NovelToon NovelToon
Star Shine The Moon

Star Shine The Moon

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Murni
Popularitas:513
Nilai: 5
Nama Author: Ulfa Nadia

Setelah kecelakaan misterius, Jung Ha Young terbangun dalam tubuh orang lain Lee Ji Soo, seorang wanita yang dikenal dingin dan penuh rahasia. Identitasnya yang tertukar bukan hanya teka-teki medis, tapi juga awal dari pengungkapan masa lalu kelam yang melibatkan keluarga, pengkhianatan, dan jejak kriminal yang tak terduga.

Di sisi lain, Detektif Han Jae Wan menyelidiki kasus pembakaran kios ikan milik Ibu Shin. Tersangka utama, Nam Gi Taek, menyebut Ji Soo sebagai dalang pembakaran, bahkan mengisyaratkan keterlibatannya dalam kecelakaan Ha Young. Ketika Ji Soo dikabarkan sadar dari koma, penyelidikan memasuki babak baru antara kebenaran dan manipulasi, antara korban dan pelaku.

Ha Young, yang hidup sebagai Ji Soo, harus menghadapi dunia yang tak mengenal dirinya, ibu yang terasa asing, dan teman-teman yang tak bisa ia dekati. Di tengah tubuh yang bukan miliknya, ia mencari makna, kebenaran, dan jalan pulang menuju dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

제24장

Malam panjang yang baru saja dilalui Ha Young terasa belum cukup. Ada bagian dari dirinya yang masih ingin terus berlari, tertawa, dan melupakan semua luka yang selama ini membekas. Petualangan bersama Jae Wan membuatnya merasa hidup kembali seolah dunia yang selama ini gelap perlahan mulai berwarna. Tapi saat mobil Mercedes milik Yeo Jin berhenti di depan taman, ia tahu bahwa kebahagiaan malam itu harus sementara dilepaskan.

Saat melangkah menuju mobil, Ha Young merasakan nyeri ringan di lengannya. Ia melipat lengan baju panjangnya dan menatap kulit yang tampak memerah. Ia tersenyum kecil saat menyadari bahwa bekas itu berasal dari cengkaman Jae Wan yang begitu kuat saat menaiki roller coaster. Ketakutan pria itu begitu nyata, dan entah kenapa, mengingatnya membuat Ha Young merasa hangat ada sisi manusiawi yang lucu dan tak terduga dari seorang detektif yang selama ini tampak tak tergoyahkan.

Sebelum ia sempat membuka pintu mobil, suara Jae Wan memanggilnya dari belakang. Ia berbalik, dan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat saat melihat pria itu berjalan mendekat.

“Jung Ha Young-ssi,” ucap Jae Wan pelan, “waktu kecil, saat aku merasa sedih, aku selalu menutup telingaku, memejamkan mata, dan mengingat semua kenangan yang membuatku bahagia. Anehnya... kesedihan itu perlahan menghilang.”

Ha Young tersenyum, matanya menatap Jae Wan dengan lembut. “Benarkah? Kalau begitu... aku akan mencobanya.”

Jae Wan menatapnya dalam, lalu menambahkan, “Kalau suatu hari kau merasa kesedihan itu terlalu berat untuk kau tanggung sendiri... kau bisa mengatakannya padaku. Aku akan membantumu melewatinya.”

Ha Young terdiam. Kata-kata itu sederhana, tapi menyentuh sesuatu yang selama ini ia simpan rapat. Senyumnya mengembang perlahan, dan untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar ingin mendengarkan.

Yeo Jin menatap Ha Young dari balik kaca depan mobil. Wajah gadis itu tampak lebih cerah malam ini senyumnya mengembang, matanya berbinar. Melihat itu, Yeo Jin merasa sedikit lega. Setidaknya, untuk malam ini, Ha Young bisa bernapas tanpa beban, bisa tertawa tanpa bayang-bayang luka.

Saat mobil berhenti di sebuah supermarket kecil di pinggir jalan, Ha Young menyadari rasa haus yang tiba-tiba menyerangnya. Tubuhnya masih terasa hangat setelah pelarian singkat dari kejaran para penggemar. Yeo Jin segera turun untuk membelikan minuman, sementara Ha Young tetap di dalam mobil, menyandarkan kepala pada sandaran kursi, mencoba menenangkan napas.

Namun pandangannya tertumbuk pada sosok yang tak asing seorang pria berdiri di dekat pintu masuk supermarket, menatap ke dalam seolah sedang menunggu seseorang. Ha Young membelalak. Hee Jae... Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu mobil dan melangkah cepat ke arahnya.

“Hee Jae eoppa!” serunya, suaranya penuh kejutan dan kegembiraan.

Hee Jae menoleh, terkejut. “Ha Young-ah?” Ia segera melangkah mendekat, senyumnya mengembang. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”

“Aku sedang menunggu Manager Seo. Dia didalam untuk membeli minuman,” jawab Ha Young sambil menunjuk ke arah supermarket. “Kalau eoppa sendiri?”

“Aku juga sedang menunggu temanku. Dia sedang beli sesuatu di dalam,” ujarnya sambil tersenyum, lalu menatap Ha Young dengan sorot mata yang sedikit berubah. “Ha Young-ah... maaf, kamu mungkin marah karena eoppa tidak bisa menemuimu saat Natal.”

“Aniyo, eoppa. Tidak masalah,” ujar Ha Young sambil tersenyum kecil, meski senyum itu tak sepenuhnya sampai ke matanya. “Aku tahu eoppa sangat sibuk... masih ada Natal tahun depan, kan?” lanjutnya, mencoba terdengar ringan. Padahal, jauh di dalam hatinya, ia tak bisa memungkiri rasa kecewa yang sempat mengendap. Tapi ia memilih menyimpannya sendiri ia terlalu menyukai pria itu untuk membiarkan kekecewaannya terlihat.

“Ah, aku dengar soal detektif yang menolongmu,” ucap Hee Jae, mengalihkan topik. “Jadi dia detektif dari kepolisian Seoul, ya?”

“Mmm,” sahut Ha Young sambil mengangguk pelan. Senyumnya tipis, tapi tulus. “Aku rasa semua orang harus tahu. Karena detektif itu... telah menyelamatkan nyawaku.”

Seketika, pintu supermarket terbuka. Seorang gadis keluar sambil membawa kantong belanja. Hee Jae menoleh dan tersenyum hangat ke arahnya. Gadis itu membalas senyum itu dengan cara yang terasa akrab terlalu akrab. Ha Young hanya bisa diam, dadanya terasa sedikit sesak. Ia tak tahu kenapa, tapi melihat interaksi itu membuatnya merasa seperti orang luar.

Gadis itu kemudian melangkah ke arah mereka dan berdiri tepat di sisi Hee Jae, lalu menatap Ha Young dengan senyum ramah. “Ha Young-ah, perkenalkan,” ujar Hee Jae, “ini temanku, Ji Soo.”

“Annyeong haseyo,” sapa Ji Soo dengan sopan. “Aku Lee Ji Soo. Kamu... pasti Jung Ha Young, kan? Artis yang sedang terkenal itu?” ucapnya sambil tersenyum cerah.

“Benar, aku Jung Ha Young,” ujar Ha Young sambil tersenyum senyum yang hambar, nyaris tak bernyawa. Ia mencoba bersikap ramah, tapi ada sesuatu dalam dadanya yang terasa mengencang.

“Aku penggemar setiamu,” kata Ji Soo antusias. “Hee Jae bilang Nona Jung adalah temannya yang sangat baik hati, dan suatu hari ia akan memperkenalkanmu padaku.” Tatapan Ji Soo berpindah ke Hee Jae, penuh kekaguman yang tak disembunyikan.

“Benarkah... eoppa bilang begitu?” tanya Ha Young, menoleh pada Hee Jae. Ia memperhatikan wajah pria itu yang tampak begitu senang senyum yang lebar, mata yang berbinar. Senyum yang belum pernah ia lihat ditujukan padanya.

“Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganku,” lanjut Ji Soo sambil tertawa kecil. “Bisa melihatmu secara langsung... kamu benar-benar cantik dan sangat anggun.”

“Terima kasih, Ji Soo ssi” balas Ha Young dengan senyum tipis. Ia berusaha terdengar tulus, tapi suaranya sedikit bergetar. Ada sesuatu yang terasa asing dalam dirinya perasaan yang samar namun menyakitkan.

“Jangan terlalu memujinya,” sela Hee Jae sambil tertawa. “Nanti Ha Young tidak bisa tidur. Ha Young-ku ini mudah sekali tersentuh.”

Ha Young terdiam sejenak. Kata “Ha Young-ku” yang dulu membuatnya hangat, kini terdengar seperti gurauan yang tak lagi punya makna. Ia menunduk sedikit, menyembunyikan ekspresi yang mulai retak.

“Apa barang yang kamu cari sudah kamu temukan?” tanya Hee Jae, beralih pada Ji Soo.

“Sepertinya kita harus mencarinya di supermarket yang lebih besar,” jawab Ji Soo santai. “Di sini tidak ada.”

Ha Young hanya berdiri di sana, diam, menyaksikan kedekatan yang tak ia pahami. Dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa... sendirian lagi.

“Baiklah, aku akan mengantarmu mencarinya di supermarket lain,” ujar Hee Jae sambil tersenyum pada Ji Soo. Ucapan itu membuat Ha Young tersentak. Ia menoleh, menatap pria yang selama ini ia sukai, dan mendapati bahwa senyum itu bukan untuknya.

Ada sesuatu yang mengganjal di dada Ha Young. Kedekatan antara Hee Jae dan Ji Soo terasa begitu alami, begitu hangat, dan ia merasa seperti bayangan di antara mereka. Hatinya bergejolak, tapi ia tetap berdiri di tempat, mencoba menenangkan diri.

“Ha Young-ah, kami harus pergi,” kata Hee Jae sambil menoleh padanya. “Aku harus menemani Ji Soo membeli peralatan dapur. Dia baru saja pindah.”

“Oh ya, baiklah,” sahut Ha Young, senyumnya dipaksakan. Ia tak ingin melepas kepergian Hee Jae, tapi ia tahu ia tak punya alasan untuk menahannya.

Ji Soo melangkah mendekat, matanya berbinar. “Nona Jung, suatu hari aku ingin kita bisa mengobrol lebih akrab. Karena Hee Jae adalah temanmu, aku sangat iri. Aku juga penggemarmu, dan ingin bisa dekat denganmu. Apa tidak masalah kalau aku berkata seperti ini?”

“Oh, sama sekali tidak,” jawab Ha Young, berusaha terdengar tulus. “Aku sangat senang jika memiliki teman baru.”

Ji Soo tersenyum lebar, lalu memegang tangan Ha Young dengan hangat. “Gomawo, Nona Jung. Aku sangat senang sekali mendengarnya.”

Ha Young membalas senyum itu, menatap wajah Ji Soo yang begitu antusias. Ia bertanya dalam hati apa kali ini ia harus membuang rasa cemburunya dan membiarkan perasaannya tenggelam? Ia tak bisa bersikap jahat pada orang yang begitu baik padanya. Apalagi jika orang itu adalah penggemarnya sendiri. Itu bertentangan dengan hatinya.

Tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa pasrah, melepas kepergian pria yang ia sukai bersama gadis yang kini berdiri di sisinya. Untuk sementara, ia merasa tenang karena Hee Jae memperkenalkan Ji Soo sebagai temannya. Tapi jauh di dalam, ia tahu... kedekatan mereka bisa saja lebih dari itu. Dan rasa cemburu yang ia sembunyikan mulai tumbuh menjadi bayangan yang tak bisa ia abaikan.

Ha Young melangkah pelan kembali ke mobil, membiarkan pintu tertutup perlahan di belakangnya. Ia duduk diam, menyandarkan kepala pada sandaran kursi, dan menatap keluar jendela yang mulai berembun oleh udara malam. Di luar, Hee Jae dan Ji Soo masih berbincang seraya berjalan menjauh pergi, tawa mereka sesekali terdengar samar. Ha Young hanya menatap, tanpa benar-benar melihat.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak yang tak bisa ia kendalikan. Kenapa aku merasa seperti ini? Pikirnya. Ia tahu Ji Soo tidak salah. Gadis itu ramah, tulus, bahkan mengaguminya. Tapi tetap saja, ada rasa yang mengendap rasa tersisih, rasa kehilangan sesuatu yang belum sempat ia miliki.

Tangannya masih terasa hangat setelah digenggam Ji Soo tadi. Ia menatap telapak tangannya, lalu menutupnya perlahan. Aku tidak bisa bersikap jahat pada orang baik, batinnya. Tapi ia juga tak bisa membohongi diri sendiri. Ia menyukai Hee Jae. Ia ingin menjadi orang yang membuat pria itu tersenyum seperti tadi. Tapi malam ini, senyum itu bukan untuknya.

Ha Young memejamkan mata, mencoba mengingat kata-kata Jae Wan: “Tutup telingamu, pejamkan mata, dan ingat semua kenangan yang membuatmu bahagia.” Ia mencoba. Ia membayangkan tawa di roller coaster, genggaman tangan yang erat, dan suara Jae Wan yang tenang di tengah kekacauan. Perlahan, rasa sesak di dadanya mulai mereda. Ia belum sepenuhnya tenang, tapi setidaknya... ia tahu bahwa ia tidak benar-benar sendirian.

Yeo Jin masuk ke mobil dengan dua botol minuman di tangan. Ia meletakkannya di tempat duduk belakang, lalu duduk di kursi kemudi Ha Young yang masih bersandar diam, menatap keluar jendela. Wajah gadis itu tampak berbeda dari sebelumnya senyumnya telah hilang, matanya tak lagi berbinar seperti saat mereka meninggalkan taman hiburan.

Yeo Jin sempat melihat dari dalam supermarket tadi. Ia melihat Ha Young melangkah keluar dari mobil, lalu bertemu dengan seorang pria yang dikenalnya sebagai Hee Jae. Meski tak mendengar percakapan mereka, Yeo Jin bisa menangkap gestur yang akrab, dan bagaimana Hee Jae kemudian pergi bersama seorang gadis yang berdiri di sisinya. Gadis itu tampak dekat, terlalu dekat. Dan kini, melihat ekspresi Ha Young yang murung, Yeo Jin mulai menyimpulkan bahwa perubahan itu mungkin berasal dari pertemuan singkat itu.

“Ha Young ah Minumnya sudah ada,” ujar Yeo Jin pelan, mencoba membuka percakapan. “Ada apa? Kamu kelihatan... berbeda dari sebelumnya.”

Ha Young menoleh perlahan, lalu tersenyum kecil. “Aku hanya... sedikit lelah.”

Yeo Jin menatapnya sejenak, lalu mengangguk. Ia tak ingin memaksa Ha Young bicara, tapi ia tahu gadis itu sedang menyimpan sesuatu. “Kalau kau ingin cerita, aku ada di sini. Tapi kalau belum siap... tidak apa-apa.”

Ha Young menatap Yeo Jin, lalu mengangguk pelan. “Terima kasih, Manager Seo.”

Dan untuk sesaat, keheningan di dalam mobil terasa seperti pelukan tenang, tidak menghakimi, memberi ruang bagi luka yang belum siap diucapkan.

Ia ragu. Yeo Jin adalah orang yang selalu mendukungnya, yang tahu betapa rapuh dirinya di balik sorotan kamera. Tapi justru karena itu, Ha Young tak ingin membebani manajernya dengan perasaan yang rumit dan tak pasti. Ia takut jika kata-kata yang keluar dari mulutnya justru membuat Yeo Jin ikut merasa bersalah, atau lebih buruk lagi, ikut terluka. Maka ia memilih diam, berharap waktu bisa meredakan semuanya.

Yang pasti, Ha Young tahu satu hal: ia tidak ingin mengganggu ketenangan orang lain dengan luka yang belum ia pahami sepenuhnya. Ia menatap keluar jendela, membiarkan malam menemaninya dalam diam. Mungkin nanti, saat ia sudah lebih kuat, saat perasaannya tak lagi mengambang, ia akan bicara. Tapi untuk sekarang... ia hanya ingin menyendiri dalam pikirannya, dan membiarkan Yeo Jin tetap menjadi tempat yang tenang, bukan tempat untuk menampung air matanya.

1
knovitriana
update Thor, saling support
Xia Lily3056
Gemesin banget si tokoh utamanya.
Muhammad Fatih
Membuat terkesan
🥔Potato of evil✨
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!