Jika perselingkuhan, haruskah dibalas dengan perselingkuhan ...
Suami, adalah sandaran seorang istri. tempat makhluk tersebut pulang, berlabuh dan tempat penuh kasih nan bermanja ria juga tempat yang sangat aman.
Namun, semua itu tak Zea dapatkan.
Pernikahannya adalah karena perjodohan dan alasannya ia ingin melupakan cinta pertamanya: Elang. teman kecilnya yang berhasil meluluh lantahkan hatinya, yang ditolak karena sifat manjanya.
Namun pernikahan membuat zea berubah, dari manja menjadi mandiri, setelah suaminya berselingkuh dengan wanita yang ternyata adalah istri dari teman kecilnya.
Haruskah zea membalasnya?
Ataukah ia diam saja, seperti gadis bodoh ...
Novel ini akan membawamu pada kenyataan, dimana seorang wanita bisa berubah, bukan saja karena keadaan tapi juga karena LUKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusanku.
Aku masih diam dalam keheningan, angin siang ini menerpa tubuhku yang kian mendingin. Aku mulai berpikir, kenapa semuanya harus terjadi?
Apa lagi yang harus aku lakukan sekarang? Bertahan atau berpisah.
Aku bingung melewati jalan ini, jika aku memilih bertahan aku harus siap jadi gila, karena tak ada wanita yang waras mau diperlakukan buruk oleh suaminya sendiri. Tapi, jika disuruh memilih berpisah tentu aku harus punya uang banyak untuk menyewa pengacara atau membuat laporan gugatan.
Otakku terus berputar memilih jalan yang terbaik, setidaknya aku dan Arsya bisa hidup dengan tenang tanpa kebohongannya.
"Aku harus bagaimana?" tanyaku pada diri sendiri sembari memegang kuat besi pembatas.
"Kenapa lagi?" suara Elang tiba-tiba menyahut pertanyaanku.
Aku menoleh ke arah sumber suara itu, memang benar Elang datang menghampiriku yang masih dibalkon. Aku kembali menatap lurus pada pemandangan kota yang cukup ramai dan indah, sayangnya berkabut.
"Tidak ada apa-apa," jawabku pelan.
"Jika tak ada apa-apa, tak mungkin elo ada disini," gertaknya seakan memaksaku untuk jujur, ia menatapku mencari jawaban atas keberadaanku disini.
Aku diam sejenak, mengambil nafas dalam dan menahan air yang hampir tumpah disudut mataku.
"Kenapa? Kenapa laki-laki selalu memaksa istrinya untuk menghormatinya, melayaninya, dan harus selalu mengerti keadaan suaminya. Tapi, seorang suami tak peduli dan abai bahkan tak pernah menghargai istrinya," tanyaku memaparkannya.
Aku menatap Elang, "Kenapa?" tanyaku sembari meneteskan air mataku yang tak lagi tertahan.
Kami saling tatap dengan bibir yang rapat, dalam waktu itu entah mengapa unek-unekku keluar begitu saja. Rasa marah, benci dan muak bercampur aduk dalam hatiku.
"Kenapa istri harus menjaga kehormatan suaminya, sedang seorang suami enggan memuliakan istrinya? Sampai suami tega memfitnah istrinya, Apa kalian para lelaki hanya ingin tinggal bersama bukan hidup bersama?" tanyaku lagi, menatap Elang yang masih dalam posisi berdiri menatapku.
"Bercerai-lah dengannya, laki-laki seperti dia tak layak elo tangisi," kalimat itulah yang keluar dari bibir Elang.
Aku diam, tak mengerti apa yang diucapkannya. Ia kaya, jadi mudah baginya membuat laporan gugatan perceraian, sedangkan aku ... Boro-boro menyiapkan surat-suratnya, membayar pengacara pun aku sudah kesulitan. Entah dari mana aku punya uang untuk menggugat cerai suamiku.
"Kenapa diam?" tanyanya, menatap tajam padaku.
"Jangan bilang, elo sangat mencintainya dan rela hidup seperti ini, jangan buta Zea! Cinta itu mudah basi dan luntur, elo hanya akan menderita karena ulahnya. Reza tak akan pernah melepaskan Alana sampai kapanpun," papar Elang menggebu, amarahnya terdengar saat ia menekanku untuk melepaskan suamku.
Aku terdiam, cinta, aku muak dengan perasaan yang rumit ini. Hatiku mati rasa, tak bisa merasakan adanya debaran jantungku pada mas Reza lagi. Aku merasa duniaku kelam, rona warna yang dulunya penuh dan hangat kini hanya tersisa luka hitam.
"Aku butuh banyak bukti, setelah itu baru aku pikirkan cara untuk mengugatnya," ujarku ditengah isak tangis yang mendera.
Aku melangkah pergi, namun tiba-tiba ...
Grab
Lagi-lagi Elang memelukku dari belakang, dalam sekejap hidupku terasa berwarna seolah ada cahaya yang membuat duniaku menampakkan warnanya. Aku memejamkan mataku, menahan diri agar tak membalas dekapan ini. Kuanggap kami hanya teman tak lebih.
"Tidak! Aku tak boleh jatuh cinta padanya lagi, jangan lagi ada luka," bisikku dalam hati.
Akan tetapi, mendadak duniaku jungkir balik.
"Cepatlah bercerai, aku akan bantu kamu dengan mengirim pengacaraku. Ya, selanjutnya jadilah Zea yang dulu," ujar Elang, disaat otakku pening ia mengatakan itu membuatku salah paham akan maksudnya.
"Terserahlah!" hanya itu jawabanku.
......................
Aku menunggu mas Reza pulang, duduk dikursi sofa dengan berselonjor kaki. Aku harus mengatakan pilihanku, aku harus memilih mundur dari posisi sebaga istrinya.
Waktu menunjukan angka 9 malam, tapi suamiku justru belum menampakkan batang hidungnya. Disaat itulah aku merasakan perutku mulas, ada sesuatu yang ingin keluar lewat jalan yang tersembunyi.
Aku kekamar mandi, melihat sesuatu yang sudah aku duga.
"Syukurlah, aku akhirnya mens juga," ucapku menghembuskan nafas lega.
Artinya aku tak hamil akibat ulah semalam, juga malam ini aku tak bisa melayani suamiku selama beberapa hari kedepan. Aku mengusap perutku yang lumayan sedikit membaik, setelahnya pergi keluar.
Mas Reza yang sudah berdiri didepan kamar mandi mengagetkanku, ia tersenyum menatapku dengan penuh keinginan.
"Malam sayang," sapanya, yang terdengar mencekik bagiku.
Aku tak menjawabnya, aku memilih mengabaikannya dan melengos pergi kekamar Arsya. Ia menautkan alisnya lalu mengejarku.
"Hei, kenapa? Apa aku ada salah? Perasaan kemarin malam sudah akur," tanya Mas Reza.
"Aku tak apa-apa," jawabku melanjutkan langkah.
Tapi, ia menarik tanganku.
"Zea, kamu gak bisa terus begini. Aku sudah berusaha berubah, setidaknya kamu sebagai istri menghargaiku," ujar suamiku.
"Hargai, tanya saja pada selingkuhanmu itu. Aku muak dan aku ingin kita pisah," ucapku akhirnya pecah, nada tinggi yang pertama kalinya ku ujarkan selama pernikahan ini.
"Alana, apa yang sudah ia lakukan?" tanya Mas Reza masih bisa bersikap tenang.
"Tolong, jangan bicarakan lagi soal perceraian. Aku akan berubah dan akan segera melepaskan Alana, ok!" Mas Reza mendekatiku hendak memelukku.
Tapi, aku menghempaskannya. Aku tak bisa lagi menahan diri, bahwa aku sudah sangat lelah.
"Aku gak bisa memaafkannya," aku berjalan ke nakas mengambil ponselku, lalu menunjukan video yang dikirim Alana padaku tadi siang.
"Apa ini? Tega kamu mas, salahku apa sampai kamu mengatakan itu dalam video ini. Kalau memang gak suka aku lagi, bilang sama aku," ujarku dengan nada tinggi.
Aku masuk kedalam kamar setelah merampas ponselku dengan paksa, sedangkan mas Reza aku tak tahu. Aku hanya dengar suara mobilnya yang kembali melaju, aku tak peduli lagi kemana ia pergi.
Dari sini aku paham, ia tak akan pernah berubah. Aku hanya akan sepertu sampah dimatanya, jadi malam ini aku memutuskan untuk mengakhirinya.
Kulihat jemari lentikku, hanya ini yang ku punya. Cincin emas yang masih tersemat dijari manisku, sebagai tanda ikatan pernikahan yang sah. Detik ini aku melepaskannya, menggenggam erat aksesoris yang menjadi lambang ikatan yang kuat.
......................
Aku meminta ijin untuk datang kekantor siang, setelah menjual cincin kawin baru aku menemui pengacara setidaknya aku harus bertanya terlebih dahulu. Tentang syarat perceraian, gugatan hak asuh anak dan lainnya.
Pak Riki afnan SH. dialah pengacara yang aku temui, bibir ku kelu untuk berbicara masalah perceraian. Walau umum tetap saja aku sangat canggung,
Kami berbicara berdua diruangannya, ini bukan keputusan mudah tapi aku juga ingin jalan yang terbaik.
"Jadi, apa alasan anda menggugat suami anda?" tanya pak Riki, terdengar tegas dan bijak.
"Perselingkuhan," jawabku pelan, "Tapi saya ingin tahu, berapa biaya yang harus saya keluarkan," tanyaku ragu.
Aku menggenggam tali tasku dengan erat, ini begitu memalukan.
"Jangan tanya soal biaya dulu, kita lihat permasalahnnya. Apa anda punya bukti tentang perselingkuhan suami anda?" katanya, namun aku juga ragu jika biayanya tak sesuai isi dompetku.
"Iya, ada," Aku mengangguk lalu mengambil ponselku didalam tas.
Aku hendak memberikannya, namun tiba-tiba ...
"Apa yang kau lakukan disini?" suara mas Reza mengejutkan aku.
dia diancam apa sehingga seorng Reza akhirnya menalak Zea disaat sedang koma??