NovelToon NovelToon
Anak Pembawa Berkat

Anak Pembawa Berkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita / Cintapertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rachel Imelda

Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Muram Durja.

Cia dan Kana menghabiskan waktu satu jam di Kantor Urusan Pelajar Internasional, mengurus kartu mahasiswa, mendapatkan jadwal kuliah semester pertama, dan sebuah peta kampus yang tampak rumit.

Begitu semua dokumen tersusun rapi di tas ransel Cia, Kana menoleh dengan senyum rahasia.

"Nah sekarang bagian favoritku," bisik Kana. Waseda punya perpustakaan yang legendaris. Kita akan ke sana."

Mereka berjalan melintasi halaman yang luas. Bangunan perpustakaan utama, sebuah struktur batu yang klasik yang besar dan megah, berdiri tegak di tengah kampus.

Saat Cia melangkah masuk, ia langsung disambut oleh keheningan yang agung. Udara di dalamnya dingin, berbau kertas tua dan kayu ek yang dipoles. Rak-rak buku yang menjulang tinggi tampak tak berujung, dipenuhi pengetahuan yang seolah tak terjangkau.

Kana membimbingnya melewati lorong-lorong berkarakter tebal hingga mereka mencapai ruang baca utama di lantai dua. Ruangan itu bermandikan cahaya sore yang lembut, menyaring melalui jendela-jendela besar berbentuk busur.

"Lihat ini" kata Kana menunjukkan deretan meja belajar kayu yang dilengkapi lampu baca pribadi.

"Ini adalah tempat persembunyian terbaik. Tidak ada yang bisa mengganggunya disini. Aku akan meninggalkanmu di sini sebentar."

"Oke." Cia meletakkan ranselnya di salah satu kursi. Kana tersenyum padanya, lalu undur diri untuk mengambil minum di lantai bawah, meninggalkannya sendirian di tengah deretan mahasiswa Jepang yang tekun membaca.

Dalam keheningan, pikiran Cia kembali bergemuruh. Lingkungan baru yang tenang ini justru memicu kekacauan di hatinya. Ia mengeluarkan ponselnya sekali lagi menatap pesan terakhir dari Juna: Selamat berjuang yah, Sayang.

Kata 'Sayang' itu, di ulang-ulang oleh jantungnya sendiri. Ia teringat wajah Juna, senyum hangatnya yang tulus, dan pengakuan tak terduga yang ia lontarkan ribuan kilometer jauhnya.

"Seminggu untuk memikirkannya jawabannya."

Cia menatap pipinya pelan. "Ini bukan mimpi, ini kenyataan yang harus ia hadapi. Aku harus fokus pada masa depanku." batin Cia.

Kemudian ia memandang berkeliling. Di depan matanya terhampar ratusan tahun sejarah dan ilmu pengetahuan. Disinilah tempat orang-orang berkelas dunia dibentuk. Inilah Waseda. Inilah kesempatan luar biasa yang dia dapatkan dari Tuhan.

Ia membuka buku catatan kecilnya yang berisi daftar belanja dan kosakata Jepang, ia membalikkan halaman yang kosong lalu menuliskan dengan huruf yang tegak dan tegas:

"Aku datang ke sini dengan tulus untuk belajar dengan baik, memanfaatkan berkat yang aku dapatkan. Jangan sampai fokusku terbagi, Juna dan urusan hati bisa menunggu. Aku juga masih muda, kalo memang kami berjodoh maka pasti kami akan dipertemukan kembali." Batin Cia lagi.

Ia mulai menulis ulang jadwal kuliahnya, menambahkan catatan tentang dimana letak ruang kelas dan dosen yang harus di cari.

Beberapa menit kemudian, Kana kembali membawa dua kaleng kopi kalangan dingin.

"Aku membelikan ini untuk kita, minumlah" kata Kana.

"Terima kasih, Kana-san." Dia menerima kopi kalengan itu. Dia berkata "Tempat ini benar-benar bakal menjadi tempat persembunyian paling nyaman bagiku" kata Cia.

"Aku tau itu. Aku juga sering bersembunyi disini." kata Kana lalu tertawa kecil.

Setelah itu Mereka berdua menikmati kopi kalengan itu sambil membaca beberapa buku yang diambilnya tadi.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah selesai dengan membacanya. Mereka pun meninggalkan perpustakaan itu. Mereka berdua berjalan menyusuri jalanan kampus yang kini mulai diselimuti keremangan sore.

Lampu jalan mulai dinyalakan, memantul di jendela-jendela gedung klasik.

Ini dia pintu keluar utama," kata Kana, menunjuk gerbang hitam besar tempat mereka masuk tadi.

"Kita ambil kereta dari stasiun Waseda lagi, tapi kali ini menuju takadanobaba. Dari sana asrama kita sudah dekat" Kata Kana lagi.

Mereka menunggu kereta samping berbincang ringan tentang banyak hal. Dan beberapa menit kemudian, kereta yang mereka tunggu datang juga. Mereka berdua pun langsung berjalan masuk ke dalam kereta yang kini sudah berhenti tepat di depan mereka.

Di dalam gerbong kereta, Cia dan Kana berdiri di tengah kerumunan yang tidak terlalu padat. Cia memegang tasnya erat-erat. Dia sudah mulai terbiasa berada di tempat ini.

Kana memiringkan kepalanya, menatap Cia. Aku bisa melihatnya, Cia-san," Katanya pelan, di atas deru kereta.

Cia mengerutkan keningnya, "melihat apa Kana-san?"

"Aura yang berbeda. Ketika kita tiba tadi, kamu seperti bunga yang ditiup angin. Sekarang kamu seperti pohon yang baru saja menancapkan akarnya. Apa yang terjadi, hahahah?" Kata Kana sambil menaik turunkN alisnya.

"Gak ada apa-apa, Kana-san. Aku hanya mulai terbiasa dengan kehidupan di sini," kata Cia.

"Baguslah, Cia-san. Tapi ingat, kamu harus bisa membagi waktu dan pikiranmu untuk kuliah dan juga urusan hatimu, kata Kana lagi.

"Iya Kana-san. Tenang aja, aku tau tujuan ku ke sini. Aku akan berusaha untuk bisa mencapai tujuan itu sehingga Ayah dan Ibuku bangga padaku" Kata Cia. Kana menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, untuk besok, jangan lupa. Mata kuliah pertama jam 09.00. Kamu harus tiba di kelas setidaknya sepuluh menit lebih awal. Tidak ada toleransi untuk keterlambatan di Waseda. Bawa jadwal kulaihmu. Dan yang paling penting, siapkan pensil dan kertas. Meskipun ini era digital, banyak dosen Jepang yang suka menyuruh mahasiswa menulis tangan untuk catatan penting." Kana berkata panjang lebar,.mengenai persiapan kuliah hari pertamanya Cia.

"Aku sudah siapkan semuanya, pensil, buku catatan dan peta," kata Cia merasa bangga karena sudah mempersiapkan semuanya.

Akhirnya kereta yang mereka tumpangi tiba di stasiun takadanobaba. Mereka turun dan berjalan pelan menuju asrama mereka.

Sesampainya di asrama, mereka berpisah setelah saling mengucapkan terima kasih.

"Sampai jumpa besok, Cia-san," kata Kana.

"Iya, sampai jumpa besok, Kana-san," jawab Cia.

Setelah itu mereka berdua berpisah menuju ke kamar mereka masing-masing.

Cia naik ke kamarnya, yang kini terasa seperti rumahnya sendiri. Ia mandi air hangat untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktifitas seharian ini.

Setelah itu dia duduk di meja belajarnya, mengeluarkan jadwal kuliahnya. Kemudian dia mulai merencanakan rute terdekat ke kelasnya, juga rute ke kantin terdekat dari fakultas nya.

Malam ini dia fokus mempersiapkan diri untuk kuliahnya hari esok. Tidak sedikitpun memegang atau melihat ponselnya. Sambil menikmati Onigiri salmon dan tuna yang dibelinya pagi tadi.

******

Sedangkan di belahan dunia yang lain, Juna sedang bolak balik melihat ponselnya.

"Kok gak notifikasi sama sekali dari Cia sih? Apa dia seribu itu sampai gak sempat kabarin aku. " kata Juna.

"Apa aku teleponin dia aja ya? Tapi takut mengganggu lagi. Ah, pusing deh."Kata Juna lalu meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya. Lalu Juna kembali fokus pada laptopnya, mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.

"Tok tok tok". Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya Juna.

"Siapa?" tanya Juna.

"Ini Mbok, Mas Juna dipanggil sama Bapak dan Ibu. Mereka udah nunggu di meja makan." Ternyata Mbok Lia yang datang memanggilnya untuk makan malam.

"Iya Mbok, nanti aku turun." Jawab Juna.

"Jangan lama-lama yah, Mas. Kata Mbok Lia, kemudian turun kembali ke bawah dimana ruang makan berada. Lalu Juna pun mematikan laptopnya, kemudian berjalan keluar dari ruang kerjanya.

Ketika dia menuruni tangga, "Juna, muka kamu kenapa?" tanya Mama Dina.

"Emang muka aku kenapa?" Juna balik bertanya, sambil memegang wajahnya.

"Kok sedih gitu kayaknya? Kenapa? Abis putus cinta?" Mami Dina kembali melancarkan pertanyaannya.

Juna duduk di kursinya lalu mengambil piringnya untuk di isi dengan makanan.

"Putus cinta apaan? Pacar aja belom ada." kata Juna sambil menyendokkan makanan ke dalam piringnya. Setelah itu dia pun berdoa sebelum menikmati makanannya.

"Trus kenapa wajah kamu bermuram durja gitu?" Tanya Mami Dina.

"Udahlah Mi, gak usah di bahas. Makan aja dulu. Aku lapar banget nih."

Bersambung....

1
Afifah Aliana
lanjutkan semangat tor
Professor Ochanomizu
Asik banget!
Rachel Imelda: Makasih....
total 1 replies
Rachel Imelda
Makasih loh🙏. Sabar ya...
AteneaRU.
Gua setia nungguin update lo, thor! jangan bikin gua kecewa 😤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!