit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Oktafiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Lepaskan aku
Setelah kau memilih jauh
Aku begitu pelan merakit utuh
Kunikmati setiap inci getir yang lahir
Kusesap segala yang pernah kau bawa saat hadir
Biar kita kelak jadi kenangan,
Yang pahit ditelan yang manis disimpan.
•Zoya Adhisty•
Sudah dua jam ini Zoya terbunuh rasa bosan karena menunggu Zada dan Ghaida. Zaky sudah kembali atas paksaan yang Zoya lakukan. Zoya merasa tidak enak kalau Zaky harus libur lagi karena dirinya. Jadi, Zoya berusaha membujuk dan beruntungnya, Zaky mau bekerja walau terlihat terpaksa.
Zoya berusaha duduk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran brankar. Zoya menghela nafasnya lelah. Pandangannya menerawang jauh saat masih bersama Zada. Banyak sekali kenangan manis yang tersimpan di dalamnya. Tapi, Zoya juga teringat kenangan pahit yang sudah suaminya torehkan di hatinya.
Zoya sekuat tenaga untuk selalu mencintai Zada namun, Zada sekuat tenaga menghancurkannya. Ini tidak sebanding dengan rasa cinta Zoya pada suaminya. Mungkin, dirinya masih banyak kekurangan hingga Zada mencari kelebihan pada wanita lain.
Zoya sudah tidak peduli apa alasan Zada menikahi Ghaida. Nyatanya, cinta terlihat tumbuh di antara keduanya seiring berjalannya waktu. Dan seiring berjalannya waktu juga, Zoya telah kehilangan Zada.
Lagi-lagi Zoya menghela nafas panjang. Terlalu menyakitkan jika menoleh ke belakang. Tidak berapa lama, Zoya mendengar suara pintu di buka dari luar. Zoya menoleh dan mendapati Zada beserta Ghaida berjalan tergesa-gesa ke arahnya.
Zoya tersenyum masam saat melihat wajah Zada yang begitu khawatir dengan keadaannya. 'Percuma. Semua sudah terlambat,' batin Zoya kesal.
"Apa yang terjadi denganmu, Zoya? Pantas aku cari kamu dimana pun tidak ku temui. Kamu baik-baik saja kan?" Zada melabuhkan pertanyaan begitu banyak. Zoya masih mempertahankan wajah datarnya.
Ekor mata Zoya menangkap tangan Ghaida yang bertaut dengan tangan Zada. Zoya menghela nafas dan tersenyum masam. Sejak tadi, Zoya berusaha menguatkan hatinya. Namun, dadanya masih terasa sesak menyaksikannya.
"Tidak ada yang baik-baik saja, Mas. Semua sudah hilang," jawab Zoya datar. Zada mengernyit heran. "Maksud kamu apa, Zoya?" tanya Zada penasaran. Zoya membuang pandangannya ke sembarang arah. "Ghaida? Bisa tolong tinggalkan aku dan Mas Zada, dulu? Aku perlu bicara serius,"
Ghaida tampak meminta persetujuan dari Zada. Setelah Zada mengangguk, Ghaida bergegas keluar dari ruangan namun, tidak menutup pintunya rapat. Dia berniat untuk menguping pembicaraan suaminya dengan istri tuanya.
Setelah Ghaida pergi, Zoya memberanikan diri menatap Zada. Dia mencoba menggenggam tangan suaminya untuk yang terakhir kali. Tatapan keduanya beradu hingga menimbulkan rasa perih dan tersayat-sayat di hati Zoya.
"Mas Zada?" panggil Zoya lembut.
Zada menatap Zoya sendu. "Ada apa? Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Zada tak kalah lembut. Zoya tersenyum getir. Dia ingin menangis tapi, air matanya selama telah mengering hingga hanya tersisa sesaknya saja.
"Sepertinya, ini adalah waktu yang tepat untuk aku pergi," lirih Zoya menatap manik dalam milik Zada.
"Apa yang kamu katakan? Jangan bicara sembarangan Zoya," kesal Zada karena Zoya mengambil keputusan sepihak.
Zoya menggeleng. "Aku tidak sembarangan, Mas. Aku sadar, sumber bahagiamu bukan lagi aku," Terdengar pilu dan mengiris kalbu.
Zada terlihat marah. "Jangan sembarang bicara Zoya! Jangan buat aku marah!" Zada berucap dengan penuh penekanan. Zoya tersenyum getir lagi. "Mas ... Coba kamu raba hati kamu. Apa disana masih ada namaku? Coba lihat hati kamu, pada siapa hatimu tertuju,"
"Nama kamu, Zoya. Hanya namamu yang ada di hatiku," jawab Zada tidak terima.
Zoya menggeleng. "Bukan, Mas ... Bukan aku," Susah payah Zoya mengeluarkan kalimat itu. Lidahnya terasa kelu karena kenyataan yang telah menamparnya. Bibir Zoya sampai bergetar menahan tangisnya.
"Kamu, Zoya. Disini hanya ada nama kamu," ucap Zada sambil menunjuk dadanya. Zoya melepaskan tangan Zada dari genggamannya. Matanya menatap dalam mata Zada. "Jangan menyangkalnya, Mas. Kenyataannya memang begitu. Coba raba hati kamu, Mas. Masa kamu nggak bisa merasakan? Aku tahu, Mas ... Aku tahu kalau kamu mulai mencintai Ghaida,"
Zoya mulai menangis. Dia tidak sanggup mengatakan kenyataan yang telah dia ketahui. Terlalu menyakitkan dan menyesakkan.
Zada langsung memutar ingatan saat dirinya tidak sanggup menatap mata Ghaida yang teduh dan menenggelamkan. Karena mata itu juga berhasil membuat Zada nyaman bersama Ghaida. Apalagi, Zada bisa melihat Ghaida sepanjang hari karena Ghaida tidak bekerja. Berbeda dengan Zoya yang selalu pergi bekerja untuk mengurus toko bunganya.
Saat sadar, Zada langsung berucap. "Maafkan aku, Zoya. Aku sudah melukaimu," sesal Zada menyadari. Zoya menggeleng. "Tidak ada yang perlu di maafkan, Mas, semua sudah terjadi. Dan aku sadar, aku tidak sesempurna Ghaida," Zoya semakin terisak.
Cukup lama Zoya menangis. Setelah tangisannya reda, Zoya mendongak menatap Zada lagi. Dia menarik dan menghembuskan nafasnya sebelum berbicara. "Berbahagialah bersama Ghaida, Mas. Maafkan aku jika selama ini aku banyak kekurangan dan kesalahan. Satu yang harus Mas Zada ketahui, aku ikut bahagia jika Mas Zada sudah menemukan kebahagiaanmu sendiri, Mas," ucap Zoya sekuat tenaga.
Zada terdiam. "Aku akan lebih bahagia jika bersama kamu juga, Zoya," ucap Zada masih ingin mempertahankan Zoya.
Zoya terisak lagi. "Aku yang nggak bahagia, Mas. Lepaskan aku ... Biarkan aku mencari kebahagiaanku sendiri, Mas. Aku juga ingin bahagia," lirih Zoya pilu.
"Bagaimana jika aku akan tetap mempertahankanmu? Lalu bagaimana nasib anak kita?"
"Kamu egois. Aku tidak akan bahagia hidup dalam bayang-bayang kamu dan Ghaida. Jangan pikirkan anak yang sudah tidak ada di rahimku, Mas. Dia sudah menemui Allah,"
Zada terperangah, bahunya merosot mendengar kenyataan yang ada, anaknya telah tiada. "Tapi, kenapa bisa begitu?" tanya Zada dengan santainya.
Zoya semakin terisak. "Aku yang tidak pandai menjaganya dengan memberikan dia beban pikiran yang berat dan tidak memberi makan dia karena aku tidak berselera. Semua salahku,"
Zada tersentak. "Apa selama ini kamu tertekan? Zoya ... Maafkan aku, Zoya ... Maafkan aku ...."
Zada menangis sejadi-jadinya. Dia telah melukai Zoya. Zada sangat menyesal telah memberikan tekanan pada Zoya. Apalagi, sekarang Zada menyadari bahwa dirinya telah jatuh hari pada Ghaida. Zada merasa, dirinya adalah manusia paling brengsek di dunia ini.
Zoya ikut menangis namun, tangisnya sudah tidak sesenggukan seperti tadi. Hati Zoya merasa lega setelah mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Tidak ada yang harus di salahkan. Semua sudah takdir. Mas, lepaskan aku ... Biar aku yang mengalah, biar aku yang terluka. Aku tidak mau di duakan, aku tak sekuat yang kamu kira, Mas. Aku mohon ... Lepaskan aku. Permudah semuanya,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Nyesek nulis part ini😪
aku udah up dobel hari ini khusus untuk kalian.
jangan lupa dukungannya ya😘
like, komen, vote, dan kasih hadiah semampu kalian.
lope kalian sekebon sirih❤️❤️💖💖