"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Sedikit salah paham
Arka terus menunggu Feby kembali dari kamar mandi. Pria tampan itu melihat jam tangan rolex yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam Feby pergi. Namun gadis itu masih belum kembali.
Tak mau membuang waktu lama, Arka langsung mencari Feby di kamar mandi. Pria itu menghentikan langkahnya karena ada beberapa wanita yang tengah mengantri di depan kamar mandi. Meskipun awalnya ragu, Arka akhirnya tetap memilih masuk.
Begitu masuk ke dalam kamar mandi yang dikhususkan untuk wanita, Arka langsung disambut dengan tatapan kaget dan suara teriakan heboh dari pengunjung.
"Pak ini toilet khusus wanita! pria dilarang masuk!" Kata salah satu pengunjung.
"Ya saya tau ini toilet khusus wanita. Saya ke sini untuk mencari istri saya" Jawab Arka dengan sikap tenang.
"Mungkin ini di dalem istrinya Pak. Soalnya sudah hampir setengah jam nggak keluar-keluar" Pengunjung yang lainnya menunjuk salah satu kamar mandi yang pintunya di kunci rapat.
Arka langsung berjalan mendekat.
Ia mengetuk pintu kamar mandi itu.
Tok! Tok! Tok!
"Feb? Kamu di dalam?"
Panggil Arka. Namun tidak ada sautan apapun. Pria itu tampak terlihat begitu cemas. Namun ia terus mencoba mengetuk pintu itu dan terus memanggil nama Feby.
"Kamu baik-baik saja kan? Jangan bikin saya khawatir Feb!" Arka kini meninggikan suaranya. Arka menghembuskan napasnya dengan kasar. Perasaan cemas di hatinya semakin menjadi karena ia tidak kunjung mendapatkan sautan apapun dari dalam.
"Kalau kamu tidak mau keluar, maka saya akan dobrak pintu ini, Feb!" ancam Arka.
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu di buka. Feby keluar dari kamar mandi dengan kedua mata yang sembab. Arka langsung menarik tubuh Feby dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya.
"Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Arka dengan nada yang terdengar begitu khawatir.
Pria itu masih enggan melepaskan pelukannya meskipun situasi mereka saat ini tengah dilihat oleh banyak orang. Berbeda dengan Feby. Gadis itu hanya diam membisu tanpa membalas pelukan dari Arka atau bahkan menjawab pertanyaan dari Arka.
Arka melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Feby dengan penuh khawatir. Mendapat perilaku demikian dari Arka, air mata gadis itu kembali tumpah.
"Kenapa kamu menangis seperti ini?"
Tanya Arka dengan lembut. Arka menangkup wajah Feby dengan kedua tangannya. Jemari pria itu menghapus air mata yang mengalir di pipi cabi Feby.
"Aku mau pulang" Hanya itulah tiga kata yang keluar dari mulut Feby. Setelah mengatakannya, Feby langsung melenggang melewati Arka. Gadis itu pergi meninggalkan Arka begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.
Namun Arka dengan sigap langsung berlari mengejar Feby dan menggenggam pergelangan tangan gadis itu.
"Tunggu dulu, katakan kepada saya apa yang terjadi sebenarnya Feb"
Feby bisa melihat kekhawatiran di balik tatapan Arka. "Apa? Aku harus mengatakan apa?" Gadis itu berbalik tanya.
"Kenapa tiba-tiba kamu bersikap seperti ini?" Tanya Arka. Pria itu nampak mencari jawaban lewat tatapan mata Feby. Namun Feby membuang pandangannya. Ia berusaha sebisa mungkin untuk menghindari tatapan mata Arka yang begitu tajam.
'Aku harus bilang apa Mas? Apa aku harus bilang kalau aku ini cemburu?'
Batin Feby.
"Saya tau pasti ada sesuatu yang mengusik pikiran kamu. Katakan pada saya Feb. Jangan merusak kencan pertama kita ini" Ujar Arka.
Kencan pertama? Ah! Feby rasanya ingin tertawa mendengar Arka mengatakan itu di depannya. Bagaimana tidak? Siapa yang menceritakan tentang wanita lain saat kencan pertamanya?
Saat tau bahwa ini adalah kencan pertamanya dengan Arka, Feby merasa sangat bahagia seakan ia terbang. Namun ternyata, Arka justru mengatakan bahwa tempat ini adalah tempat yang sering ia datangi bersama wanita lain. Wanita yang sangat berharga di hidup Arka dan menjadi alasan kebahagiaan Arka.
Setelah mendengar itu semua langsung dari mulut Arka, semua kebahagiaannya langsung hancur seketika. Arka membawanya terbang begitu tinggi, lalu tanpa aba-aba pria itu langsung menjatuhkannya ke bawah.
"Jangan katakan kalau ini kencang pertama kita Mas!" Sulut Feby dengan penuh emosi.
Arka mengerutkan keningnya.
"Kenapa? Apa alasan kamu melarang saya?" tanya Arka.
"Karena aku bukan wanita yang Mas ceritakan tadi! Aku cuma gadis kecil yang bahkan masih belum lulus SMA!" Teriak Feby.
Kedua mata Feby tampak memerah menahan tangisannya agar tidak pecah. Gadis itu menangis setelah mengatakan itu kepada Arka. Feby menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan tangisannya.
Arka diam mematung. Raut wajah pria itu langsung berubah seketika. Bukan amarah, namun sebuah senyuman kecil yang menghiasi wajah tampan Arka. Ia akhirnya mengerti alasan di balik amarah Feby. Tak lain, adalah karena gadis itu salah paham dengan ucapannya beberapa saat yang lalu.
Semua pengunjung menatap Arka dan Feby. Mereka berdua kini tengah jadi pusat perhatian. Arka segera mengakhiri hal itu. Pria itu langsung menggendong tubuh mungil Feby dengan gaya bridal style, lalu keluar dari restoran.
Arka menurunkan Feby setelah mereka berada di luar tepatnya di parkiran. Gadis itu masih saja menangis seperti anak kecil. Arka terkekeh kecil seraya mencubit pipi cabi Feby.
Hal itu sontak membuat Feby langsung menatap Arka dengan tatapan tajam. Kekesalan di wajah gadis itu bertambah dua kali lipat.
"Kamu cemburu?" Tanya Arka tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Feby.
"Nggak! Ngapain aku cemburu!" Jawab Feby dengan nada ketus.
"Apa yang kamu dengar tadi salah paham Feb. Saya belum selesai mengatakan semuanya, tapi kamu sudah pergi begitu saja"
"Memang apa yang belum Mas Arka katakan? Mas belum mengatakan kalau Mas dateng ke tempat ini untuk mengenang masa lalu Mas dengan wanita itu? Iya?" Mulut Feby memang mengatakan kalau ia tidak cemburu pada Arka. Namun sikapnya mengatakan hal lain. Jelas sekali gadis itu tengah cemburu.
Arka mendekati Feby. Pria itu menatap dalam-dalam kedua mata Feby. Dengan sekali gerakan, Arka langsung menarik tubuh gadis itu hingga membuat jarak diantara mereka menghilang. Detak jantung mereka berdua saling beradu satu sama lain. Menciptakan irama yang indah yang hanya bisa di dengan oleh mereka berdua saja. Tangan kiri Arka memegang pinggang ramping Feby dengan posesif sedangkan tangan kanannya, terangkat membelai pipi gadis itu.
"Wanita yang saya ceritakan adalah Mamah saya sendiri, Feb. Dulu, sebelum Mamah sakit, beliau sering datang ke tempat ini bersama saya" Jelas Arka dengan posisi yang begitu dekat dengan Feby.
Aroma maskulin dari tubuh Arka membuat jantung Feby berdebar tidak karuan. Namun gadis itu berusaha untuk tetap fokus pada pembicaraan mereka.
"Bohong" Jawab Feby tanpa berani menatap mata pria itu.
"Tatap mata saya Feb! Dan katakan apakah kamu menemukan kebohongan di sana?" Titah Arka.
Feby memberanikan diri untuk menatap kedua mata Arka dan mencari kebohongan di sana. Namun ia tidak menemukannya. Yang ada hanyalah sorot mata hitam legam yang membuat hatinya berdesir.
"Saya tidak bohong Feb. Wanita yang saya maksud tadi, adalah Mamah saya. Selama hidup saya, hanya ada dua wanita yang pernah saya ajak ke sini. Wanita yang sangat berharga di hidup saya, dan menjadi alasan kebahagiaan saya. Yaitu Mamah saya, dan juga kamu"
Deg!
Tubuh Feby langsung mematung bak prasasti setelah mendengar ucapan Arka. Lidah gadis itu terasa begitu kelu. Tatapan dari Arka begitu dalam hingga membuat debaran di hatinya semakin menjadi-jadi.
Arka menaikkan satu alis tebalnya.
"Ada apa? Kenapa sekarang kamu justru diam saja? Kalau kamu masih tidak percaya dengan perkataan saya, kamu bisa bertanya langsung kepada mamah saya" Setelah mengatakan itu, Arka langsung mengeluarkan hp mahal miliknya lalu menyodorkannya kepada Feby.
Feby menggeleng pelan menolak mengambil hp tersebut. Namun entah kebetulan atau apa, tiba-tiba saja hp tersebut berbunyi. Feby melihat bahwa itu adalah panggilan masuk dari Tante Karin-Mamah Arka. Arka langsung mengangkat panggil itu di hadapan Feby. Pria itu tak lupa menekan tombol pengeras suara agar Feby bisa mendengar suara Mamahnya.
"Halo, assalamualaikum Arka"
Ucap Karin dari balik sambungan telepon.
"Ya, Wa'alaikumsalam Mah. Bagaimana kabar Mamah?" Tanya Arka.
"Alhamdulillah Mamah sehat. Kamu dan Feby bagaimana? Kalian berdua sehat?"
"Ya kami berdua sehat Mah"
Jawab Arka.
"Gimana hubungan kalian berdua Arka?"
"Baik" Jawab Arka singkat seraya melirik Feby.
"Kok jawaban kamu cuma gitu? Kamu sama Feby nggak lagi berantem kan?" Tanya Karin dengan nada penuh kecurigaan.
Arka menghembuskan napasnya. Berurusan dengan wanita memang menyusahkan! Mereka selalu menuntut jawaban lebih atas pertanyaannya.
"Lalu harus dijawab bagaimana?"
Arka berbalik tanya.
"Ya kamu jawab dengan lebih detail dong! Mamah kan pengen ngerti perkembangan hubungan kalian berdua. Kamu harus berusaha bersikap romantis ke istri kamu supaya kalian berdua lebih dekat"
Suara Karin terdengar sedikit kesal.
"Iya mah" Jawab Arka dengan wajah datar.
"Jangan cuma iya-iya doang! Mamah kan juga pengen cepet-cepet punya cucu!"
Uhuk! Uhuk!
Feby langsung tersedak air liurnya sendiri saat mendengar ucapan tante Karin.
Hal itu sontak membuat Arka menatapnya. "Kamu mau minum? Sebentar ya saya ambilkan minum" Ucap Arka pada Feby.
Gadis itu menggeleng pelan.
"N-nggak Mas, aku nggak apa-apa" Jawab Feby.
"Pegang hp saya dan bicara sama Mamah. Saya mau ambil minum sebentar untuk kamu"
Arka memberikan hp miliknya pada Feby. Lalu pria itu melenggang masuk ke dalam restoran.
Feby membisu menatap Arka. Ia hanya tersedak karena mendengar ucapan dari tante Karin namun pria itu bereaksi berlebihan.
"Halo? Arka kamu lagi berdua sama Feby ya?" Suara tante Karin membuat Feby tersadar dari lamunannya.
"H-halo... Oh iya tante Mas Arka lagi ngambil minum. Ini aku Feby, gimana kabar tante? Tante sehat?" Saut Feby seraya tersenyum canggung.
"Alhamdulillah baik Feb. Loh kenapa manggilnya masih tante?"
Tanya Karin.
Feby menyesali kebodohannya sendiri karena ia lupa masih memanggil Karin dengan panggilan 'Tante' sedangkan Karin sudah memintanya untuk memanggilnya 'Mamah' sama seperti Arka memanggil wanita itu.
"M-maaf Mah... aku lupa"
Lirih Feby.
"Iya nggak apa-apa. Kamu sama Arka lagi dimana?" Tanya Karin.
"Lagi di luar Mah. Mas Arka ngajak aku makan di Sea Breaaze Cafe" Jawab Feby.
"Oh ya? Itu tempat kesukaan mamah dulu sebelum sakit. Di situ makanannya enak-enak semua Feb. Tapi kamu jangan kaget sama sikap para pelayannya ya. Mereka semua ganjen-ganjen! Dulu setiap kali Mamah ke situ sama Arka, mereka selalu godain Arka hahaha..." Jelas Karin dengan begitu semangat.
Feby terpaku mendengar penjelasan dari Karin mengenai tempat tersebut. Ternyata apa yang dikatakan Arka benar mengenai wanita yang sering ia ajak kesini. Tak lain itu adalah Mamahnya sendiri. Feby merasa bersalah telah menuduh Arka yang tidak-tidak. Ia telah berpikiran negatif tentang pria itu tanpa tau kebenarannya dulu.
"Jadi apa yang dikatakan Mas Arka benar?" Gumam gadis itu. Ia lupa bahwa ucapannya bisa di dengar oleh Karin lewat telepon.
"Memangnya Arka ngomong apa sama kamu Feb?" Tanya Karin.
"N-nggak Mah. Mas Arka nggak ngomong apa-apa kok" Elak gadis itu dengan terbata-bata.
"Ya sudah Feb mamah tutup dulu teleponnya ya. Kalian berdua lanjutin kencannya. Mamah takut ngeganggu. Mamah udah nggak sabar pengen nimang cucu mamah"
Goda Karin seraya tertawa renyah.
Lalu setelahnya, Karin mematikan sambungan telepon sepihak.
Bulu kuduk Feby langsung berdiri setelah mendengar kalimat terakhir dari Karin. Mengapa Ibu mertuanya itu sangat menginginkan cucu?
Jika suatu hari ia dan Arka memiliki anak laki-laki, ia berharap anaknya mewarisi paras tampan dari Arka. Namun jika itu perempuan, ia berharap anaknya mewarisi sifatnya.
"Apa yang kamu pikirkan Feb?! Buang jauh-jauh pikiran konyol itu!" Celoteh Feby.
Gadis itu langsung mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri untuk menghentikan apa yang tengah ia pikirkan. Feby menghentikan aktivitasnya karena tiba-tiba saja tangannya digenggam oleh seseorang. Gadis itu mendongak ke atas, dan ternyata itu adalah Arka. Pria itu berdiri tepat di hadapannya dengan tangan kanan yang memegang tangan Feby, dan tangan kiri yang menenteng sebuah kantong kresek berwarna putih.
"M-mas Arka?" Gadis itu nampak sedikit terkejut.
"Apa yang kamu lakukan?"
Tanya Arka dengan tatapan tajam.
Pria itu menurunkan tangan Feby.
"T-tidak... Aku hanya... Sakit kepala saja" Jawab gadis itu dengan terbata-bata.
'Jangan sampai Mas Arka tau kalau aku memikirkan hal yang tidak-tidak!'
Batin Feby.
"Saya tau kamu berbohong Feb" Ucapan Arka.
"A-apa maksud Mas Arka?" Tanya Feby terbata-bata.
"Mamah saya meminta cucu dari kamu. Iya kan?"
Kedua mata Feby membelalak sempurna saat mendengar itu. Bagaimana Arka bisa tau?
Arka tiba-tiba saja menunjukkan senyuman penuh arti di wajahnya. Hal itu langsung membuat bulu kuduk Feby berdiri. Arka berjalan mendekat ke arah Feby. Mengikis jarak diantara mereka berdua.
"Kamu tidak perlu khawatir Feb. Saya tidak akan menuntut kamu akan hal itu" Ucap Arka dengan posisi yang begitu dekat dengan Feby.
Feby menatap wajah Arka sesaat.
"Menuntut tentang apa Mas?"
Tanya gadis itu.
Terdengar helaan napas dari Arka setelah mendengar pertanyaan dari gadis kecil di hadapannya ini.
"Apakah saya perlu menjelaskan lebih detail lagi kepada kamu, hmm?"
"Aku benar-benar bingung dengan ucapan Mas Arka. Aku tidak mengerti apa maksudnya. Mamah Mas Arka memang tadi mengatakan bahwa dia tidak sabar ingin menimang cucu. Tapi kenapa Mas Arka mengatakan kalau Mas tidak akan menuntut aku? Memangnya aku salah apa sampai harus dituntut? Yang ingin memiliki cucu kan mamahnya Mas Arka. Kenapa aku yang dituntut?" Cerocos gadis itu panjang lebar.
Pertanyaan terakhir dari gadis itu membuat Arka merasa gemas. Arka menatap Feby dengan tatapan lembut. Sedangkan gadis itu, menatap Arka dengan tatapan bingung dan wajah polos.
"Lupakan semua itu. Kamu masih kecil. Belum saatnya kamu mengerti"
Kata Arka berusaha untuk menghentikan pembicaraan mereka ini.
Bukannya apa-apa ia hanya tidak ingin Feby tertekan dengan hal yang tidak seharusnya gadis itu hadapi. Masa depan, impian, dan cita-cita gadis itu masih panjang. Arka tidak akan merenggut semua itu dari Feby karena ia telah berjanji kepada Ayah Feby.
Meskipun saat ini statusnya adalah suami sah Feby, namun ia tidak akan menuntut gadis itu untuk memberikannya seorang penerus keluarga Megantara, sebelum gadis itu benar-benar siap. Meskipun sebenarnya, ia juga telah lama menginginkannya.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Kedua mata Evandra memerah menyaksikan kejadian yang membakar hatinya itu tepat di depan matanya. Pria itu mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat di bawah. Rahang pria itu mengeras. Semakin ia menyaksikan dan mendengar pembicaraan Feby dan Arka, ia merasa semakin terbakar api cemburu.
"Jadi lo bohong sama gue Feb? Dia bukan Om lo, tapi dia suami lo! Gue nggak akan pernah biarin lo jadi milik siapapun! Karena lo cuma milik gue Feb! Lo cuma milik gue!"
Krakkk!
Gelas di dalam genggaman tangan pria itu hancur lebur hingga membuat serpihan-serpihannya menggores tangan pria itu. Tetesan darah dari tangan Evandra mengucur deras hingga menodai seragam sekolahnya.
Bersamaan dengan itu, seorang gadis yang juga memakai seragam yang sama memekik histeris melihat cairan kental berwarna merah. "Kak Evandra apa yang terjadi?!
Kenapa tangan kakak terluka seperti ini?!"
Wajah gadis itu tampak begitu panik.
Ia berusaha meraih tangan Evandra.
Namun langsung di tepis kasar oleh pria itu.
"Pergi! Gue nggak butuh bantuan dari lo!" Bentak Evandra pada gadis itu.
"Aku nggak bakalan pergi, sebelum aku obatin tangan Kak Evan!" Balas gadis itu dengan suara tinggi.
"Rayya! Gue bilang pergi!"
Evandra lebih meninggikan suaranya karena gadis itu tak kunjung pergi. Deru napas pria itu naik-turun setelah membentak gadis bernama Rayya itu.
Kedua mata gadis itu nampak berkaca-kaca setelah dibentak oleh Evandra. Namun tidak ada belas kasihan apapun dari pria itu. Evandra justru menatap Rayya dengan tatapan dingin.
"Lo itu cuma adik kelas gue. Jadi jangan pernah berharap lo bisa gantiin posisi Feby di hati gue!" Tandas Evandra lalu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Raya.
______________________________________
dan satu lagi punya seribu cara satu gagal coba lagi sampai mereka salah faham,,jarang ada yg siaga paling banyak kena jebakan nyesel minta maaf
ada satu sih yg lagi aku baca sebelum bergerak dah katauhan duluan
thor