NovelToon NovelToon
Berjalan Di Atas Luka

Berjalan Di Atas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Mertua Kejam / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dina Aisha

Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.

Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berkorban Demi Giandra

Anin dan Giandra duduk di teras depan, menunggu Pak Agus yang tengah menjemput pengacara Darsono–datang.

“Aku nggak sangka ibu setega itu sama bapak. Apa salah bapak sampai dikhianati olehnya?” tanya Giandra sembari memandang lurus ke depan.

“Bapak nggak salah. Sebelum menikahi Bu Ningrum, dia pasti sudah melakukan yang terbaik untuk ibumu. Namun, sayangnya ... Diam-diam ibumu mendua sama mantannya jadi mungkin itulah sebabnya bapak menikahi Bu Ningrum,” jawab Anin dengan nada lirih.

Giandra membisu dengan tatapan kosong. Anin memandang, rasa iba tersorot dari matanya.

Tiba-tiba suara deru mobil mendekat, tak lama mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Anin bangkit, kemudian mendekati mobil.

“Di mana pengacaranya, Pak?” tanya Anin.

“Beliau masih ada pekerjaan, Non. Nanti dia akan menyusul ke kediaman keluarga Wijaya,” jawab Pak Agus.

“Dia tahu?” Anin kembali bertanya seolah tak percaya.

“Tentu saja tahu, dulu bapak dan Pak Yasir adalah rekan bisnis. Bahkan Pak Yasir memiliki saham sepuluh persen di kontraktor punya bapak,” jawab Pak Agus.

Anin mengangguk kecil, menoleh ke belakang, menatap Giandra yang tertunduk tak berdaya. Anin menghela napas panjang, berbalik, menghampiri Giandra.

“Yuk kita pergi,” ajaknya.

Anin berdiri di depan Giandra, mengulurkan tangan ke depan. Giandra mendongak pelan, menatap Anin, lalu meraih tangannya. Mereka berjalan keluar rumah, kemudian menaiki mobil. Pak Agus pun menutup pintu gerbang, memasuki mobil, dan mengemudikan mobilnya.

...🌹🌹...

Giandra dan Anin turun dari mobil, mereka mematung di pekarangan kediaman Wijaya yang tampak asing setelah tiga tahun tak pernah menginjakkan kaki di rumah itu lagi.

Anin melirik Giandra. “Yuk masuk,” ajaknya, mempererat genggaman tangan.

Giandra menghela napas berat, kemudian mengangguk kecil. Mereka pun melangkah mendekati pintu yang tertutup rapat.

“Assalamualaikum,” ucap Anin sembari mengetuk pintu.

Tak ada jawaban, Giandra menatap Anin sejenak, lalu ikut mengetuk pintu. Tiba-tiba pintu terbuka, Sri berdiri di ambang pintu, dan melempar tatapan sinis pada mereka.

Giandra tak menjawab, ia menggenggam tangan Anin, kemudian menerobos masuk.

“Hei! Berani-beraninya kamu sama aku! Aku ini kakak iparmu!” seru Sri.

Lagi-lagi Giandra tak menggubris, ia dan Anin tetap melangkah hingga berhenti di depan Astri yang tengah makan di ruang makan.

“Wow, apakah mataku tidak salah lihat? Seorang anak durhaka berada tepat di hadapanku,” ucap Astri sembari memandang Giandra.

Giandra melepas genggamannya, menghampiri Astri, dan merampas piring di atas Astri.

PRANGG!!

Piring itu terlempar dan pecah, membuat makanan berhamburan di lantai.

“GIANDRA! APA YANG KAU LAKUKAN!!” Pekik Astri.

“Aku hanya melakukan yang sering ibu lakukan pada Bu Ningrum dulu,” jawab Giandra santai.

“Apa? Kau gila? Aku ini ibu kandungmu! Untuk apa kau lakukan itu padaku hanya untuk gundik yang sudah mati itu?” tanya Astri.

“Ibu kandung? Mana ada ibu kandung yang berusaha membunuh anaknya berkali-kali,” jawab Giandra.

Astri terdiam, menatap tajam Giandra. Sementara dia berjalan memutar, dan membungkuk di belakang Astri.

“Apakah ibu lupa jika ibu pernah menenggelamkan aku di kolam kamar mandi?” tanya Giandra.

Astri tertegun, hendak menoleh ke Giandra. Namun, Giandra mencengkeram leher belakangnya, membuat Astri hanya bisa menatap lurus ke depan.

“Tak hanya itu, ibu juga sengaja mengajakku dan Hanung bermain bola. Lalu, ibu melempar bola itu hingga jatuh ke sumur dan menyuruhku mengambilnya,” ucap Giandra lagi.

Giandra terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang untuk meredakan rasa pedih di hatinya.

“Dulu kupikir ibu tak sengaja hingga saat usiaku menginjak sepuluh tahun, ibu pernah membuangku di tempat yang tampak seperti hutan. Namun, untungnya ... Bu Ningrum selalu datang dan menolongku setiap ibu berusaha menghilangkan nyawaku,” sambung Giandra.

“Kamu tahu apa alasan saya melakukan itu?” tanya Astri dengan nada dingin.

“Karena ibu tidak mencintai bapak dan itulah sebabnya ibu berusaha membunuhku, bahkan saat aku masih dalam kandungan,” jawab Giandra.

“Kau benar. Saya memang tidak pernah menginginkan kehadiranmu,” celetuk Astri.

Astri bangkit, kemudian melangkah menjauhi Giandra. “Karena kau sudah tahu semuanya, pergilah dari sini. Mulai sekarang kau bukan anakku lagi,” katanya tanpa menatap Giandra.

Giandra mencengkeram tangan Astri. “Ibu dan Hanung lah yang harus pergi dari sini! Seorang pengkhianat dan anak haram tak berhak menempati rumah ini!”

Astri menoleh, menatap tajam Giandra. “Apa maksudmu? Kau tidak berhak mengusir kami dari sini!!” serunya tak mau kalah.

“Tentu saja aku berhak karena akulah satu-satunya anak kandung bapak. Aku akan mempertahankan peninggalan bapak apa pun yang terjadi!” tekan Giandra.

“Lepaskan!!” jerit Astri, kemudian menarik tangannya dari cengkeraman Giandra.

“Dasar anak tidak tahu balas budi!!” pekik Astri.

PLAKK!!

Tamparan keras mendarat di pipi kanan Giandra, meninggalkan jejak kemerahan di sana. Giandra tertunduk sembari memegang pipinya yang terasa sakit.

Anin membelalak, dia menghampiri Astri, kemudian menariknya ke belakang.

PLAKKKK!!

Tamparan yang tak kalah keras mendarat di pipi Astri.

“Kurang ajar! Berani-beraninya kau menampar ibu mertuamu sendiri!!” teriak Astri.

“Belum puas bikin Giandra sakit? Apa nggak pernah berkaca sama kelakuanmu yang sebelas-duableas dengan iblis?” tanya Anin.

“Kau!!” Astri mengangkat tangannya, hendak melayangkan tamparan ke Anin. Namun, Giandra mencengkeram tangannya.

“Jangan pernah menyentuh istriku sedikit pun!!” tegas Giandra.

Giandra menarik Astri, dan menghempaskan tubuhnya hingga terjatuh ke lantai.

“Hanung!!” teriak Astri.

“Ada apa, Bu?” Hanung berlari memasuki ruang makan, berjongkok di depan Astri yang terduduk di lantai.

“Apa yang mereka lakukan pada ibu?” tanya Hanung.

“Beri pelajaran pada anak durhaka itu!!” perintah Astri.

Hanung mengangguk, bangkit, dan menghampiri Giandra. Tanpa aba-aba, satu pukulan menghantam wajah Giandra.

“Sakit, kan? Itu masih belum seberapa!!” seru Hanung.

Hanung mengangkat sikunya, hendak memukul punggung Giandra. Namun, Giandra menangkisnya, mencengkeram tangan Hanung, kemudian memelintir pergelangan tangannya.

Giandra mengunci tubuh Hanung, memutarnya, kemudian menendang bokongnya hingga tersungkur ke lantai.

“Hanung!!!” teriak Astri.

Hanung terkapar di lantai, memandang Giandra yang masih berdiri tegap sembari menyeringai kecil.

“Segitu saja kemampuan jagoan kecil ibu?” ejek Giandra.

Rahang Hanung mengeras, tangannya terkepal, tiba-tiba dia menendang keras kedua kaki Giandra dengan sisa tenaga yang tersisa.

Seketika Giandra ikut terjatuh dan terkapar di lantai.

“Giandra!!” seru Anin.

Anin menghampiri Giandra, berjongkok di depannya. “Kamu nggak papa?” tanya Anin.

Giandra menggeleng pelan. Tiba-tiba matanya membelalak melihat Sri berdiri tak jauh dari mereka sembari membawa benda berat.

“Awas Anin!!” teriak Giandra.

Anin menoleh, mendapati sebuah asbak rokok mengarah ke mereka. Anin langsung menghalangi tubuh Giandra, dan seketika asbak itu mengenai punggungnya.

“Aww!!” rintihnya.

“Anin!!” teriak Giandra.

Anin tak menjawab, memegangi punggungnya yang terasa sangat sakit.

“Kenapa kamu nolongin aku?” tanya Giandra.

Anin tersenyum kecil. “Aku nggak mau kamu terluka,” jawabnya, kemudian menggigit bibir bawahnya.

“Tapi kamu yang terluka!!” seru Giandra.

Giandra langsung berdiri tegak, menggendong Anin, dan berjalan meninggalkan ruangan itu.

“Hahaha, aku berharap ada hal buruk yang terjadi padanya. Kalau bisa hingga cacat, pasti Giandra akan menceraikannya dan aku bisa mendekati Giandra lagi,” gumam Sri pelan sembari meratapi kepergian Giandra.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!