Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Menghubungi Alan
Lintang pulang dari rumah Mila dalam kondisi bergidik ngeri memikirkan perkara jajan suami di luar sana. Bukan sembarang jajan.
Tentu saja jajan bersama para wanita pen_jaja alias P S K untuk memuaskan si ular berbisa yang ada di bawah perut para pria.
Bahkan sekarang ini bukan hanya P S K yang dikhawatirkan oleh para istri sah melainkan banyak pela_kor yang juga memangsa para pria berdompet tebal. Tak peduli pria itu sudah beristri sekalipun.
Terkadang para pela_kor tersebut bukanlah wanita single. Wanita bersuami pun banyak yang selingkuh dan menjadi pela_kor. Sungguh mengerikan dan miris.
"Gak boleh! Awas kalau sampai kakak jajan sembarangan! Aku potong itu nya jadi dadu kecil-kecil!" batin Lintang yang saat ini tangannya tengah memotong wortel untuk dijadikan sayur sop.
Cemburu tentu mengusik jiwa muda Lintang. Belum kelar urusan hati dengan Gendhis, sekarang Lintang didera insecure perkara jajan pria dewasa. Sebab urusan ranjang, ia belum mahir. Malam pertama saja belum dilakukannya bersama Alan.
Lintang begitu gemas sehingga tanpa sadar memotong wortel dengan kekuatan penuh sampai terdengar suara beradu cukup kencang antara pisau, talenan dan wortel. Bik Kokom yang melihat hal itu sontak heran dengan berjuta tanya di pikirannya.
"Mbak Lintang," panggil Bik Kokom.
Saat ini mereka berdua sedang berada di dapur untuk memasak menu makan malam.
Lintang yang sedang fokus dengan pemikirannya perihal jajan plus-plus, seakan tak mendengar panggilan dari Bik Kokom.
"Aduh, Mbak Lintang lagi kesambet apa ya?" batin Bik Kokom yang sedang cemas sekaligus berpikir keras tentang perilaku majikannya yang mendadak aneh. "Masa kesambet k0_lor pak dokter?" imbuhnya.
"Mbak Lintang, pak dokter datang tuh!" seru Bik Kokom sengaja setengah berteriak.
Seketika lamunan Lintang pun buyar sekaligus acara potong-memotong wortel pun terhenti.
"Hah, kakak pulang?"
"Iya, pak dokter pulang dalam mimpi. Hehe..."
"Isshh, Bik Kokom!" Bibir Lintang pun mengerucut lucu ke depan beberapa centi. Merajuk.
"Sorry dorry stroberi," ujar Bik Kokom yang tertawa kecil sembari mengangkat dua jarinya ke atas guna meminta maaf. "Mbak Lintang sih dari tadi aneh," sambungnya.
"Aneh gimana?"
"Bibirnya komat-kamit gak jelas kayak Mbah Kun-Kun baca mantra saja. Terus kayak gemas sama si wortel. Memangnya tuh wortel punya dosa apa sama Mbak Lintang?"
Sontak pandangan kedua mata Lintang menatap ke bawah, tepatnya di atas meja dapurnya.
Detik selanjutnya, Lintang rasanya ingin garuk-garuk kepalanya sendiri yang tak gatal. Ia begitu terkejut melihat bentukan wortel yang awalnya dadu-dadu kecil mendadak berubah jadi tidak jelas.
"Kalau Mbak Lintang punya banyak pikiran atau kangen sama pak dokter, mending masak kali ini biar bibik saja yang terusin. Mbak Lintang masuk kamar terus cuci muka, cuci kaki lalu telepon pak dokter saja biar enggak kepikiran yang aneh-aneh."
"Bibik enggak apa-apa masak sendirian?"
"Ya elah, Mbak Lintang kan tau kalau bibik biasa ngerjain beginian. Bibik bisa atasi kok walaupun sendirian. Mbak Lintang tahu beres dah,"
Setelah berpikir dengan baik, ucapan Bik Kokom ada benarnya juga karena pikirannya sedang tak fokus saat ini. Lintang juga tau kinerja Bik Kokom soal urusan beberes rumah dan perdapuran. Tak perlu diragukan lagi. Lintang pun menurut.
"Ya udah, aku masuk ke kamar dulu. Kalau ada apa-apa, panggil aku ya Bik."
"Siap 69," sahut Bik Kokom berbalut canda.
"Bibik mah aneh-aneh. Siap itu ya harusnya 86 bukan 69. Gaya apalagi itu 69?" gumam Lintang seraya berpamitan untuk masuk ke dalam kamar.
"Gaya ena-ena lah. Pasti tuh Mbak Lintang belum pernah coba gaya 69 sama pak dokter. Hihi..." batin Bik Kokom seraya terkekeh sendiri.
☘️☘️
Pukul tujuh malam, Lintang akhirnya memutuskan untuk menghubungi Alan.
Dikarenakan dua jam yang lalu, Lintang mengirimkan pesan singkat ke ponsel Alan namun hanya centang satu yang menandakan ponselnya sedang tidak aktif.
Pada dering kelima barulah panggilan dari Lintang diangkat. Lintang berseru senang, ia pun langsung berbicara terlebih dahulu.
"Kakak, kenapa telepon adek lama diangkatnya? Kakak baik-baik saja kan? Sekarang kakak lagi ngapain? Udah makan apa belum?" tanya Lintang secara bertubi-tubi tanpa jeda. Saking cemasnya bercampur rindu tiada tara pada Alan.
"Lin, ini aku-Mbak Gendhis."
Deg...
Hati Lintang yang sedang berbunga-bunga di atas awan karena mengira Alan yang mengangkat teleponnya setelah beberapa kali dirinya mencoba, berujung kecewa bagai terhempas ke dasar jurang tak bertepi.
Setelah ia mendengar sahutan di seberang sana bukanlah suara maskulin dari sang suami, melainkan suara femi_nim wanita yang Lintang tau namanya masih tersemat di hati Alan.
"Lin, kamu masih di sana?" panggil Gendhis karena ia tak mendengar suara dari Lintang. Hanya keheningan.
Sebuah helaan nafas berat terdengar di telinga Gendhis. Tentu saja suara itu bersumber dari Lintang.
"Iya, Mbak. Aku masih di sini," jawab Lintang setelah ia berhasil mengontrol dirinya.
Lintang berusaha tak marah atau menangis saat ini. Walaupun mendadak hatinya terasa perih.
"Kakak mana? Kenapa Mbak Gendhis bisa pegang ponsel suamiku?" cecar Lintang dengan nada suara sedikit geram tertahan di ujung kalimatnya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya