"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23
Waktu terus merangkak naik seiring jarum jam yang terus berputar, tak terasa hari sudah hampir memasuki tengah malam. Namun Renata tak kunjung bisa memejamkan mata, akhirnya ia beranjak dari tempat tidurnya menuju ke arah jendela sedikit menyingkap gorden mengintip gelapnya malam di luaran sana.
Ia tengadahkan wajahnya menatap langit gelap tanpa bintang, hanya angin yang menemani terasa dingin masuk lewat celah jendela. Hati dan pikirannya masih di penuhi Fauzan, suaminya. Janji akan bersua lewat sambungan telepon dikala malam kembali menguap entah kemana. Mungkin lelah, gumamnya berusaha menyudahi riuh i-si kepala yang sedari tadi tak mau tenang.
Gorden kembali ditutupnya dan memilih kembali merebahkan tubuh di atas tempat tidur, jemarinya kembali meraih ponsel hanya untuk menuntaskan rasa penasaran, berharap ada pesan yang tak ia dengar notifnya. Renata menghela napas berat setelah tau ponselnya hanya rame chat di grup. Benda pintar kesayangannya pun kembali ia letakkan, dan memilih untuk diam menatap langit-langit berharap kantuk akan segera datang. Kamar yang temaram seolah sedang memeluknya dari kerinduan dan resah yang kian menyesakkan dada.
.
.
Entah sudah berapa lama ia tertidur, usapan lembut di punggungnya diikuti suara sang ibu mengguncang kesadarannya untuk segera bangun.
"Re, bangun nduk. Sudah jam lima ini, tumben-tumbennya masih tidur biasnya jam segini sudah masuk kamar ibu." Bu Rohmah tatapi wajah Renata yang terlihat masih dikuasai kantuk, tak lama kemudian paruh baya itu duduk di tepi ranjang tanpa melepaskan tangannya yang masih setia mengusap punggung Renata.
"Apa semalam begadang teleponan sama Zan?" Tanya Bu Rohmah dengan tatapan yang menelisik. "Nduk, kalian sama-sama kerja, komunikasi memang penting dan itu diatas segalanya bagi sebuah hubungan. Tapi istirahat juga penting, tanamkan kepercayaan pada suamimu nak biar hatimu tenang dan Zan juga tenang selama bekerja di sana." Tuturnya panjang lebar yang hanya di jawab senyuman oleh Renata yang tengah mengikat rambut asal-asalan.
"Iya Bu, aku ambil wudhu dulu ya."
"Iya, ibu tunggu di bawah. Katanya mau ngajak ibu jalan-jalan pagi, enggak lupa kan?"
"Enggak dong ibu ratuku." Sahut Renata tersenyum mengangkat jempolnya.
.
.
Fauzan kembali menempelkan ponsel ke telinganya, ia kembali melihat jam di pergelangan tangannya memastikan kalau saat ini belum waktunya sang istri berangkat kerja. Namun untuk kedua kalinya ponsel Renata berada di luar jangkauan. Dengan kedua alis yang hampir bertautan saat menatap layar ponsel, Fauzan beralih menghubungi bu Rohmah. Dering pertama langsung tersambung, sapaan lembut mertuanya bak mantra yang menenangkan dikala resah.
"Assalamualaikum Bu, Rena kemana ya kok nomornya tidak aktif?"
"Waalaikumsalam, ini ada. Kalian ngobrol saja langsung."
"Iya mas, aku lagi jalan-jalan pagi sama ibu."
"Sayang, hapemu kemana? Dari tadi mas telepon kok nggak aktif!" Semprot Fauzan dengan nada yang terdengar menahan kesal.
"Hapeku lowbat makanya ditinggal dirumah, maaf."
"Sayang, lain kali kalau mau tidur itu hape di periksa dulu biar ketahuan batrenya habis atau enggak. Kamu enggak tahu gimana mas disini khawatir dari tadi mas hubungi kamu enggak aktif terus." Fauzan membuang napas kasar, menyesal karena ucapannya pada Renata agak keras.
"Maaf, tapi semalam aku juga nungguin mas." Sahut Renata setengah berbisik, karena tak ingin didengar oleh sang ibu.
"Re, semalam mas sibuk makanya enggak sempat hubungi kamu lagi sayang. Ini juga mas mau bilang kalau hari ini kemungkinan mas jarang pegang hp karena banyak hal yang harus di selesaikan. Tapi mas pastikan kalau sudah selesai kerjaan mas pasti hubungi kamu. Selesai meeting sama investor mas langsung ke Bandara makanya ini prepare sekarang biar enggak bolak balik hotel." Tutur Fauzan menjelaskan.
"Mas tutup dulu ya teleponnya, bentar lagi sopir jemput. Kamu baik-baik disana sampai ketemu weekend sayang, Assalamualaikum."
"Ia mas juga hati-hati, waalaikumsalam."
Fauzan masukkan ponsel ke dalam saku celananya, ia kembali beralih pada map yang berisi berkas-berkas penting yang akan dibawanya nanti. Lembar itu satu persatu ia periksa dengan sejuta do'a yang terus ia gaungkan, berharap pekerjaannya saat ini diberi kelancaran sehingga menghasilkan pundi-pundi rupiah dari bonus yang dijanjikan sang CEO. Juga menjadi jalan untuk kemajuan karirnya di masa depan dengan tingkat yang lebih tinggi.
.
.
.
"Bu, mau langsung kepasar apa pulang saja?" Renata duduk disebelah sang ibu dengan tangan yang terulur menyerahkan ponsel.
"Pulang saja nduk, kalau kepasar dulu keburu siang kan kamu harus kerja juga nanti telat. Ke pasar biar nanti siangan saja ibu sendiri." Bu Rohmah berdiri, "Ayo pulang, sudah waktunya sarapan."
"Bu, kita sarapannya beli saja. Ada nasi uduk yang enak, ibu belum pernah coba kan? Tapi agak jauh dari sini kita pakai motor saja, ayo!" Renata mempercepat langkahnya sambil menggandeng tangan sang ibu menuju ke rumah hendak mengambil sepeda motornya.
"Sudah? Renata memutar leher menoleh kebelakang."
"Sudah, jangan ngebut ibu takut."
"Gak apa-apa kan ini bukan jalan raya Bu, cuma jalanan komplek."
Tak sampai sepuluh menit Renata hentikan laju motornya di depan sebuah gerobak besar. Setelah memastikan sang ibu turun, Renata turun dengan tergesa hingga tak menyadari kalau dari arah belakang ada seorang anak kecil yang tengah berlari.
"Nduk, awas!"
Brakk.
"Aw! Sakit, hiks."
Ayo tebak siapa yang jatuh?
Kamu aja yg di telpon gak mau ngangkat 😏😏😏
baru juga segitu langsung protes 😏😏
Rena selalu bilang gak apa apa padahal dia lagi mendem rasa sakit juga kecewa tinggal menunggu bom waktunya meledak aja untuk mengeluarkan segala unek unek di hati rena😭
scene nya embun dan mentari juga sama
bikin mewek 😭
jangan bikin kecewa Napa ahhhhh😭😭
aku sakit tau bacanya
padahal bukan aku yang menjalani kehidupan rumah tangga itu😭😭😭
suka watir aku kalauu kamu udah pulang ke bandung 😌😌