Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Dikira Menyimpang
"Loh! Kamu pulang sendirian? Istrimu dimana?"
Emili mencari-cari keberadaan Ralina. Ia heran melihat putranya pulang sendiri ke rumah dengan wajah yang tampak muram.
"Tidak ada," jawab Tristan malas. Ia melemparkan asal jasnya lalu merebahkan diri di atas sofa.
Semalam ia sama sekali tidak bisa tidur karena ditinggalkan Ralina. Ia terlalu gengsi untuk menanyakan apakah wanita itu sudah sampai di rumahnya atau belum.
Entah apa nanti yang akan diceritakan Ralina kepada orang tuanya. Ia tidak akan memaafkan jika wanita itu mengatakan hal yang tidak-tidak.
"Tidak ada? Tidak ada bagaimana? Dia kabur juga?"
Emili jadi semakin penasaran. Baru semalam putranya menikah, sekarang sudah pulang ke rumah. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi.
"Dia pulang ke rumahnya, Mom ...."
Trian sudah sangat malas membahasnya. Ia pulang untuk menenangkan pikiran tapi rasa ingin tahu ibunya malah membuatnya semakin banyak pikiran.
"Pulang ke rumahnya?"
Emili masih merasa ada yang janggal.
"Apa jangan-jangan dia takut padamu? Kamu menakutinya, ya?"
Tristan melirik tajam ke arah ibunya yang tampak menahan tawa. "Mom ... Aku bukan setan!" jawabnya kesal.
Emili langsung tertawa. Sudah ia duga putranya kesal karena ditinggal istrinya.
"Ralina pasti masih syok karena tiba-tiba disuruh menikah menggantikan kakaknya. Wajar saja jika dia minta pulang. Apalagi dia juga masih sangat muda."
Bagi Tristan hal itu bukan masalah utama. Ia hanya kesal karena ini pertama kalinya ada orang yang berani melawannya. Harga dirinya terasa direndahkan karena tidak bisa menangani wanita kecil seperti Ralina.
"Tapi, kenapa kamu tampak sangat terganggu? Kamu kan tidak tertarik dengan pernikahan itu," guman Emili.
"Tertarik atau tidak tertarik, pernikahan tetap pernikahan, Mom. Aku sudah resmi menikah dengannya," kilah Tristan.
"Lalu bagaimana dengan Karina? Kamu tidak mau mencarinya?"
"Dicari untuk apa? Dia sendiri yang kabur. Lagi pula aku sudah menikah."
Emili semakin bingung dengan putranya. Sejak dulu Tristan seperti sangat terobsesi dengan Karina. Tapi, ketika wanita itu pergi, Tristan justru seperti tidak peduli.
"Tristan, dengarkan Mommy!" Emili menatap mata putranya sungguh-sungguh.
"You were not doing a lavender marriage, right?"
Tristan tertawa kecil mendengar pertanyaan ibunya. Ternyata ia masih dianggap menyimpang dan hanya menggunakan pernikahan itu untuk menutupi orientasi sek su al nya.
"Mom, aku normal. Kalau aku menyimpang, mungkin aku akan menikahi Regis."
"Regis sudah punya anak dan istri, kamu jangan macam-macam!" tegas Emili.
"Aku hanya bercanda, Mom. Pokoknya jangan khawatir, aku tidak seperti yang Mommy pikirkan." Tristan berusaha meyakinkan.
"Kamu menikah seperti tidak ada perhitungannya sama sekali. Mommy tentu mencemaskanmu."
"Lihat saja nanti, Mom. Aku akan memperlihatkan kehidupan pernikahanku yang baik-baik saja seperti impian Mommy."
Tristan kembali bangkit berdiri.
"Aku pergi dulu, Mom," ucapnya seraya mencium dahi ibunya.
"Kamu kan baru pulang, sudah mau pergi lagi?" tanya Emili heran.
"Aku lupa kalau ada urusan penting. Mungkin aku akan pulang agak malam."
Tristan berjalan ke arah halaman menghampiri Hansan yang sedang duduk di pos jaga.
"Antar aku ke kampus!" pintanya.
Hansan segera berlari ke arah garasi mengambil mobil Audi yang biasa digunakan oleh bosnya.
"Tapi Nona Ralina hari ini tidak datang ke kampusnya, Pak," ucap Hansan ketika Tristan sudah masuk ke dalam mobil.
"Aku bukan ingin bertemu dengannya. Aku ingin bertemu dengan Ares."
Hansan menelan ludahnya. Ia jadi punya firasat yang kurang enak jika bosnya menemui pemuda itu.
"Antarkan aku padanya!" perintah Tristan.
"Baik, Pak."
Hansan segera melajukan mobilnya. Ia melirik ke belakang memperhatikan sekilas bosnya yang tengah menyibukkan diri dengan tabletnya.
"Pak, bagaimana dengan Nona Ralina?" Hansan memberanikan diri bertanya. Semalam ia benar-benar jelas melihat istri bosnya pergi meninggalkan hotel tengah malam.
"Aku akan menanganinya sendiri. Kamu tidak perlu melakukan apa-apa," jawab Tristan.
"Baik, Pak."
Hansan kembali fokus mengendarai mobilnya melewati jalanan yang terasa cukup lengang siang itu. Ia membawa mobil itu menuju ke sebuah kafe yang terletak tak jauh dari kampus.
"Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Tristan heran. Ia minta diantar ke kampus.
"Hari ini biasanya Ares ada di kafe, Pak. Jadwal kuliahnya hanya sampai siang."
Karena sering mengikuti Ralina, Hansan jadi ikut menghafal jam-jam kerja pemuda yang merupakan pacar istri bosnya itu.
"Anda ingin saya panggilkan dia ke sini?"
"Tidak. Aku ingin masuk ke dalam."
Hansan keluar dari mobilnya. Ia membukakan pintu belakang untuk Tristan.
Siang itu kafe tampak lumayan ramai. Hansan menunjukkan satu bangku kosong di depan kafe agar Tristan duduk di sana.
"Anda tunggu sebentar di sini, saya akan memanggilkan orangnya," kata Hansan seraya masuk ke dalam kafe.
Hansan menemui pimpinan kafe dan menyampaikan tujuan kedatangannya. Tak lupa ia memberikan sejumlah uang sebagai kompensasi karena akan menyita waktu kerja Ares.
Ares di panggil dari arah dapur agar membawakan pesanan yang Hansan minta.
Ares terkejut saat mengetahui orang yang ingin menemuinya adalah Tristan.
"Saya membawakan pesanan Anda, Pak," kata Ares seraya meletakkan secangkir americano dan dua piring cake di hadapan Tristan.
"Duduklah!" pinta Tristan.
Ares menurut. Ia duduk di hadapan pelanggannya dengan perasaan yang canggung. Semalam mereka bertemu dan siang ini ia sengaja ditemui. Ares merasa ada sesuatu dengan dirinya.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"