NovelToon NovelToon
MR. LEONARDO

MR. LEONARDO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: nura_12

Leonardo, seorang pria berusia 30 tahun pengusaha kaya raya dengan aura gelap. Dari luar kehidupan nya tampak sempurna.

Namun siapa yang tahu kalau pernikahannya penuh kehampaan, bahkan Aurelia. Sang istri menyuruhnya untuk menikah lagi, karna Aurelia tidak akan pernah bisa memberi apa yang Leo inginkan dan dia tidak akan pernah bisa membahagiakan suaminya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nura_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bersama Leo

Udara pagi di Swiss terasa menusuk kulit, tapi langitnya cerah berwarna biru muda. Dari jendela besar kamar mewah itu, tampak hamparan salju putih yang menutupi pekarangan luas. Di dalam kamar, Arinda berdiri di depan cermin besar, sementara Sofia membantu memakaikannya mantel tebal berwarna krem dengan syal rajut lembut di lehernya. Pipi Arinda tampak kemerahan karena udara dingin yang menembus dari celah jendela.

“Dingin sekali ya, Mbak,” katanya polos sambil meniup tangannya sendiri.

Sofia tersenyum lembut. “Makanya nona harus pakai sarung tangan, nanti tangan nona bisa beku.” Ia membantu Arinda mengenakan sarung tangan wol putih dan merapikan tudung jaketnya.

Baru saja Sofia hendak memakaikan sepatu boot tebal, terdengar ketukan halus di pintu kamar. Tok… tok… tok…

Sofia segera membuka pintu. Di ambang pintu berdiri Aurelia. Aurelia mengenakan mantel elegan berwarna biru tua dan sepatu kulit.

Arinda langsung menoleh dan tersenyum lebar. “Mbak Aurel, ayo masuk!” sapanya ceria sambil melambai.

Aurelia terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. “Aku masuk? Hahahaha… kamu lugu sekali, Arinda.”

Arinda berkedip bingung. “Kenapa emangnya, Mbak?”

Aurelia tersenyum, menatap gadis muda itu dengan tatapan hangat. “Ini kan kamar kamu sama Leo. Aku nggak bisa masuk, sayang. Ini privasi kalian berdua.”

Arinda langsung menunduk malu, pipinya merona merah muda. “Oh… iya, Arinda lupa…” gumamnya pelan sambil memainkan ujung syalnya.

Aurelia melipat kedua tangannya, sedikit mencondongkan tubuh ke arah pintu. “Bersenang-senanglah selama di Swiss, Arinda. Minta Leo ajak keliling banyak tempat, ya. Pemandangannya indah sekali di sini, pasti kamu suka.”

Arinda mengangguk semangat, matanya berbinar seperti anak kecil yang akan diajak piknik. Ia kemudian melangkah mendekati Aurelia dan menggenggam lembut tangan istri pertama Leo itu. “Mbak ikut, kan? Ayo, pasti seru kalau bareng-bareng,” katanya polos, senyumnya tulus tanpa ada rasa canggung sedikit pun.

Aurelia menatap Arinda beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum lembut, mengelus punggung tangan gadis itu. “Iya, mungkin seru… tapi tidak baik, Arinda. Aku nggak mau menghancurkan waktu berdua kalian,” katanya pelan. Lalu ia membungkuk sedikit, mendekat ke telinga Arinda dan berbisik, “Anggap saja ini bulan madu kalian.”

Arinda menatapnya bingung, lalu hanya mengangguk tanpa benar-benar paham maksud kalimat itu. “Oh… iya, Mbak.”

Aurelia melangkah mundur, melambaikan tangan kecil sebelum pergi menuruni tangga. Gaun mantelnya bergoyang ringan mengikuti langkah elegannya. Arinda menatap kepergian Aurelia dari ambang pintu, matanya sendu tapi juga hangat.

Begitu Aurelia menghilang di tikungan tangga, Arinda menoleh ke Sofia yang masih sibuk membereskan selendang cadangan dan tas kecil. Ia berlari kecil menghampiri, menggandeng lengan asisten pribadinya itu.

“Mbak Sofia, apa Mbak Aurel marah sama Arinda?” tanyanya polos, matanya berkaca-kaca seolah takut disalahkan.

Sofia berhenti sejenak, menatap nona mudanya dengan senyum lembut. “Nggak, nona. Nyonya Aurel nggak marah kok. Nyonya Aurel sangat sayang sama nona. Mana mungkin beliau marah tanpa sebab.”

Arinda tampak berpikir sebentar, lalu mengangguk pelan. “Iya ya… Mbak Aurel kan baik banget. Tadi aja senyum sama Arinda,” ucapnya sambil tersenyum lega.

Sofia tersenyum makin lebar, lalu berjongkok sedikit untuk merapikan jaket tebal yang dipakai Arinda. “Sudah, nona. Sekarang ayo turun, nanti tuan menunggu di bawah. Mobilnya sudah siap.”

“Mas Leo udah nunggu?” tanya Arinda semangat.

“Iya, nona.”

Dengan langkah kecil yang ceria, Arinda menggandeng tangan Sofia, berjalan menuju pintu kamar. Setiap langkahnya terdengar ringan, dipenuhi rasa penasaran dan kegembiraan. Hari ini, untuk pertama kalinya, ia akan benar-benar melihat dunia luar — Swiss, negeri yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang.

Dari bawah, suara Leo terdengar memanggil lembut, “Baby, ayo turun.”

Dan begitu pintu lift terbuka, Arinda berdiri di sisi Leo, menggenggam tangannya erat. Di wajahnya tersirat rasa takjub, polos, dan bahagia — gadis sederhana yang kini berdiri di negeri salju bersama pria yang menjadi takdirnya.

Mobil berhenti di tepian jalan yang dipenuhi hamparan salju putih. Dari kejauhan tampak danau kecil yang sebagian membeku, memantulkan cahaya matahari musim dingin yang lembut. Arinda turun perlahan, merapatkan jaket tebalnya sambil mengembuskan napas yang langsung berubah menjadi kabut tipis di udara.

Leo berjalan ke sisi lain mobil, lalu tanpa banyak bicara memeluk bahu istrinya dari samping. “Jangan jauh-jauh dari mas, licin,” ujarnya lembut.

Arinda mengangguk patuh, tangannya menggenggam erat lengan Leo. “Indah banget ya, mas…” ucapnya kagum. Matanya berkilau seperti anak kecil karna pertama kali melihat salju.

Sementara itu, di belakang mereka, Adrian dan Sofia mengikuti dengan langkah tenang. Udara dingin membuat napas mereka berembun. Adrian mencondongkan tubuh sedikit, berbisik pelan ke arah Sofia.

“Sof… kamu ada lihat tanda-tanda nona kecil hamil belum?”

Sofia menghentikan langkah sesaat, menatap Adrian dengan ekspresi setengah geli, setengah bingung.

“Tanda-tanda gimana dulu, Adri?”

“Ya… kayak, dia lebih sering makan, atau ngidam aneh-aneh gitu…” gumam Adrian setengah berbisik.

Sofia berdehem kecil, menahan tawa. “Kayaknya sih belum. Tapi ya gitu…” katanya menggantung sambil tersenyum miring.

Adrian mengerutkan alis. “Ya gitu tuh maksudnya apa, Sof?”

Sofia akhirnya terkekeh pelan. “Ya gitu, Adri. Nona Arinda itu kadang mirip anak kecil, kadang mirip istri penuh cinta. Susah dibedain.”

Adrian mengangguk-angguk pura-pura paham. “Oh… ya gitu.”

Mereka berdua saling pandang sebentar, lalu tertawa kecil sendiri tanpa alasan jelas.

Leo yang sedari tadi menyadari suara tawa aneh itu menoleh singkat, memberi tatapan datar. Adrian langsung menegakkan badan dan batuk kecil.

“Tuan, saya pikir… tempat di ujung sana lebih enak buat santai. Ada pondok kayu kecil, bisa buat duduk sambil minum cokelat panas.”

Leo menatap arah yang ditunjuk Adrian, lalu mengangguk setuju. “Baik. Kita ke sana saja.”

Dia kemudian menatap ke bawah — ke arah Arinda yang sedang menatap salju yang menempel di sarung tangannya.

“Dingin nggak, baby?” tanya Leo lembut.

Arinda mendongak, senyum polosnya merekah. “Sedikit, mas. Tapi seru banget… saljunya kayak kapas.”

Leo tersenyum, lalu mengusap lembut kepala istrinya. “Asal jangan kamu makan, baby. Itu bukan es krim.”

Arinda langsung manyun, “Mas tau aja, Arinda tadi mau nyoba dikit.”

Leo terkekeh dan merangkulnya lagi, sementara Sofia menutup mulut menahan tawa di belakang.

Mereka berjalan lagi, meninggalkan jejak kaki berpasangan di atas salju putih. Arinda terus menatap sekeliling dengan mata berbinar, seolah setiap butir salju punya cerita baru untuknya.

Sementara Leo hanya memandangi wajah istrinya dari samping — polos, lugu, dan entah bagaimana, membuat hatinya terasa hangat di tengah suhu dingin Swiss yang menggigit.

Pondok kayu kecil terasa hangat dengan aroma cokelat dan kayu manis yang samar. Di luar, salju turun perlahan, menutupi atap pondok dengan selimut putih lembut. Arinda duduk di kursi dekat jendela, menggenggam cangkir cokelat panas yang mengepul pelan.

“Enak banget, mas…” ucapnya pelan, meniup uap di permukaan cokelatnya. “Rasanya manis banget, bikin hangat.”

Leo duduk di seberang, menatap tenang sambil menyesap kopi hitam pahit—minuman kesukaannya sejak dulu. Tak ada gula, tak ada madu, hanya rasa pahit yang menenangkan pikirannya.

Adrian dan Sofia duduk agak jauh di luar pondok, menjaga jarak sopan dari tuan dan nyonya mereka. Angin dingin menerpa lembut, tapi pembicaraan mereka justru hangat.

“Sejak menikah sama nona kecil, hidup tuan Leo jadi lebih berwarna, Sof,” ujar Adrian sambil menghela napas ringan.

“Iya,” jawab Sofia sambil tersenyum. “Dulu suasana rumah selalu sunyi, sekarang malah sering terdengar tawa lembut nona Arinda. Rasanya aneh tapi menyenangkan.”

Mereka berdua tertawa kecil sebelum diam lagi, menikmati pemandangan salju yang jatuh di sekitar pondok.

Di dalam, Arinda melirik cangkir teh milik suaminya. “Mas suka banget ya sama kopi itu?” tanyanya penasaran.

Leo mengangguk kecil. “Iya, baby. Rasanya tenang, walau pahit.”

Arinda memiringkan kepala. “Apa enak, mas?”

Leo menatap istrinya, tersenyum kecil. “Buat mas, iya.”

Arinda berpikir sebentar, lalu menggoda polos. “Arinda boleh coba dikit?”

Leo sempat menggeleng. “Itu pahit banget, baby. Kamu nggak akan suka.”

Tapi Arinda tetap menatap dengan mata besar yang penuh keingintahuan. Akhirnya Leo menyerah dan menyerahkan cangkirnya.

Arinda menyesap sedikit… dan langsung meringis. “Ih… pahit banget, mas. Nggak enak!”

Leo tertawa pelan, suara hangatnya memenuhi ruangan. “Kan udah mas bilang.”

Arinda masih cemberut, tapi matanya berbinar karena melihat suaminya tertawa. “Mas aneh. Suka yang pahit, padahal enakan cokelat kayak Arinda punya.”

Leo menatapnya dengan lembut. “Kadang yang pahit pun bisa jadi tenang, baby. Sama kayak hidup, nggak selalu manis, tapi tetap berharga kalau dijalani bareng orang yang tepat.”

Arinda tersenyum malu, wajahnya memerah karena udara dingin dan kata-kata hangat itu. Ia menatap keluar jendela, salju masih turun perlahan. Dalam hati, ia merasa sangat beruntung bisa bersama seseorang yang meski dingin di luar, ternyata begitu hangat di dalam.

1
panjul man09
alur ceritanya sedikit berbeda dgn novel2 biasanya dan itu nilai plusnya , menarik.
panjul man09
kalo aurel bersikap baik pada arinda seterusnya , tentu ini nilai plus bagi novel ini , karna tidak mengikuti kisah2 novel yg lain yg banyak drama menyrdihkan di alami istri kedua yg miskin.
Khalisa
kyknya seru nih cerita
CantStopWontstop
Makin suka sama cerita ini.
Luna de queso🌙🧀
Gak sabar next chapter.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!