NovelToon NovelToon
Cinta Di Bawah Hujan Season 1

Cinta Di Bawah Hujan Season 1

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Cinta Murni / Tamat
Popularitas:153
Nilai: 5
Nama Author: Rindi Tati

Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.

Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 24

Langkah yang Teruji

Langkah-langkah mereka meninggalkan taman sore itu terasa berat. Hujan semakin deras, tapi mereka tetap berjalan beriringan tanpa kata. Hanya suara air yang jatuh mengenai dedaunan dan aspal yang menemani. Sesampainya di rumah, Arka menyalakan lampu ruang tamu lalu duduk terdiam. Nayla masuk ke kamar, mengganti pakaian yang basah, lalu kembali dengan secangkir teh hangat untuknya.

“Ka,” ucap Nayla pelan sambil meletakkan cangkir di meja. “Kamu masih mikirin tawaran itu, kan?”

Arka mengangguk. “Iya. Aku nggak bisa berhenti mikirin. Kalau aku ambil, aku bisa bantu orang tuaku, nabung lebih cepat, bahkan mungkin nyiapin masa depan kita. Tapi aku takut ninggalin kamu di sini sendirian.”

Nayla duduk di sampingnya, menatap cangkir teh yang beruap. “Aku juga takut. Aku pernah kehilangan seseorang yang aku cintai karena jarak. Aku nggak mau itu kejadian lagi.”

Arka menoleh, matanya lembut tapi mantap. “Nay, aku bukan dia. Aku nggak akan pergi dan lupa sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa bohong kalau kesempatan ini penting banget buat aku. Rasanya kayak kalau aku lewatin sekarang, aku bakal nyesel seumur hidup.”

Suasana hening. Jam dinding berdetak pelan, seolah ikut menghitung detik-detik penuh keraguan.

Akhirnya Nayla menarik napas dalam. “Kalau memang itu yang terbaik, aku akan dukung. Tapi aku punya syarat.”

Arka menatapnya penasaran. “Syarat?”

Nayla mengangguk. “Apapun yang terjadi nanti, kita nggak boleh berhenti komunikasi. Sekecil apapun, sesibuk apapun. Telepon sebentar, pesan singkat—apa saja. Aku nggak butuh kata-kata manis, aku cuma butuh tahu kalau kamu masih ada di sana.”

Arka tersenyum tipis. “Aku janji. Kamu bakal selalu jadi orang pertama yang aku hubungin setiap hariku.”

Nayla mengulurkan tangannya, dan Arka meraih serta menggenggamnya erat. Ada ketenangan di genggaman itu, meski badai masih menunggu di depan.

Keesokan harinya, Arka menemui orang tuanya untuk meminta pendapat. Mereka bangga sekaligus khawatir. Ayahnya menepuk bahunya dengan bangga, “Ini kesempatan besar, Ka. Jangan disia-siakan. Hidup itu butuh langkah berani.” Tapi ibunya menatapnya dengan cemas, “Tapi bagaimana dengan Nayla? Kamu yakin hubungan kalian kuat menghadapi jarak?”

Pertanyaan itu menusuk hati Arka. Ia tidak bisa memberi jawaban pasti, hanya keyakinan samar bahwa cinta mereka akan cukup kuat.

Sementara itu, Nayla di sanggar berusaha menenangkan dirinya dengan bekerja lebih keras. Ia melatih murid-murid menari untuk pentas akhir bulan, menata dekorasi, bahkan ikut membantu tim musik. Namun, setiap kali jeda, pikirannya melayang pada bayangan Arka di kota besar, sendirian di antara hiruk pikuk gedung tinggi. Apakah ia akan tetap mengingat hujan sederhana di kota kecil ini?

Malamnya, Arka datang ke sanggar. Wajahnya lelah, tapi matanya menatap Nayla penuh harap. “Aku udah putuskan, Nay.”

Nayla menelan ludah. “Kamu… terima tawarannya?”

Arka mengangguk pelan. “Iya. Aku berangkat bulan depan.”

Sejenak, Nayla merasakan dadanya sesak, seakan seluruh udara keluar sekaligus. Tapi ia berusaha tersenyum. “Kalau begitu, kita harus manfaatin waktu yang ada sebaik mungkin.”

Arka menatapnya kagum. “Kamu kuat banget, Nay.”

Nayla tersenyum getir. “Aku nggak sekuat itu, Ka. Aku cuma berusaha nggak nangis di depan kamu.”

Arka menariknya ke dalam pelukan. “Kalau kamu nangis pun, aku nggak akan pergi. Aku tetap di sini, di hati kamu.”

Hari-hari berikutnya mereka isi dengan kenangan. Mereka mengunjungi tempat-tempat favorit: warung bakso langganan dekat sekolah Nayla dulu, perpustakaan kota yang sunyi, dan tepi sungai tempat mereka pertama kali mengobrol lama. Di setiap tempat, hujan selalu turun, seolah enggan melepas kebersamaan mereka.

Di warung bakso, Nayla bercanda, “Nanti kalau kamu di Jakarta, jangan lupa rasa bakso di sini. Jangan tergoda sama bakso mall yang mahal.”

Arka tertawa. “Kalau kangen, aku bakal pulang. Nggak ada yang bisa ngalahin bakso di sini… dan senyum kamu.”

Di perpustakaan, mereka membaca buku bersama, duduk berdampingan. Nayla menemukan buku puisi lama dan membacakan bait favoritnya: “Cinta bukan tentang seberapa jauh jarak memisahkan, tapi seberapa kuat hati bertahan.” Arka diam lama, lalu mencatat bait itu di ponselnya, seolah ingin menjadikannya mantra untuk hari-hari nanti.

Di tepi sungai, mereka duduk berlama-lama, hanya mendengar aliran air. Nayla bersandar di bahu Arka. “Ka, kamu yakin kita bisa?”

Arka mengecup kepalanya. “Aku nggak tahu masa depan, Nay. Tapi aku tahu satu hal: aku lebih takut kehilangan kamu daripada gagal di kota besar. Jadi apapun yang terjadi, aku akan berusaha buat kita tetap ada.”

Seminggu sebelum keberangkatan Arka, hujan turun tanpa henti. Nayla berdiri di jendela, menatap tetesan yang berjatuhan. Ia menulis lagi di buku hariannya:

“Hujan ini berbeda. Bukan lagi sekadar saksi cinta, tapi juga pengingat bahwa aku akan ditinggal. Aku takut, tapi aku percaya. Karena kalau cinta ini lahir di bawah hujan, mungkin ia juga bisa bertahan di bawah hujan.”

Arka membaca catatan itu secara tidak sengaja ketika membantu membereskan buku-buku Nayla. Ia menatap kekasihnya dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak akan ninggalin kamu, Nay. Jarak mungkin memisahkan tubuh kita, tapi nggak akan pernah bisa memisahkan hati kita.”

Mereka berpelukan lama, membiarkan suara hujan menjadi latar. Setiap tetesnya seakan mengukir janji di udara, janji yang mungkin rapuh tapi tulus.

Dan ketika malam itu berakhir, keduanya tahu: cinta mereka memasuki babak baru. Babak yang lebih sulit, lebih penuh ujian, tapi juga lebih bermakna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!