Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan Tari
"Ini istri mu?" lanjut perempuan itu, yang ternyata ialah Salsa.
"Iya, dia istriku, sekaligus wanita yang aku cintai," sahut Amar melirik Salsa sekilas.
"Akhirnya kamu bisa move-on juga, tapi sekarang aku udah menjanda Mar, suamiku meninggal beberapa bulan yang lalu, dan aku disini, untuk menemani ibuku yang sedang di rawat," jelas Salsa.
Jujur, hatinya sedikit terusik. Karena lelaki yang mati-matian pernah mencintainya, sekarang terlihat begitu berbeda.
Salsa masih beruntung, karena Rohani tidak melihatnya. Sebab Rohani masih berada di igd. Menjaga barang bawaannya dan anak mantunya.
"Ibu mana?" senyum di bibir Salsa terlihat sekilas.
Dia menduga, jika istri Andin juga mendapatkan perlakuan yang sama sepertinya dulu. Makanya, wanita tua itu tidak terlihat di sekitaran sana.
"Emak di igd, menjaga barang-barang kita," sahut Andin. Karena Amar memilih mengabaikan Salsa.
Hati Salsa mencolos, kala mendengar jawaban Andin.
Dan karena Amar terlihat mengabaikan kehadirannya. Mau, tak mau Salsa meninggalkan Amar dengan Andin.
"Siapa?" tanya Andin lirih.
"Hanya kenalan lama," sahut Amar.
Dia enggan menyebut Salsa mantannya. Apalagi dia tahu, jika mantan kadang kala menjadi musuh untuk pasangan yang baru.
Andin manggut-manggut, tidak memperpanjang lagi. Karena tanpa di jelaskan, dia tahu siapa wanita itu.
Apalagi, semenjak menikah dan tinggal bersama mertuanya. Sedikit banyak di tahu bagaimana kehidupan Amar sebelum mereka menikah.
Andin tahu, bukan hanya dari Rohani. Melainkan, dari beberapa orang yang sempat menjadi teman ngobrolnya.
Waktu terus berlanjut, dan Andin berhasil melahirkan seorang putri tepat saat azan subuh berkumandang.
Saat itu, tak hanya Amar yang menangis haru. Melainkan Rohani juga ikut merasakan hal yang sama.
"Akhirnya, aku mendapatkan keturunan perempuan," ungkapnya dengan perasaan yang bahagia.
Bahkan, Rohani berjanji akan membuat syukuran dengan mengundang anak-anak yatim di kampungnya.
...****************...
Seperti yang di rencanakan, akhirnya Azhar berhasil membeli tanah pak Usman seperti keinginannya.
Sebelumnya, memang dari jauh-jauh hari, Azhar sempat mendengarkan kabar dari teman-teman yang ikut bekerja dengannya. Salah satunya, memang ada anak pak Usman disana.
Dan tanah itu dijual di karenakan, salah satu dari anak pak Usman menderita sakit parah. Dan uang dari hasil jual tanah tersebut, akan digunakan sebagai biaya pengobatannya.
"Nanti, kita akan bangun warung disini, rencananya kita akan jual sayur-mayur dan juga ikan-ikan segar. Nanti, aku akan menghubungi kenalanku, untuk menjadi pemasok tetap," ungkap Azhar pada Tari.
Tari setuju dengan apa yang di ungkapan suaminya. Karena jujur, di kampungnya belum ada orang yang menjual lengkap seperti yang Azhar katakan.
Bahkan jika ikan saja, mereka harus ke pasar yang membutuhkan waktu sekitar dua puluh menitan. Kalau tidak, mereka harus menunggu, orang-orang yang membawakan ikan-ikan ke kampungnya.
Namun sayang, orang itu sering sekali tiba saat sudah melewati makan siang. Karena orag tersebut, harus mutar-mutar dan memasuki setiap lorong ataupun gang, untuk menawari ikannya.
Andin sudah diizinkan pulang oleh dokter. Apalagi dia melahirkan secara normal. Dan saat di cek pun, tekanan darahnya sudah stabil. Begitu juga dengan fisiknya yang lain.
"Hati-hati ya," ungkap Amar kala memapah istrinya untuk masuk ke rumah.
"Perih," keluh Andin.
Karena saat melahirkan bayinya, bagian bawah Andin sempat di gunting, makanya di mengeluh perih.
Andin sempat tersentuh, kala melihat kamarnya yang telah di rapikan oleh Rohani. Bahkan, mertuanya itu, sudah menggantikan sprei dari yang terakhir di pakainya.
"Makasih mak," ungkap Andin tulus.
Rohani cengengesan, dan mengangguk kepalanya.
"Nah, kamu makan ini ya, karena ibu hamil belum bisa makan macam-macam," Rohani menyerahkan sebuah nampan yang berisi sayur bening, serta lele dan juga tahu tempe goreng.
"Makasih mak, aku akan memakannya," balas Andin.
Dia tahu, mungkin mertuanya salah satu orang masa lalu yang belum update tentang ibu menyusui yang boleh makan apapun. Maka dari itu, Andin tidak mengambil pusing apa yang diberikan mertuanya.
Karena sebelum sampai rumah tadi, suaminya telah menyiapkan sambal tabur, yang dibeli dari salah satu super market.
"Nanti aku akan memberikan penjelasan sama emak ya, kalo kamu bisa makan apa aja," tutur Amar mengelus rambut istrinya.
"Gak usah, nanti biar kamu yang menjadi penolongku. Karena aku gak mau, hubungan diantara kami memburuk hanya karena masalah sepele ini," sahut Andin.
Amar sungguh kagum dengan sikap istrinya. Sekarang, bukan hanya ibunya yang berubah. Akan tetapi, kadar cintanya untuk Andin juga bertambah besar. Apalagi, setelah melihat bagaimana perjuangan istrinya dalam hal yang namanya melahirkan, belum lagi, rasa kontraksi serta rasa perih saat pertama kalinya menyusui.
"Bagaimana dengan bengkel las disana?" tanya Andin disela, makan.
"Gak apa, ada yang mengurusnya. Dia orang pertama yang kerja denganku disana. Dan aku sangat mempercayainya," balas Amar.
Dan Andin manggut-manggut pertanda mengerti.
Hari-hari terus berlanjut. Dan seperti janji ataupun nasarnya. Hari ini, Rohani akan mengadakan acara syukuran di rumahnya dengan mengundang anak-anak yatim di kampungnya.
Dan seperti biasa, lagi-lagi Sari dan Tari yang ikut membantu keberlangsungan acara tersebut. Mereka membantu Rohani dalam hal masak-masak. Tentu saja, di temani oleh beberapa orang tetangga lainnya.
"Biar aku uang cuci bu, ibu tolong aduk ini aja," pinta Tari kala melihat ibunya hendak mencuci daging yang telah di potong-potong.
Begitu tempat berisi daging berpindah ke tangan Tari, mendadak Tari merasa mual, bahkan bau anyir dari daging terasa begitu menusuk indra penciumannya.
"Kamu gak apa-apa?" Sari panik, dan meletakan daging dari tangan Tari ke tanah.
"Kenapa baunya menusuk sekali?" tanya Andin lirih.
Bahkan sekarang dia harus berlari ke kamar mandi, untuk memuntahkan isi perutnya.
"Sebaiknya, kamu pulang dan istirahat aja Tari, wajahmu begitu pucat," timpal Suryani yang ikut menyaksikan Tari yang muntah hebat.
"Iya, kepala ku, juga terasa pusing sekali," balas Tari.
Dengan di papah ibunya, akhirnya Tari tiba di rumah. Dan Sari, mau tak mau harus kembali ke rumah Rohani. Apalagi, Tari di jaga oleh Azhar.
"Mungkin kamu masuk angin, karena telat sarapan," ujar Azhar.
"Aku rasa juga begitu," balas Tari memejamkan matanya.
Dia merasakan betapa nikmatnya pijatan yang di berikan oleh suaminya.
"Eh," Tari terperanjat.
"Ada apa?" Azhar ikut terkejut.
"Mungkin gak, kalo aku?" Tari mengelus perutnya.
Azhar tersenyum lebar, karena paham maksud dari istrinya.
"Aku beli tespek dulu ya, kamu jangan kemana-mana, tetap disini," perintah Azhar mengambil kunci motornya. "Tunggu, aku ambil ait putih dulu, agar kamu gak usah bangun jika haus," Azhar berjalan cepat ke arah dapur.
Muka Tari memerah, karena di perlakukan begitu istimewa oleh suaminya. Dan dalam hati dia berdoa, semoga apa yang di harapkan keduanya menjadi kenyataan.
Karena disini, di kehamilan yang kedua ini, merupakan bukti betapa ia mencintai suaminya.
Semoga masalahnya lekas membaik thor