Okky dermawan diberi waktu selama tiga puluh hari oleh sang bunda untuk mendapatkan calon istri.
Bagaimana perjalanan Okky menemukan jodohnya. Semulus kulit bayi ataukah semulus kulit durian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon phita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putus
"Maka, ijinkan aku menyimpan cinta ini dihatiku, selamanya" Okky menarik tangan Kina yang masih menempel dipipinya, mengecupnya, lalu meletakkan telapak tangan itu didadanya. Hingga Kina bisa merasakan detak jantung Okky yang berdegup kencang.
"Jangan lupa, Allah maha membolak balikan hati manusia"
"Ya, aku akan menanggung pedihnya perasaan ini, sampai Allah mecabutnya. Mencabut perasaan ini atau mencabut nyawaku lebih dulu" ia menghela nafas, " Ki, apa menurut kamu, semua orang tua menganggap bahwa mereka bebas menentukan jalan hidup anaknya?"
"Semua yang dilakukan orang tua untuk anaknya pasti bertujuan baik, hanya saja kadang mereka lupa, lupa bertanya apakah anak mereka nyaman atau tidak, bahagia atau tidak. Kadang kita sebagai anak yang lupa, lupa memikirkan perasaan orang tua kita. Bertindak semau kita, berjalan sesuka hati kita. Kita lupa, ada mereka, orang tua kita yang harus kita jaga perasaannya. Manusia tempatnya salah dan dosa, tapi kita punya Allah untuk berlindung, berkeluh kesah dan bersandar. Yang menentukan hidup kita bukan orang tua atau siapapun, tapi Allah, sepenuhnya kuasa Allah azza wa jalla " Kina menghela nafas berat. Ia jadi teringat hubungannya dengan ayah yang semakin jauh.
"Kamu tahu, sejak kecil, aku nggak pernah diijinkan memiliki hidupku sendiri. Ayah selalu memaksakan keinginannya, semua harus seperti yang dia mau. Kadang aku marah, memberontak, tapi aku bisa apa selain menuruti walaupun dengan terpaksa. Aku butuh mereka, aku belum bisa berdiri dikakiku sendiri, aku butuh fasilitas dan kenyamanan yang mereka sediakan untukku. Kamu tahu, aku pernah diam diam menangis, karena ingin ikut karate, seperti teman teman sekolahku. Saat itu, aku masih SMP. Ayah tidak mengijinkan, dia bilang aku nggak perlu jadi kuat, aku hanya perlu jadi pandai. Karena aku ini calon pemimpin, bukan calon pengawal" Okky tersenyum hambar, sekilas mengingat betapa keras ayahnya pada dirinya dulu.
"Tapi mau tak mau aku harus berterima kasih pada ayah, karena didikannya yang keras, aku bisa menjaga dan melindungi perusahaan dan kedua wanita yang sangat aku cintai, setelah ayah meninggalkan kami secara tiba tiba. Saat teman teman seusiaku sedang sibuk cinta cintaan, sibuk mencari kawan, sibuk nongkrong, aku sudah disibukkan dengan urusan perusahaan. Orang orang kagum melihatku, katanya aku hebat. Mereka tidak tahu saja, rasanya mau mati, mau menyerah, kalau tidak ingat Okta dan Bunda yang menggantungkan hidupnya padaku" Kina mengusap lengan Okky, dia kagum pada pria itu.
"Tapi kamu memang hebat, pacar satu hariku benar benar keren. Saya jadi bangga pada diri sendiri, bisa membuat laki laki sehebat pak Okky jatuh cinta"
"Setelah ini, aku akan menyerahkan hidupku pada Bunda. Aku akan melakukan semua yang dia mau. Aku…aku sepenuhnya milik bunda" Okky menunduk, ia menangis. Kina memeluknya, mengusap punggungnya. "Terima kasih untuk satu hari yang paling bahagia ini Ki, aku mencintaimu"
"Ya, sama sama" hanya itu yang Kina ucapkan.
Dan……seperti sebuah mimpi, maka berakhirlah kisah cinta satu hari yang manis juga pahit itu.
……
Okky pulang kerumah bundanya, berjalan dengan langkah gontai. Jiwanya sudah dia anggap mati, kini tinggal raganya yang siap dikendalikan Bundanya secara penuh.
"Kak…kakak baik baik saja?" Okta menghampiri Okky yang nampak lesu itu, membuatnya khawatir.
"Bunda ada?" tanya Okky. Dia tak menghiraukan pertanyaan Okta.
"Ada, kakak sudah makan?Mau sesuatu?"
Okky mengelus pipi Okta, "Nggak, makasih. Gimana kandungan kamu, sehat kan?" dia menatap perut buncit adiknya yang nampak lucu.
"Alhamdulillah sehat kak"
Okky dan Okta berjalan beriringan, menuju ruang keluarga dimana Ibu mereka berada. Okta terus saja melirik kakaknya yang diam seperti zombi. Kakaknya yang cerewet, usil dan suka mengajaknya berdebat hingga membuat ibu hamil itu kesal, kini berubah. Dia diam, tatapannya kosong, wajahnya muram.
"Akhirnya kamu pulang, sini duduk, bunda mau membahas soal pernikahan kamu sama Erika. Ingat, kamu sudah sepakat menikahi Erika lho ya, jangan buat Bunda kecewa"
"Apapun yang membuat bunda bahagia, akan aku lakukan. Apapun itu, hidupku milik bunda" ucapnya lirih. Dia sudah pasrah, tak akan melawan.
"Kak…jangan begini. Bunda, tolong jangan paksa kak Okky" Okta menggenggam tangan kakaknya.
"Paksa apa sih Okta, ini semua demi kabaikan kakak kamu. Kamu sudah bertemu Erika, kan. Dia cantik, sopan…"
"Dia sempurna untuk kakak, Okta" Okky tersenyum hambar
Okta menggeleng, matanya berkaca kaca. "Tapi kakak nggak bahagia, aku tahu kakak terpaksa. Bunda, kasihan kakak, dia sudah banyak berkorban untuk keluarga kita" Okta menangis tersedu sedu. Menubruk tubuh kakanya dan memeluknya erat. "Kakak berhak bahagia, kakak harus bahagia" ucapnya dengan terisak isak.
"Hati hati Okta, kamu lagi hamil" Okky balas memeluknya.
"Kakak mencintai Kina kan?" bisiknya ditelinga Okky
"Ssttt......jangan buat ibu membenci Kina lagi, kakak nggak mau melukai hati keduanya"
"Nggak sopan banget sih, ada bunda tapi kalian bisik bisik"
Okta tak menyahut,dia memilih kembali kekamar. Dia ingin menumpahkan rasa sesak didadanya, membayangkan perasaan kakaknya, yang tak bisa bersama dengan wanita yang ia cintai
"Apa sih anak itu, sensitif banget" gumam Ibu Suri. "Jadi, kapan kamu siap melamar Erika. Tadi bunda sudah bilang sama diana, mamanya Erika. Mereka menerima perjodohan ini. Erika jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Gimana nggak jatuh cinta, anak bunda tampan dan gagah begini"
"Punya jabatan dan uang juga" imbuh Okky, dengan maksud menyindir.
"Erika itu bukan cewek matre, keluarganya memang tidak sekaya kita. Tapi dia itu tulus menerima kamu. Kamu akan bangga punya istri secantik dia, orang orang akan iri sama kamu"
"Iya, semua yang bunda katakan pasti benar. Karena bunda ingin aku bahagia" Lagi lagi Okky menyindir.
"Kamu sudah makan?"
"Sudah. Okky boleh istirahat?"
"Kok tanya begitu, kalau capek ya istirahat sana, sejak kapan istirahat saja harus ijin bunda?"
"Sejak saat ini, karena hidupku adalah milik bunda" Okky beranjak, meninggalkan Ibu Suri yang kebingungan. Anaknya tidak seperti biasanya. Ucapannya penuh dengan kalimat sindiran.
"Apa benar kata Okta, Okky tidak bahagia? Jadi dia benar benar mencintai sekretarisnya itu, tapi aku nggak mau Okky menikah sama Kina. Aku nggak mau Kina menguasai Okky, aku nggak mau nanti Okky akan melupakanku. Ya, Erika jauh lebih baik. Dia juga sangat perhatian padaku" Ibu Suri bermonolog. Mencoba mencari pembenaran akan apa yang dia paksakan pada anaknya.
Okky merebahkan tubuhnya, menatap langit langit kamar. Tak ada semangat di dalam dirinya. Bahkan hanya untuk mandi dan berganti bajupun dia enggan.
Kina sudah seperti bagian dalam dirinya. bagaimana tidak, gadis itu bersamanya hampir sepanjang waktu selama dua tahun belakangan. Mengurusi semua kebutuhannya, menjadi teman curhatnya, menjadi teman berdiskusi, ada dikala senang maupun susah. Selalu ada Kina di setiap langkahnya. Jadi, tak akan mudah dirinya menghilangkan nama seorang Okina Putri dari hidupnya.
Tak menunggu lama, mata Okky mulai terpejam. Mengarungi mimpi dalam lelahnya kehidupan. Dia benar benar tidur tanpa mengganti bajunya.
komunikasi itu penting..
adoiii...yg bukan2 je