Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14
Arjuna tidak tahu apa yang salah dengan dirinya, sampai Aruna bersikap acuh. Matanya melirik Misel dan Karin yang mengedikkan bahunya, tanda bahwa keduanya pun tidak tahu. Ethan yang sejak tadi cerewet dan banyak bicara, tidak Aruna tanggapi sama sekali.
"Mau makan yang lain?" Tawar Arjuna ketika melirik soto milik Aruna yang hanya gadis itu aduk-aduk sejak tadi, tanpa berniat memakannya.
Biasanya, saat jam istirahat begini-- Aruna suka makan soto dan segelas es jeruk, apalagi gadis itu baru saja menyelesaikan soal-soal yang membuatnya kelaparan.
"Hm," Jawabnya singkat. Gadis itu melirik makanan milik Arjuna yang sudah lelaki itu makan setengah. Namun, lelaki itu terlihat tidak berminat untuk menghabiskan. Sementara Aruna yang sedang tidak ingin makan untuk saat ini, jadi merasa tidak enak.
"Mau apa? Biar aku pesenin," Lelaki itu sudah berdiri dari duduknya, bersiap untuk memesankan makanan.
Aruna langsung memegang lengannya sesaat, kemudian menggeleng tidak enak.
"Nggak jadi, ini aja aku makan." Dia tarik lengan Arjuna agar kembali duduk.
Misel, Karin dan Ethan hanya menatap tanpa berkomentar lebih. Akhirnya Aruna makan meski sedikit, gadis itu merasakan kakinya di senggol dari bawah oleh Karin. Tatapan gadis yang duduk di depannya tampak memberikan kode agar memakan soto miliknya. Aruna juga butuh tenaga extra untuk mengerjakan soal-soal berikutnya.
Selesai makan, Arjuna langsung beranjak lebih dulu tanpa pamit. Aruna hanya diam saja tanpa mencegahnya. Saat bel masuk berbunyi, mereka beranjak hendak masuk ke dalam ruang ujian.
"Nggak nunggu Juna dulu?" Misel bertanya.
Aruna menggeleng dan berjalan pelan. Meski menggeleng, namun kepalanya celingukan mencari keberadaan kekasihnya. Hingga sebuah tangan memegang lengannya, Aruna langsung menoleh.
"Tadi kamu cuma makan dikit, jadi aku beliin ini." Aruna menatap sebuah kantung kresek hitam yang tidak dirinya tahu isinya apa.
Dicuekin tetep aja baik, kamu kapan nggak baiknya sih? Batin Aruna menatap Arjuna dalam diam.
"Semangat, Aruna." Arjuna mengusap- usap rambut Aruna sebelum berlalu meninggalkan kekasihnya. Ruangan keduanya sangat jauh, jadi Arjuna harus berjalan cepat.
Karin menyenggol lengan Aruna dengan senyuman geli. Kemudian menarik tangannya agar berjalan cepat. Misel sendiri sudah berjalan lebih cepat bersama Ethan. Aruna berpisah dengan Karin karena beda ruangan. Dirinya satu ruang dengan Ethan, sementara Karin bersama Misel berada tepat di samping ruangannya.
"Sebenarnya, lo kesel sama Juna kenapa?" Karena belum ada guru masuk, Ethan mendekat dan duduk di kursi depan Aruna. Lelaki itu ingin berbincang dulu.
"Ish, lo ngapain duduk di situ." Aruna menggerutu pelan.
"Biarin, nanti kalau guru datang--- gue pindah lagi." Ethan tampak menatapnya santai. "Cepetan deh Run, lo kenapa?"
"Gue sebel, tadi pagi Arjuna berangkat Sisil." Curhatnya, pada akhirnya Aruna jujur juga.
Kening Ethan langsung mengkerut heran. "Lo serius? Kok nggak bareng lo? Biasanya kan dia jemput lo terus?"
Aruna mengangguk, biasanya memang dirinya selalu di jemput oleh Arjuna. "Semalem gue nginep rumah Karin, sama Misel juga kok. Kita belajar bareng, terus tadi pagi ya sekalian berangkat bareng lah." Jelas Aruna.
Lelaki itu langsung memukul meja dengan pelan. "Lo bertiga bisa-bisanya nggak ada yang ngajakin gue? Nggak ada yang ngasih tahu gue?" Wajah Ethan langsung kesal seketika.
Aruna memutar bola matanya malas. "Ngapain juga ngajakin lo, kan lagi girls time. Intinya khusus cewek, kalau lo cewek juga gue ajak!" Ethan langsung mendengus mendengar penuturan Aruna.
"Yaudah deh, intinya lo cemburu kan lihat Arjuna sama si Pensil?"
Aruna mengangguk dan tersenyum. Ethan ini memang suka sekali mengganti- ganti nama orang lain.
"Ngambek yang lama aja Run! Nanti lo minta beliin berlian kek, Juna kan kaya." Kompornya dengan wajah penuh senyum kemenangan.
Belum sempat membalas lagi, guru sudah masuk ke dalam kelas. Ethan sontak bergegas kembali duduk di kursinya. Mereka mulai mengerjakan soal-soal dengan serius.
Satu jam berlalu, sudah ada yang selesai dan di perbolehkan untuk keluar dan menunggu yang lain hingga bel pulang berbunyi. Aruna keluar setelah selesai mengerjakan. Gadis itu membuka kantung kresek yang Arjuna berikan, ternyata berisi roti, coklat dan susu kotak. Langsung dia buka dan minum susu kotak tersebut.
"Sayang," Aruna tersentak kaget melihat Arjuna yang duduk di sampingnya secara tiba-tiba.
Lelaki itu cepat selesai karena otaknya cerdas, sementara Aruna karena banyak mengarang dengan bebas. Gadis itu meringis, memperhatikan sekelilingnya yang masih sepi. Baru ada beberapa siswa yang keluar.
"Habis ini aku antar pulang ya," Lelaki itu menatap Aruna yang masih minum tanpa menatapnya.
"Karin bawa mobil, jadi pulang bareng dia. Lagian, aku sama Misel mau nginep lagi." Aruna langsung menarik tangan kirinya yang Arjuna genggam.
Arjuna tampak menatap heran. "Oke. nanti malam kalau kita jalan, mau?"
"Nggak bisa, mau belajar." Alibinya, padahal saat bersama kedua sahabatnya, alih-alih belajar---mereka bertiga justru sibuk karaokean dan bermain monopoli.
"Ya udah, aku ikut belajar bareng. Kita belajar di cafe dekat sana, mau?"
Aruna langsung menggeleng. "Enak di rumah Misel." Sahutnya datar.
Kali ini tebakan Arjuna tidak salah, Aruna jelas menghindar darinya. Tapi, Arjuna tidak tahu salahnya dimana? Karena semalam hubungan mereka masih baik- baik saja. Bahkan, tadi pagi Aruna sendiri yang bilang untuk langsung bertemu saja di sekolah.
"Asal ada kamu, ikut belajar di rumah Misel---aku juga nggak masalah."
Jelas masalah, batin Aruna langsung meliriknya sinis dan kesal. Gadis itu langsung membuka sebungkus coklat dan menggigitnya.
"Sama Mamanya Misel nggak boleh ada tamu cowok, kalau malam hari." Bohongnya sambil mengusap hidung.
Arjuna menghela nafas sabar. "Oh ya? Coba nanti aku tanya Misel, boleh atau enggaknya." Mata Aruna sontak memicing.
"Kamu nggak percaya sama aku?!" Aruna langsung beringsut duduk menjauh, memberi jarak pada keduanya.
"Bukan nggak percaya, tapi semua alasan-alasan yang kamu bilang--- jelas kamu lagi coba menghindar dari aku. Kalau aku salah, aku minta maaf." Arjuna berujar dengan tenang dan lembut di akhir kalimat.
Matanya menatap sorot mata Aruna yang tampak kesal. "Kamu minta maaf, emang tau salahnya apa?"
Arjuna langsung menggelengkan kepalanya. Dia jujur, tidak tahu letak salahnya. Kali ini tidak bisa menebak juga. Teman-teman Aruna pun tidak tahu.
"Ya udah! Kalau gitu ngapain minta maaf!" Wajah Aruna kali ini memerah kesal. "Jangan temuin aku, sampai kamu tahu salahnya dimana."
"Runa, aku nggak bisa baca pikiran kamu. Jadi tolong, kasih tahu aku salahnya dimana biar bisa di perbaiki." Arjuna tampak frustasi kali ini, memikirkan apa yang salah dari dirinya dan apa yang dirinya perbuat.
Aruna menggeleng dengan malas. Dia menepis tangan Arjuna yang mengusap sudut bibirnya.
Ethan tertawa melihat wajah Arjuna. Lelaki itu baru saja selesai dan sudah di suguhi drama lucu yang menghiburnya. Dia duduk di tengah-tengah keduanya.
"Aruna tuh lagi ngambek, karena lo berangkat sekolah bareng pensil." Aruna langsung mencubit pinggang Ethan dengan keras. Tidak menyangka bahwa Ethan akan bocor seperti ini, tahu begitu tidak dirinya beri tahu saja.
"Gue kesel ya sama lo!" Ethan mengaduh dan langsung berlari pergi meninggalkan keduanya.
"Runa, dengerin dulu penjelasan aku." Arjuna langsung memegang erat lengan Aruna yang siap pergi. Lelaki itu tidak peduli banyak teman-temannya yang sudah keluar.
"Tadi pagi aku ketemu di jalan, mobilnya mogok. Jadi, sekalian aku kasih tumpangan. Nggak ada niat buat jemput dia dari rumahnya." Lelaki itu menatap reaksi Aruna yang masih kesal. "Beda sama aku yang jemput kamu. Tadi pagi cuma nolongin doang, kasihan juga karna hampir telat."
Aruna tersenyum sinis. "Lepas! Sayangnya, aku nggak peduli sama penjelasan kamu!" Sentaknya dengan kesal dan berlalu pergi dari samping Arjuna.
Akhirnya bel pulang pun berbunyi. Tampak beberapa orang berbondong- bondong untuk pulang. Arjuna menghela nafasnya pelan, dia ingin menyelesaikan masalah tanpa menunggu besok, namun Aruna masih tidak mau menatapnya.
Matanya mengelilingi parkiran, mencari dimana letak mobil milik Karin. Setelah menemukan, Arjuna menunggu santai di sampingnya. Ketika melihat Aruna, lelaki itu langsung maju---sebelum kekasihnya itu menghindar.
"Aruna, kamu nggak bisa egois gitu. Aku cuma nolong doang, nggak ada apa-apa." Wajah Aruna langsung berubah seketika, Arjuna merutuki mulutnya yang salah berucap.
"Egois kamu bilang?!" Mata Aruna sudah berkaca-kaca.
"Arjuna, aku boleh minta tolong antar pulang?" Sisil berlari kecil dan mendekati keduanya, seolah tidak mau tahu apa yang terjadi.
Aruna langsung menarik lengannya dan berjalan menuju mobil Karin. Nafasnya naik turun karena kesal mendengar ucapan Sisil. Arjuna langsung menyusul dan mengetuk kaca mobil.
"Jalan aja, Rin!" Pintanya memohon.
Karin menurut dan melajukan mobilnya. Misel hanya diam tanpa berkomentar, tidak tega melihat wajah Arjuna. Tapi, di satu sisi dia tidak tahu apa yang terjadi pada Aruna.
Aruna hanya takut kehilangan, namun Arjuna tampaknya tidak paham apa yang dirinya rasakan. Mungkin, perasaan lelaki itu tidak sedalam apa yang dirinya rasakan.
Dengan wajah kalutnya, Arjuna melajukan motornya menuju rumah Karin. Dia masih ingat dengan jelas alamat rumah gadis tersebut. Katakanlah Arjuna bucin, karena pada kenyataannya memang begitu.
Lelaki itu sampai sebelum mobil Karin, dirinya melewati jalan pintas. Ketika melihat mobil Karin di jalan masuk, Arjuna langsung mencegatnya. Kali ini, dia harus menyelesaikan semuanya.
"Gue perlu ngomong sama Aruna!" Wajahnya terlihat datar dengan nada suaranya yang dingin.
"Run," Misel menoleh ke belakang dengan nada suara lembut. "Selesaikan dulu masalahnya baik-baik, ya?"
Aruna akhirnya mengangguk dan keluar dari mobil. "Gue pulang ke apartemen aja, kalian duluan." Karin mengangguk dan melajukan mobilnya ketika motor Arjuna sudah menyingkir.
"Sayang," Suara Arjuna terdengar lembut. "Jangan nangis ya, kita bicara setelah sampai apartemen." Lelaki itu mengusap air mata Aruna dan memakaikan jaketnya. Gadis itu hanya diam menerima perlakuan lembut Arjuna.
Harusnya, Aruna sadar bahwa Arjuna rela bersabar dan menahan ego demi dirinya. Lelaki itu ingin menyelesaikan masalah tanpa menunggu nanti. Bahkan, Arjuna bersikap lembut meski Aruna marah-marah.
Perlahan, Aruna melunak dan memeluk tubuh Arjuna. Perasaan hangat melingkupi hatinya.