Kisah bujang lapuk penjual celana kolor keliling yang memiliki kisah pahit bersama wanita, tiba tiba dihadapkan pada kejadian di mana dia harus menikahi tiga belas wanita secara bersama.
Kejadian apakah itu? Bagaimanakah ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Menjelang Tidur.
"Mister! Udah malam, ayo tidur."
"Eh ... iya, ayok," seketika jantung Jiwo langsung berdegup kencang, hatinya berdesir. Dengan gugup dia menjawab ajakan salah satu istrinya. Jiwo segera saja bangkit dari tempat duduknya dan beranjak masuk ke dalam kamar.
"Mister, ke kamar dulu aja, biar aku yang ngunci pintu," titah sang istri.
"Emang yang lain udah pada tidur?" tanya Jiwo sambil matanya mengedar ke arah ruang tengah yang memang sudah sepi.
"Mungkin lagi pada ngobrol di kamar. Sekarang kan gilliran aku yang menemani Mister tidur."
Jiwo hanya manggut manggut. Seperti ada yang menggelitik dalam telinganya mendengar ucapan wanita yang sedang memeriksa keadaan di luar rumah. Bagaimana bisa wanita itu dengan entengnya mengatakan giliran menemani Jiwo tidur. Dan giliran ini akan berlangsung tiap malamnya.
Tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam diri Jiwo bahwa dia akan mengalami hal seperti ini. Itu saja hanya tidur bareng, Jiwo sudah merasa takjub. Apalagi jika lebih dari sekedar tidur bareng? Bagaimanapun juga, Jiwo adalah pria normal yang memiliki pikiran nakal. Jiwo langsung melangkah menuju kamarnya.
Setelah merasa cukup wanita yang diberi nama panggilan oleh Jiwo dengan nama Andin melangkah menuju kamar Jiwo. Meski agak ragu dan canggung, dengan perlahan, wanita itu membuka pintu kamar suaminya.
Saat Andin masuk, Jiwo sedang duduk di tepi kasur semberi bersandar pada tembok. Andin perlahan menutup pintu dan berdiri di tempat yang sama.
"Kenapa?" tanya Jiwo saat melihat Andin terdiam seperti orang bingung dan menahan malu. "Apa kamu malu?"
"Maaf, Mister, soalnya ini pertama kalinya saya tidur dengan laki laki lain dalam satu kamar," jawab Andin agak gugup.
Jiwo lantas mengulas senyum. "Kalau kamu keberatan, kamu balik aja tidur bersama yang lain? Nggak apa apa."
"Tidak, Mister," tolak Andin dengan tegas. "Saya hanya ingin menjaga kehormatan suami saya, Mister. Sama kayak yang lainnya."
Jiwo terkekeh sejenak saat melihat ekspresi wajah wanita itu. "Tapi nggak perlu memaksakan diri, Nona. Kalau kamu keberatan ya nggak apa apa aku tidur sendirian."
Andin menatap lekat pria yang menjadi suaminya, lalu dia memberanikan diri melangkah mendekat dan duduk di tepi kasur. "Ini bukan masalah keberatan atau tidak. Saya juga mengerti, Mister tidak menuntut kami untuk tidur bareng. Tapi kami sadar, kami sekarang istri Mister. Setidaknya kami harus bisa melayani Mister, walaupun hanya menemani tidur."
"Iya saya ngerti, tapi ..." Ucapan Jiwo terpotong saat melihat wanita itu naik ke atas kasur dan berbaring di sebelahnya dengan wajah memandang langit langit kamar. Sekarang Jiwo yang akhirnya merasa canggung.
"Tadi kamu ikut ke pasar?" tanya Jiwo setelah beberapa menit terdiam dan dia menemukan ide untuk mengurai kecanggungan.
"Iya, sangat menyenangkan," jawab Andin sedikit antusias.
Jiwo mengulum senyum. Merasa senang mendengar pengakuan istrinya. "Kamu dan yang lain, belanja apa aja tadi?"
"Paling kebutuhan kami, Mister. Untung tadi pergi sama Emak, jadi tahu mana yang murah dan tidak."
"Baguslah," ucap Jiwo. Lalu dia menggeser tubuhnya menjadi terbaring dengan wajah menghadap langit langit kamar juga. Namun diluar dugaan, Andin malah berganti miring dan menatap Jiwo. Sontak saja pria itu langsung salah tingkah.
"Mister," panggil Andin pelan.
"Hum? Apa?" sahut Jiwo agak gugup.
"Mister itu tampan loh, kenapa belum punya istri?"
Jiwo tertegun. Pertanyaan Andin sedikit menohok relung hatinya. "Loh? Apa kamu tidak sadar? Sekarang kan, aku sudah menikah sama kamu? Berarti kamu itu istri aku."
Wanita itu tersenyum lebar dengan tatapan masih sama ke arah suaminya. Namun senyum itu perlahan meredup, berubah menjadi tatapan yang entah diartikan sebagai tatapan seperti apa. Andin kembali menatap langit langit. Sedangkan Jiwo melirik wanita yang tiba tiba diam setelah dia mendengar ucapan Jiwo.
"Mister, Jika suatu saat nanti saya ditakdirkan kembali ke negara saya, Apa kita masih bisa bertemu?" Jiwo tercengang mendengarnya. Entah kenapa wanita itu tiba tiba bertanya seperti itu.
"Pasti bisalah, sekarang kan jaman canggih. Nggak perlu khawatir. Kalau nggak bisa bertemu, kita bisa saling menyapa lewat internet," jawab Jiwo sesantai mungkin. Bahkan dia berbicara dengan rasa optimis yang tinggi.
"Saya merasa tidak rela saja nantinya jika kehilangan orang sebaik Mister. Mister mau merelakan diri untuk menikahi kami agar kami terlindungi dan kami tidak jadi gelandangan."
Jiwo tersenyum kecil mendengarnya. "Tidak usah terlalu di pikirkan? Kita jalani aja ini sama sama, Oke?"
Wanita itu mengulas senyum sembari mengiyakan. Kemudian wanita itu kembali memiringkan tubuhnya menghadap Jiwo.
"Mister."
"Hum?"
"Apa saya boleh tidur sambil memeluk Mister?"
Deg!
...@@@@@@...
yach.. namanya juga fantasi/Smug/