Kuliah? Haruskah aku menjadi cepat dewasa, menemukan pasangan lalu menikah? Tunggu, aku harus meraih gelar sarjanaku lebih dulu. Tapi, bagaimana kalau bisa meraih keduanya?
Oh, Tidak ...! Ini benar-benar membingungkan.
Ini kisah Adinda Dewi Anjani, gadis desa yang terpaksa merantau ke kota untuk kuliah, demi menghindari perjodohan dengan anak kepala desa yang ketampanannya telah menjadi sorotan berita.
Lika-liku kisah Anjani mengejar gelar sarjana, tak luput dari godaan cinta masa kuliah. Apalagi, tren slogan "Yang Tampan Jangan Sampai Dilewatkan" di antara geng kampusnya, membuat Anjani tak luput dari sorotan kisah cinta. Lalu, akankah Anjani lebih memilih cinta sesama daripada gelar yang pernah dimimpikan olehnya? Atau justru pembelajaran selama masa kuliah membuatnya sadar dan memilih hijrah? Yuk, kepo-in ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Hapsari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CS1 Bodyguard
Persiapkan dirimu untuk KALAH
Anjani membaca pesan singkat yang baru saja dia terima. Kiriman pesan dilengkapi dua foto. Foto-foto tersebut sedikit membuat Anjani geram. Sepertinya si pengirim sengaja memancing emosi Anjani melalui pesan singkat dan foto-foto tersebut.
Pengirim pesan sekaligus foto tersebut adalah Berlian. Sudah bisa ditebak maksud Berlian mengirim pesan dan foto-foto itu. Foto pertama memperlihatkan nilai A hasil post test pada salah satu mata kuliah yang rata-rata mahasiswa lain mendapat nilai B termasuk Anjani dan Meli. Foto kedua tidak kalah mengejutkan. Tampak Berlian sedang berpose ceria dengan tiga cowok tampan di sebuah pusat perbelanjaan.
"Kayaknya nih anak emang suka pamer, deh!" kata Anjani berbicara sendiri sambil menunjuk foto kedua yang ada sosok Berlian.
Tak ingin terus-terusan kesal karena pesan dan foto dari Berlian, Anjani pun bergegas pulang setelah pesanan dua porsi siomay selesai dibuatkan. Tangan kirinya menenteng tas kresek hitam berisi dua bungkus siomay. Sementara tangan kanannya membawa payung karena malam itu gerimis masih saja turun setelah sebelumnya hujan lebat lebih dulu mengguyur.
Anjani berjalan kaki menelusuri jalanan yang lumayan sepi. Mungkin orang-orang lebih suka berdiam diri di rumah karena kondisi cuaca malam itu. Kalau bukan karena ingin membelikan Paman Sam siomay demi melancarkan misinya, Anjani juga akan lebih memilih berdiam diri di kamarnya sambil berselimut hangat.
Tin tin tin tin tiiin!
Byuuur
Sebuah mobil yang melaju kencang sukses membuat genangan air terciprat ke arah Anjani. Tubuh Anjani basah kuyub, kecuali bagian kepala karena terlindung payung yang lumayan besar. Anjani sempat kesal, tapi hanya sesaat. Percuma juga mau marah-marah sementara mobil yang melaju tadi sudah tidak terlihat lagi. Untung saja siomay aman dari cipratan air karena terlindung tas kresek hitam. Anjani sedikit lega, dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Loh loh, habis kejebur di mana kau?" tanya Paman Sam begitu Anjani sampai di depan rumah.
Anjani nyengir, "Cuma main air saja, kok. Ini siomay kesukaan paman. Siomay si abang kumis deket pangkalan ojek, tuh. Aku ganti baju kering dulu. Habis itu kubuatin teh hijau, ya."
"Tumben kali. Ada sogokan pula, siomay dagangan mantan anak buah. Haha, taulah aku pasti ada yang dimau." Paman Sam bicara sendiri setelah Anjani masuk.
Beberapa menit berlalu, Anjani kembali dengan penampilan yang lebih baik. Kini dia memakai jaket hoodie warna kuning karena hawa dingin masih saja terasa meski hujan telah reda. Dua piring lengkap dengan sendoknya, secangkir teh hijau, dan secangkir kopi juga telah disiapkan oleh Anjani.
Semua persiapan untuk melancarkan misi telah tersedia. Anjani siap memulai. Akan tetapi, rupanya Paman Sam telah lebih dulu tau maksud gerak-gerik Anjani yang tidak biasa.
"Duduk sini kau. Letakkan dulu piring dan sendok di tangan kau itu. Sekarang katakan pada paman kau ini. Ada yang mengganjal pikiran kau pastinya. Tak akan nikmat tuh siomay sebelum pikiran kau tenang. Ayo, coba bilang!" kata Paman Sam.
Anjani tersenyum. Dia tidak kaget Paman Sam dengan cepat membaca gelagatnya.
"Minggu pagi ada teman selain Meli yang akan belajar bareng. Bukan belajar bareng sih, lebih tepatnya bantuin aku dan Meli belajar. Semacam les gitu, Paman. Belajar di sini, boleh?" tanya Anjani.
"Siapa pula yang akan mematahkan semangat belajar anak muda macam kau ini. Haha, pasti bolehlah." Paman Sam begitu antusias.
"Yes, haha ... tapi dia cowok."
Paman Sam seketika berhenti tertawa. Dia memandang Anjani dengan serius. "Siapa namanya? Anak mana? Gimana tampangnya? Jomblo atau sudah ada yang punya? Apa dia cowok baik-baik? Sudah berapa lama kau kenal?" tanya Paman Sam panjang lebar.
Rentetan panjang pertanyaan Paman Sam sungguh tidak terduga. Anjani tersenyum, kemudian bergegas mengambil secangkir kopi dan mulai meminumnya. Mulanya Anjani meminumnya perlahan, selanjutnya terlihat tak sabaran hingga dalam sekejab secangkir kopi telah tandas.
"Namanya Mario. Dia idola kampus yang otaknya encer banget alias pinter. Tampangnya lumayanlah untuk ukuran senior. Dia anak baik, kok. Pekerja keras pula. Kuliah sambil kerja jadi sales. Hehe, pertanyaannya tadi apa lagi ya, Paman?" Anjani tidak sungkan-sungkan menjelaskan demi mendapat izin.
"Jomblo?"
Anjani tertawa mendengar pertanyaan tersebut. Setelah puas tertawa, dia kembali serius menjawab. "Kayaknya jomblo. Tapi nggak tau lagi. Jadi ... boleh ke sini apa tidak?"
"Baik. Paman izinkan. Nanti biar paman kau ini yang menyiapkan bodyguard."
"Bodyguard buat apa, Paman? Hati Anjani nggak perlu bodyguard lagi, kok. Aman terkendali."
"Siapa pula yang suruh tuh bodyguard jaga hati kau, ha?"
Lagi-lagi Anjani nyengir. Tadi dia refleks menyinggung tentang bodyguard hati.
Paman Sam mengambil piring dan menyantap siomay bagiannya. Anjani ikut-ikutan. Paman Sam menyantap siomay cepat-cepat. Anjani pun ikut menyantap cepat-cepat. Piring Paman Sam tak lama kemudian isinya tandas, disusul Anjani. Selanjutnya beralih ke teh hijau, Paman Sam meminumnya. Anjani pun ikut-ikutan mengambil cangkir kopi meski tahu isinya telah tandas. Akhirnya, Paman Sam kalah. Dia pun tertawa melihat tingkah Anjani.
"Jadi, boleh tanpa bodyguard?" tanya Anjani tak kenal menyerah.
"Percayakan semua sama paman kau ini. Minggu pagi kalian tetap belajar yang rajin di sini," kata Paman Sam.
Ide-ide yang seringkali dilontarkan oleh Paman Sam itu tak lain hanya untuk melakukan yang terbaik bagi Anjani yang sudah dia anggap sebagai putrinya sendiri. Anjani tidak bertanya lagi karena dia percaya dengan Paman Sam. Namun, dia sedikit khawatir. Bagaimana kegiatan belajarnya nanti kalau Paman Sam benar-benar menyiapkan bodyguard?
***
"Haaaciih!" Ken dan Juno bersin bersamaan. Keduanya kompak melirik ke arah Mario setelah adegan bersin tadi. Yang ditatap hanya melirik sekilas dan melanjutkan aktivitasnya, fokus melihat layar smartphone.
"Aku merasa ada yang sedang membicarakan dirimu, Mario. Hati-hati!" kata Ken tiba-tiba.
"Aku juga merasa begitu. Buktinya aku dan Mas Ken bersin barengan."
Mario meletakkan smartphone yang sedari tadi dipegangnya. Dia menatap aneh ke arah dua sahabatnya itu, Ken dan Juno. Sesaat kemudian dia menyodorkan cangkir berisi cokelat panas milik Ken dan Juno.
"Minumlah agar pikiran kalian lebih hangat. Tak kusangka efek samping kehujanan bisa membuat halu." Mario tersenyum penuh arti, lebih ke arah menjahili dua sahabatnya.
Malam itu Mario, Ken, dan Juno sedang berteduh di salah satu cafe. Mereka bertiga sempat kehujanan meski tidak sampai basah kuyub. Sembari menunggu hujan reda sekaligus menghangatkan tubuh, trio tampan itu kompak memesan cokelat panas.
"Begini teorinya. Saat ada yang sedang membahas dirimu, otomatis mereka akan menyinggung namaku juga Juno. Ujung-ujungnya aku dan Juno jadi bahan perbincangan juga. Mitosnya, nih. Kalau ada yang sedang membicarakan seseorang, maka yang dibicarakan itu tiba-tiba akan bersin tanpa sebab. Serem ... Iya kalau pembicaraan baik, kalau itu sebuah penyusunan rencana yang bisa mencelakai kita bagaimana?" Ken menjelaskan teorinya dengan gamblang versi dirinya.
"Tahan, Mas. Nggak perlu pakek drama lagi." Juno menimpali.
"Pikirkan hal yang sederhana saja, Ken. Tidak perlu merumitkan dirimu." Mario santai menanggapi.
Ken menyempatkan diri untuk menyeruput cokelat panas miliknya, sebelum akhirnya kembali menanggapi pernyataan Mario.
"Itu karena aku dan Juno terlalu peka!" kata Ken dengan percaya diri.
"Baik. Terserah kau saja, Ken. Minggu pagi aku tidak bisa bergabung main basket bareng kalian. Kuharap kalian bisa bersenang-senang tanpaku."
"Eh, nggak seru kalau Mas Mario nggak gabung. Mau kemana, Mas?"
"Jika kalian mau tau, silakan lakukan aksi yang sama seperti saat di alun-alun kota. Jangan lupa bawa teropong binocular, mata-mata." Mario sengaja memancing reaksi Ken dan Juno.
"Jadi saat itu kau sudah tau kalau ...."
"Sudah cukup penjelasannya. Aku pulang dulu. Kalian hati-hati di jalan. Daa!"
Tidak ada yang menghentikan Mario. Ken dan Juno memilih untuk menikmati cokelat panas. Sesaat setelah Mario benar-benar pergi, barulah Ken dan Juno saling tatap, kemudian tersenyum, dan akhirnya tertawa bersama.
"Siap?" tanya Ken.
"Selalu siap, Mas."
***
Terjatuh berkali-kali tak menyurutkan usaha Anjani untuk terus berlari. Jalan yang dia lalui begitu terjal, sementara di sisi kanan kiri jurang tanpa dasar siap memerangkap. Sesekali Anjani menoleh ke belakang, melihat ke arah sosok mengerikan yang sedari tadi mengejar. Tidak kuat, Anjani terjatuh juga.
Anjani berteriak minta tolong. Tiba-tiba saja di depannya berdiri sosok yang begitu dikenal Anjani. Sosok familiar itu mengulurkan tangan seolah hendak membantu. Anjani bergegas meraih uluran tangan itu. Akan tetapi, sosok itu berubah mengerikan dan menghempaskan tubuh Anjani ke tepian jurang.
Anjani menjerit. Dia bergegas menggenggam rerumputan demi tak terperosok masuk jurang. Sekali lagi teriakan minta tolong menggema memenuhi celah-celah jurang. Anjani sampai bisa merasakan betapa mencekamnya di dasar jurang sana. Tak jera, Anjani kembali berteriak minta tolong.
Selarik cahaya seketika menyoroti wajah Anjani. Begitu silau terkena mata. Tetiba saja muncul sosok lain yang tersenyum manis ke arahnya. Wajahnya begitu memesona. Sosok tampan nan rupawan itu seketika mengulurkan tangannya.
"*Mario?"
"Aku akan datang menemuimu, Anjani."
"Tolong. Aku tidak bisa membiarkan diriku jatuh*."
"Jatuh saja, Anjani. Jatuh cintalah padaku."
Anjani tersenyum. Jurang yang menganga tiba-tiba berubah menjadi hamparan mawar putih. Terpesona, tangan Anjani bergerak perlahan hendak meraih uluran tangan Mario. Akan tetapi, sosok lain berbadan kekar muncul di belakang Mario dan gesit membawanya pergi.
"Tidak! Jangan bawa pergi pangeranku! Paman Sam, tolong hentikan bodyguard itu! Mario ...!"
Anjani tersentak kaget. Dia terbangun dan langsung mengambil posisi duduk. Badannya berkeringat. Degup jantungnya terasa cepat.
"Ternyata cuma mimpi. Ah, kenapa bisa ada dia di mimpiku!"
***
Suka? Tunggu lanjutan ceritanya, ya. See You.
❤ like ❤
FB : Bintang Aeri
IG : bintang_aeri
Dukung karya author di sana ya 💙
Eh, aku juga punya cerita nih guys.
Nggak usah penasaran ya, karena bikin nagih cerita nya🥺
jgn lupa mampir juga di novelku dg judul "My Annoying wife" 🔥🔥🔥
kisah cewe bar bar yang jatuh cinta sama cowo polos 🌸🌸🌸
tinggalkan like and comment ya 🙏🙏
salam dari Junio Sandreas, jangan lupa mampir ya
salam hangat juga dari "Aster Veren". 😊