Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Situasi tak terkendali.
"Iya, aku harap kau juga bisa jaga Risha baik-baik. Dewo, pacarnya Syafa."
"A*u. Kenapa sampai kecolongan begini, Shan???" Tanya Bang Hananto akhirnya terbakar emosi.
"Mana kutau ada perempuan se t*i Syafa." Jawab Bang Shano geram.
Pikiran Bang Hananto mendadak semrawut, pantas belakangan ini ada sebuah teror yang mengatakan bahwa sosok tersebut akan membalas dendam tapi Bang Hananto tidak peduli dan menganggap hal itu hanya perbuatan orang iseng.
Bang Hananto tersadar, ia segera berlari menuju kamar rawat Jena.
"Ma, istriku dimana?" Tanya Bang Hananto ngos-ngosan.
"Baru saja keluar cari kamu, Han." Jawab Mama Dinar sambil menghapus air matanya mewakili Jena yang masih begitu lemah.
"Astaghfirullah." Bang Hananto kembali berlarian kesana kemari mencari Risha.
Langkah kakinya berlari cepat sampai akhirnya ia mendengar suara tabrakan hingga teriakan histeris para ibu-ibu di pinggir jalan. Bang Hananto segera menghampiri.
Seketika jantungnya berhenti berdetak, nafasnya nyaris hilang melihat Risha merintih kesakitan di tepi jalan.
"Rishaaaaaaa..!!!!!"
...
Hampir sama seperti Bang Shano kemarin, Bang Hananto melihat tangan dan pakaian terkena noda darah. Tangannya sampai gemetar mendengar penjelasan dokter. Bang Shano pun meminta dokter agar meninggalkan mereka berdua disana.
Bang Shano menyandarkan sahabatnya pada sisi pinggangnya, sudah menghadapi masalah ini lebih dulu membuat mentalnya sedikit lebih siap menghadapi kenyataan.
"Meskipun aku berani membantai musuh di medan pertempuran tapi melihat Risha berdarah-darah, aku nggak kuat. Rasanya aku ingin mati saja tidak bisa melindungi istriku sendiri." Ucapnya di hadapan Bang Shano.
"Seperti itulah hancurnya perasaanku kemarin tapi aku tidak bisa menambah beban Jena dengan memperlihatkan bagaimana sakitnya batinku." Jawab Bang Shano terus berusaha menenangkan sahabat nya.
Dari jauh Papa Rinto menatap 'putranya', tidak sampai hati melihatnya namun beliau percaya harimau tidak akan melahirkan anak kucing. Beliau pun menghubungi sahabatnya di seberang sana.
"Anakmu baik-baik saja Kang. Lebih baik kalau segera melaju kesini. Anak-anak kita memang terlihat kuat, tapi saya tau batin mereka hancur lebur."
"Saya masih di jalan." Jawab Ayah Rakit.
...
"Nggak mau.. nggak mau. Risha mau anak itu..!!!" Pekik Risha histeris saat tau dirinya akan sulit untuk punya anak karena kecelakaan tadi membuat rahimnya terluka.
"Apakah tujuan menikah hanya untuk punya anak saja???" Bang Hananto membuat Risha terdiam meskipun hatinya juga pedih.
"Pergilah, Risha nggak mau lihat Abang..!!!!!" Risha begitu histeris belum bisa menerima keadaan dirinya.
Bang Shano yang mendengar dari luar ruangan sampai ikut mengelus dada. Ia menarik nafas dan membuangnya berkali-kali. Sakit di hatinya semakin terasa.
Tak tahan melihat semua ini, Bang Shano meninggalkan tempat, tepat di saat itu Bang El melihatnya dan segera membuntuti seniornya.
...
"Dimana Syafa?????" Bang Shano sampai menodongkan pistol di hadapan Bang Dewo yang tengah menjalani proses BAP terkait kasus penganiayaan istri Letnan Harshano.
"Saya tidak tau." Jawab Bang Dewo tegas meskipun tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.
"Adikmu menjadi korban karena ulahmu juga. Apakah darah lebih kental daripada air tidak berlaku untukmu????" Bentak Bang Shano.
"Biar saya sendiri yang membuat perhitungan dengan Syafa..!!!" Kata Bang Dewo.
"Itu urusanmu dengan Syafa, tapi kamu sudah menumpuk masalah dengan saya..!!!!!!" Ucap Bang Shano kemudian menarik pelatuk pistolnya.
"Tahan, Bang..!!! Tolong jaga kestabilan emosi Abang. Saya paham Abang marah, tapi Jena butuh Abang." Bujuk Bang El melihat seniornya sudah kalap.
"Dia sama sekali tidak kooperatif, bagaimana Abang tidak emosi. Dia bungkam kemana arah uang itu. Jena di lecehkan orang sampai keguguran. Dewo ini Abangnya, beginikah sikap seorang Abang????? Kamu pikir Abang tidak stress??????"
"Iya Bang, iyaaa.. Saya paham. Apa tidak sebaiknya Abang kembali ke rumah sakit, saya bantu cek kondisi di sini." Saran Bang El sembari melirik jengkel melihat Bang Dewo.
"Kejadian ini bermula dari............ "
.
.
.
.
okelll lanjutt MBK naraa