Kayla terkenal sebagai ratu gelud di sekolah-cewek tempramen, berani, dan udah langganan ruang BK. Axel? Ketua geng motor paling tengil sejagat raya, sok cool, tapi bolak-balik bikin ortunya dipanggil guru.
Masalahnya, Kayla dan Axel nggak pernah akur. Tiap ketemu, selalu ribut.
Sampai suatu hari... orang tua mereka-yang ternyata sahabatan-bikin keputusan gila: mereka harus menikah.
Kayla: "APA??! Gue mending tawuran sama satu sekolahan daripada nikah sama dia!!"
Axel: "Sama. Gue lebih milih mogok motor di tengah jalan daripada hidup seatap sama lo."
Tapi, pernikahan tetap berjalan.
Dan dari situlah, dimulainya perang baru-perang rumah tangga antara pengantin paling brutal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 24
Setelah orang tua Kayla pulang, suasana apartemen mendadak hening. Axel menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan malas, menatap Kayla yang masih rebahan.
“Molor mulu lo perasaan,” ucap Axel ketus, nadanya penuh sindiran.
“Cape, anjir,” jawab Kayla malas, matanya masih berat dan tangannya memainkan ponsel.
“Bikinin gue kopi,” Axel memerintah dingin.
“Najis,” balas Kayla tanpa menoleh, jari-jarinya tetap sibuk di layar.
Axel mencondongkan tubuhnya, menatap Kayla tajam. “Lo istri gue. Harus nurut.”
Kayla langsung menoleh, wajahnya tegas. “Kata lo, lo bisa sewa pembantu. Ya sewa lah. Gue ngga mau disuruh-suruh sama lo.”
Axel mendengus kesal. “Oke. Tapi uang bulanan lo gue potong buat bayar ART. Lagian, mau ngapain juga ART di sini? Ngga ada gunanya.”
Kayla langsung bangkit, wajahnya merah karena emosi. “Anjing! Lo bener-bener ya mau nindas gue. Mana kopi lo, bangsat!” teriaknya, melotot.
“Di rak,” jawab Axel cuek, menahan tawa yang hampir meledak.
Dengan kasar Kayla membuat kopi sachet, lalu menaruhnya di meja sampai cangkir bergetar. “Minum tuh! Besok-besok gue beli sianida, gue campurin, biar lo mampus!”
Axel malah ngakak. “Wow, takut. Btw, jangan bunuh gue dulu. Gue belum ngerasain malam pertama.”
“Dih! Najis banget!” Kayla langsung bergidik, meraih tasnya. “Anterin gue pulang, ah.”
“Males,” Axel meneguk kopinya santai.
“Yaudah, gue pesen taxi online.”
Kayla membuka aplikasi dengan kesal.
Axel menatapnya sebentar, lalu mendesah. “Lo ngga cape tiap ada orang tua lo kaget setengah mati?”
“Ya cape,” Kayla mengaku, suaranya melemah sejenak.
“Yaudah, tinggal aja di sini. Cuci-in baju gue sekalian.” Axel sengaja meledek.
Kayla langsung menatapnya tajam. “Lo nikahin gue buat jadi babysitter lo? Najis banget sih lo, Xel!”
“Ngga gitu, Kayla. Lo liat pasangan lain. Udah nikah, mereka ngurus suaminya. Kok lo ngga kayak gitu? Ketemu di jalan aja kagak nanya.”
Kayla langsung naik pitam. “Lo inget ngga waktu awal kita ketauan dijodohin? Lo bilang najis nikah sama gue! Harusnya lo inget itu, tai lo!”
Axel malah tersenyum nakal, matanya penuh tantangan. “Ouh, itu gue salah ngomong. Sorry.”
Kayla mendengus, langsung membuka pintu. “Gue balik. Bye!”
Axel hanya menghela napas panjang saat pintu tertutup. “Cewek gila… dasar,” gumamnya, lalu meneguk habis kopi buatan Kayla.
Keesokan harinya, suasana kampus kembali ramai dengan ospek. Kayla hadir dengan wajah segar meski hatinya masih kesal pada Axel.
Reno, senior yang dulu kakak kelasnya di SMA, terus saja mencari celah untuk mendekatinya.
Kayla digoda terus, sampai-sampai para mahasiswa lain menyoraki mereka, menjodoh-jodohkan Kayla dengan Reno. Sorakan itu membuat Kayla tersipu, meski dalam hati dia merasa risih.
Saat istirahat, Reno muncul dengan senyum hangat sambil membawa kotak makanan. “Nih, buat kamu,” ucapnya ramah.
Kayla terkejut, tapi menerima dengan senyum. “Ih, ngerepotin loh, Kak.”
“Ngga apa-apa kok,” jawab Reno sambil menatap Kayla penuh perhatian.
“Kayla tinggal dimana?” tanyanya penasaran.
“Ngekos bareng temen,” jawab Kayla singkat.
“Oh? Di mana?” Reno terus menggali.
“Deket kampus,” balas Kayla.
Reno tersenyum makin lebar. “Boleh ngga kapan-kapan kakak main?”
Kayla menoleh, senyum tipis terbit di bibirnya. “Ngga boleh.”
“Loh, kenapa?” Reno mengernyit heran.
“Aku udah nikah.” Kayla menatapnya sambil tersenyum manis.
“Apa?? Kok—” Reno nyaris menjatuhkan kotak makanannya, kaget setengah mati.
Kayla lalu menunjuk ke arah belakangnya dengan santai. “Itu tuh… suami aku lagi liatin.”
Reno menoleh. Benar saja, Axel berdiri tak jauh dari mereka, wajahnya gelap, tatapan tajamnya seakan bisa membakar udara. Reno tercekat, sementara Kayla hanya terkekeh geli melihat ekspresi kaget seniornya itu.
“Ah cape gue,” ucap Kayla, tubuhnya langsung terhempas ke kasur kosan.
“Ekh, si Salsa bukannya mau ngekos juga? Kok ngga ada?” tanya Kayla sambil melirik ke arah Laras.
“Ngga, katanya tinggal di rumah si Putra,” jawab Laras santai, sambil rebahan.
Kayla mengernyit. “Ouh gitu. Duh… tinggal di mertua, dia kuat ngga ya? Kasian dia.” Ia lalu meraih ponselnya, jemari lincah membuka grup chat.
“Sa, lo apa kabar?” tanya Kayla lewat pesan.
“Hp baru lo?” sela Anya yang baru sadar, matanya berbinar.
“Iya, dari papa-nya Axel,” jawab Kayla sambil tersenyum tipis, entah bangga entah geli.
“Lo beruntung ya, punya mertua baik,” ucap Anya sambil menepuk bahu Kayla.
“Gitu lah…” jawab Kayla seadanya, matanya masih terpaku ke layar ponsel menunggu balasan dari Salsa.
Notifikasi masuk. Gitu dech, Kay, balas Salsa.
“Katanya mau ngekos?” tanya Kayla lagi.
“Putra-nya ngga mau, Kay,” balas Salsa singkat.
Kayla menghela napas. “Ouh gitu… sehat-sehat ya lo, Sa. Gue kepikiran lo mulu,” ucap Kayla tulus.
“Iya, makasih Kay,” balas Salsa.
Belum sempat ia meletakkan ponselnya, layar kembali bergetar. Kali ini dari Axel.
Mau kopi, tulisnya.
Kayla mendengus, “Lu gila apa? Bikin sendiri! Axel pake chat gue segala.”
Gue di luar, balas Axel cepat.
Kayla terbelalak, bangkit ke jendela. “Si babi tiba-tiba ada di luar,” ucapnya panik.
“Siapa?” tanya Anya, mendekat.
“Si Axel… mau kopi katanya,” sahut Kayla, lalu buru-buru membuka pintu.
“Dih, kayak lagi apel aja,” celetuk Laras sambil terkekeh.
“Sini lo! Katanya mau kopi!” teriak Kayla ke arah jalan.
Namun balasan datang lewat chat lagi. Lo bego? Tulisan segede gaban di depan kosan putri. Gue mah cowok tau diri.
Kayla menggerutu sambil mengetik, Ouh iya. Trus gimana, tai?
Ke apartemen. Bawa baju lo. Nginep. Cuciin baju gue. Udah ngga ada sempak ganti, tulis Axel tanpa malu.
Kayla meringis jijik. Najis 🤮🤮🤮
Balasan datang cepat. Nurut ngga lo? Atau gue laporin ke Bu Wida.
Kayla terdiam, lalu mengetik dengan jengkel. Ok ok! Bangsat lo, main lapor aja! Ia berdiri dan mulai bersiap.
“Kemana?” tanya Anya curiga.
“Ke apartemen,” jawab Kayla sambil masuk kamar, beres-beres.
“Cieee, mau malam pertama nich,” goda Laras.
“Ngga lah, ngga mungkin,” sanggah Kayla cepat, mengikat rambutnya.
Tak lama kemudian ia melambaikan tangan. “Gue pergi ya.”
“Ok!” jawab mereka berbarengan.
Di dalam mobil, keheningan menekan. Hanya suara musik dari tape mobil yang diputar dengan volume sangat rendah.
“Malam Minggu main yuk,” ucap Axel tiba-tiba, memecah sunyi.
“Kemana?” tanya Kayla malas, wajahnya menoleh setengah.
“Lembang,” jawab Axel singkat.
“Pake motor lo? Ogah, akh. Males,” cemberut Kayla sambil menyandarkan kepala.
“Mobil dong,” Axel tersenyum bangga, tangannya mengetuk setir ringan.
“Gimana… nanti,” jawab Kayla datar sambil menatap jalanan gelap yang basah oleh embun.
Begitu sampai apartemen, Kayla langsung menuju dapur tanpa basa-basi. Tangannya cekatan membuat kopi sachet.
Ia menaruhnya di meja dengan nada ketus. “Nih.”
“Thanks,” sahut Axel sambil terkekeh, tatapannya menggoda.
“Bikin sendiri bisa kali,” ucap Kayla kesal, tangan bersedekap.
“Lah, gunanya lo apaan coba kalo gue suruh bikin sendiri?” balas Axel sambil menyesap kopi dengan santai.
“Au akh, gue mau tidur. Bye,” potong Kayla, lalu masuk ke kamarnya tanpa menoleh lagi.
Axel terkekeh kecil, kepalanya menggeleng. “Dasar tukang molor.”