kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 24 semangat bangkit
Setelah Rifa'i berhasil mengatasi masalah di sekolah dan fokus pada program mentoringnya, kita beralih ke kisah Ayu, Suara klakson yang memekakkan telinga, lalu gelap. Itulah yang terakhir diingat Ayu sebelum semuanya berubah.
Ayu terbaring lemah di ranjang kamar nya . Luka-luka memar menghiasi tubuhnya, Di tengah rasa sakit dan keterpurukan, Ayu merasa sangat khawatir tentang nasib keluarganya. Ia adalah tulang punggung keluarga. Ibunya sudah tua dan sakit-sakitan,
Tanpa penghasilannya, mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, di saat-saat sulit itulah, Ayu merasakan betapa berharganya dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Keluarga, teman-teman, dan para tetangga silih berganti menjenguknya di rumah nya. Mereka memberikan semangat, doa, dan bantuan
Salah satu sahabat yang selalu setia menemani Ayu adalah Ardi. Ardi adalah teman masa kecil Ayu yang sudah lama memendam perasaan padanya. Ia selalu ada untuk Ayu, baik suka maupun duka.
Setiap hari, Ardi datang menjenguk Ayu di rumah nya.
Mentari pagi itu menyinari kamar Ayu, membangunkannya dari tidur yang masih terasa kurang. Bekas luka di tubuhnya masih terasa nyeri, namun semangatnya perlahan mulai pulih. Hari ini, ia mendengar kabar bahwa keluarga Rifa'i akan datang menjenguk.
Ayu menata rambutnya yang sedikit berantakan dan mencoba tersenyum. Ia ingin terlihat baik-baik saja di depan mereka, terutama di depan Ibu Rifa'i yang selalu ia anggap seperti ibunya sendiri. Di lubuk hatinya, ada sedikit harapan Rifa'i akan ikut datang, meski ia tahu itu hampir mustahil.
Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Ibu Rifa'i, bersama adik perempuannya, Sinta, muncul di ambang pintu dengan senyum hangat. Mereka membawa bingkisan buah dan makanan ringan.
"Ayu, maaf ya kami baru bisa menjenguk sekarang. Rifa'i sedang ada urusan mendadak di sekolah, jadi tidak bisa ikut," ujar Ibu Rifa'i dengan nada menyesal.
Ayu mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Tidak apa-apa, Bu. Saya mengerti kok. Terima kasih sudah datang," jawab Ayu tulus, meski hatinya sedikit perih.
Sinta, adik Rifa'i, langsung menghampiri Ayu dan memeluknya erat. "Ayu, kami semua prihatin banget dengan kejadian ini. Semoga kamu cepat sembuh ya," bisik Sinta.
Saat keluarga Rifa'i tiba, mereka mendapati Ardi sudah berada di sana, duduk di sisi ranjang Ayu. Ardi menyambut kedatangan mereka dengan sopan.
"Selamat pagi, Bu, Sinta. Saya Ardi, teman Ayu," sapa Ardi.
Ibu Rifa'i dan Sinta tersenyum ramah kepada Ardi. Mereka tahu bahwa Ardi adalah sahabat setia Ayu, selalu ada di sisinya dalam suka maupun duka. Mereka juga tahu, meski tak terucapkan, Ardi menyimpan perasaan lebih dari sekadar teman pada Ayu.
Suasana di kamar Ayu terasa hangat, namun ada sedikit ketegangan yang tak terlihat. Ibu Rifa'i dan Sinta tahu tentang perasaan Ayu terhadap Rifa'i, dan mereka juga menyadari kehadiran Ardi yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Ayu.
Ayu berusaha mencairkan suasana. Ia mengajak Ibu Rifa'i dan Sinta untuk duduk dan mengobrol. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari kondisi kesehatan Ayu, perkembangan usahanya yang terpaksa vakum, hingga kenangan-kenangan manis bersama Rifa'i di masa lalu. Ayu berusaha keras agar obrolan tidak terlalu fokus pada Rifa'i, namun nama itu tetap saja sesekali muncul dalam percakapan.
Ardi dengan sabar mendengarkan obrolan mereka. Ia sesekali ikut menimpali pembicaraan dengan memberikan komentar atau saran yang membangun, terutama tentang bagaimana cara menghidupkan kembali usaha Ayu setelah pulih nanti. Ia tahu betul seluk-beluk usaha Ayu, bahkan lebih dari Ayu sendiri.
Ibu Rifa'i dan Sinta merasa kagum dengan ketulusan Ardi. Mereka melihat bagaimana Ardi dengan sabar dan telaten merawat Ayu, memberikan perhatian, dan berusaha menghiburnya. Mereka berharap Ayu bisa melihat ketulusan Ardi dan membuka hatinya untuknya.
"Ayu, kami senang sekali melihat kamu sudah mulai pulih. Kamu harus tetap semangat ya. Jangan menyerah dengan keadaan," pesan Ibu Rifa'i.
"Iya, Ayu. Kami semua sayang sama kamu. Kami akan selalu mendukungmu," timpal Sinta.
Ayu tersenyum dan mengangguk. Ia merasa terharu dengan perhatian dan dukungan dari keluarga Rifa'i. Ia juga merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Ardi yang selalu ada untuknya, meskipun ia tahu perasaannya tak mungkin terbalas.
Setelah beberapa jam mengobrol, keluarga Rifa'i berpamitan untuk pulang. Mereka memberikan doa dan harapan agar Ayu segera pulih dan bisa kembali beraktivitas seperti semula.
"Ayu, kami pamit dulu ya. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa istirahat yang cukup," kata Ibu Rifa'i sambil memeluk Ayu.
"Terima kasih banyak, Bu, Sinta. Hati-hati di jalan," jawab Ayu.
Setelah keluarga Rifa'i pergi, Ayu menatap Ardi dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Ia menggenggam tangan Ardi erat-erat.
"Ardi, terima kasih ya sudah selalu ada buat aku. Kamu adalah sahabat terbaikku," ucap Ayu tulus.
Ardi tersenyum lembut dan membalas genggaman tangan Ayu. "Aku akan selalu ada buat kamu, Yu. Kamu tahu itu," jawab Ardi, menyembunyikan perasaannya yang lebih dalam.
***********
minggu berlalu. Kondisi Ayu semakin membaik. Luka-luka di tubuhnya mulai sembuh, begitu pula dengan luka di hatinya. Semangatnya untuk kembali bangkit mulai berkobar.
Beberapa
Ardi selalu setia mendampingi Ayu.
Sore itu,di teras rumah Ayu terasa nyaman dengan semilir angin dan aroma teh yang menenangkan. Sisa-sisa camilan menjadi saksi bisu obrolan santai antara Ayu dan Ardi. Ayu meregangkan badannya, merasa lebih baik setelah beberapa hari istirahat.
"Duh, enaknya bisa santai kayak gini," gumam Ayu, menikmati suasana sore.
Ardi yang duduk di sampingnya tersenyum. "Iya, kamu kan udah kerja keras banget selama ini. Emang perlu istirahat biar nggak burnout."
Ayu mengangguk setuju. "Bener banget. Tapi jujur, aku jadi kepikiran terus sama jualan aku di , kok gini gini aja iya? "
Ardi mengerutkan kening. "Maksudnya?"
"Ya gitu deh." Jawab ayu
Ardi berpikir sejenak. "Hmm... mungkin kamu harus coba cara lain atau nambah jualan lain deh yu ?" Jawab Ardi kemudian
Ayu mengangguk setuju. "Bener banget. Tapi apa iya? " tanya nya ragu
" bagaimana kalau kamu jual baju-baju hasil jaitan kamu " kata Ardi memberikan ide untuk ayu
Ayu mengangguk setuju. "Bener banget kamu di Kayaknya sayang banget ya bakat ini kalau nggak dimanfaatin lebih." Jawab ayu dengan penuh semangat
"Hmm... laiya kan? Sekarang gini, aku kan lagi belajar tentang digital marketing nih. Gimana kalau kamu coba bikin website buat jualan kamu? Terus jualan baju-baju buatan kamu itu, kita jual secara online."
Mata Ayu berbinar. "Wah, ide bagus tuh! Aku dari dulu pengen punya website sendiri, tapi nggak ngerti caranya."
"Tenang, itu bagian aku. Kamu fokus aja sama baju-bajunya, sama promosi di media sosial kamu," kata Ardi, memberikan semangat.
Ayu tersenyum lebar. "Serius nih kamu mau bantuin aku?"
"Serius dong! Kamu kan sahabat terbaikku," jawab Ardi sambil mengedipkan mata. "Lagian, aku juga pengen belajar lebih banyak tentang e-commerce. Jadi bisa sekalian praktik."
Ayu tertawa. "Dasar, ada maunya juga ternyata."
"Ya nggak papa dong. Saling menguntungkan," balas Ardi sambil terkekeh.
Ayu mulai berpikir keras. "Oke deh. Tapi kita harus bikin rencana yang jelas dulu. Baju-baju apa aja yang mau kita jual di website, foto-fotonya gimana, deskripsinya kayak apa..."
Ardi mengangguk setuju. "Iya, semua harus dipersiapin dengan matang.
Ayu terdiam sejenak, mencerna ide Ardi. "Wah, bener juga! Aku nggak kepikiran sampai situ. Kamu emang pinter deh."
"Biasa aja," jawab Ardi merendah, meskipun pipinya sedikit merona.
"Oke, deal! Kita bikin website buat jualan baju dan kain aku. Kamu bagian teknisnya, aku bagian konten sama promosinya," kata Ayu, penuh semangat.
Ardi mengulurkan tangannya. "Siap! Mari kita sukseskan bisnis kamu."
Ayu menjabat tangan Ardi erat. "Makasih ya, Ardi. Aku beruntung banget punya sahabat kayak kamu."
"Sama-sama, Yu. Aku juga beruntung bisa bantuin kamu," balas Ardi tulus.
Sore itu, di teras rumah Ayu, sebuah ide bisnis baru lahir. Dengan semangat dan dukungan dari sahabat terbaik, Ayu siap untuk mengembangkan usahanya dan meraih kesuksesan yang lebih besar.