NovelToon NovelToon
Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Blurb:

Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.

Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.

Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.

Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.

Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?


Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Pagi ini suasana di kantor utama Lee Corporation terasa lebih senyap daripada biasanya. Setiap kali karyawan berjalan dengan langkah yang hati-hati. Tidak ada yang berani bersuara dengan nyaring, bahkan suara batuk pun ditahan mati-matian saat melewati ruangan Presiden Direktur, Christopher Lee.

Dua staff dari divisi pemasaran saling berbisik pelan di balik dinding partisi.

"Aku sudah tiga hari merasa seperti berjalan di atas ranjau," bisik seorang perempuan dengan wajah tegang. "Bahkan untuk bersin di depan ruangan Presdir saja aku tak berani."

Dan rekan di sebelahnya, seorang pria berkacamata, mengangguk cepat. "Kau tahu? Kemarin aku melihatnya membentak Kepala Divisi Keuangan. Padahal biasanya dia begitu tenang dan terkendali."

"Mungkin ini semua karena kejadian itu…"

"Iya. Sejak insiden itu, dia seperti bom waktu. Wajahnya selalu tegang, dan sorot matanya tajam seperti pisau."

"Untungnya, setiap kali Nona Lusy datang, ekspresinya berubah. Sedikit lebih manusiawi." lanjut pria itu.

Sementara itu diruang kerja, Christopher duduk tegak di balik meja besar berwarna hitam mengilap. Jemarinya bergerak cepat menandatangani beberapa berkas, matanya fokus, dan wajahnya memancarkan aura yang begitu dingin.

Tiba-tiba suara ketukan pelan terdengar dari arah pintu, disusul oleh suara lembut yang sudah sangat ia kenal.

"Permisi."

Lusy masuk sambil membawa sebuah tas kecil berisi obat dan camilan kesukaannya. Langkahnya begitu ringan, seperti selalu membawa angin musim semi ke dalam ruangan pria itu.

Tatkala matanya menangkap kehadiran Lusy, sorot tajam Christopher sedikit mereda. Lalu ia bersandar ringan, seakan beban berat di pundaknya menguap sejenak.

"Aku sudah bilang, jangan bekerja terlalu keras. Apa kau ingin jatuh sakit lagi, Chris?" ucap Lusy seraya meletakkan tasnya di atas meja kecil.

Christopher menyambutnya dengan senyum miring yang langka. "Kalau aku sakit, kau akan datang lebih sering, bukan?"

Lusy menatapnya sambil menghela napas pelan. "Ya, tapi bukan berarti aku suka melihatmu terbaring tidak berdaya di rumah sakit."

Tanpa berkata apa-apa, Christopher berdiri dan menarik kursi di hadapannya. "Duduklah. Hari ini, aku mempunyai banyak waktu untukmu."

Lusy menurut, lalu membuka wadah camilan kecil yang ia siapkan sendiri. Seketika aromanya memenuhi ruangan.

"Ngomong-ngomong," ujarnya sambil menatap pria itu dengan mata berbinar, "minggu depan adalah ulang tahunmu, bukan?"

Christopher mengangkat satu alisnya, sedikit terkejut. "Kau masih mengingatnya?"

"Tentu saja. Aku tidak pernah lupa tanggal-tanggal penting milik orang terdekatku," jawab Lusy dengan lembut.

Kemudian ia mencondongkan tubuhnya, lalu menatap pria itu dengan tatapan hangat. "Jadi, katakan padaku. Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu nanti?"

Christopher tidak butuh waktu lama untuk menjawabnya. "Aku akan menyukai apa pun yang kau berikan, Lusy."

Lusy mendecak pelan, berpura-pura kesal. "Itu bukan jawaban, Tuan Lee. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya kau inginkan. Jangan membuatku menebak-nebak, ya?"

Saat Christopher hendak membuka suara untuk menjawab pertanyaan Lusy, tiba-tiba terdengar ketukan tegas di pintu. Namun, sebelum ada perkenan, pintu itu terbuka begitu saja. Menampilkan sosok Brian, sekretaris pribadi Christopher, masuk dengan langkah mantap dan ekspresi serius terpahat di wajahnya.

Christopher menoleh dengan tajam, sorot matanya kembali dingin seperti semula.

"Ada apa?" tanyanya singkat.

Brian menatap sekilas ke arah Lusy, lalu menunduk sopan sebagai bentuk penghormatan.

"Maaf mengganggu, Tuan. Ketua dari HYBE Group ingin mengundang Anda untuk menghadiri pertemuan terkait proyek strategis mendatang."

Christopher mengerutkan kening. Nama itu jelas tidak asing lagi di telinganya, tetapi permintaan yang datang secara tiba-tiba ini membuatnya curiga.

"HYBE Group?" gumamnya pelan. "Bukankah aku sudah mendelegasikan urusan itu kepada Jaeha?"

"Benar, Tuan," jawab Brian cepat dan tetap tenang. "Namun, Sang Ketua, yaitu Ibunda anda, secara pribadi memintanya agar Anda yang langsung menanganinya kali ini."

Sejenak, ruangan itu dipenuhi oleh keheningan. Christopher memandang kosong ke depan, dan matanya sedikit menyipit.

"Apa dia memberikan alasannya?" tanyanya, nada suaranya kini lebih tajam.

"Tidak ada penjelasan khusus. Hanya permintaan langsung dari beliau untuk Anda yang hadir dalam pertemuan itu dengan pihak HYBE."

Dengan helaan napas pelan, Christopher menatap camilan kecil di tangannya, pemberian Lusy yang tadi sempat membuatnya tersenyum. Ia kemudian menyerahkannya kembali kepada wanita itu dengan gerakan lembut.

"Sepertinya ibuku tidak ingin aku bersantai terlalu lama," gumamnya lirih.

Lusy yang sedari tadi mengamati perubahan ekspresinya kini menatapnya cemas.

"Apakah kau akan baik-baik saja menangani urusan itu? Aku dengar proyek HYBE itu cukup rumit dan politis," tanyanya dengan hati-hati.

Christopher menoleh dan menatapnya dengan senyum kecil yang langka, menyimpan rasa kelelahan yang tidak pernah ia tunjukkan di hadapan siapa pun, kecuali Lusy.

"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia rencanakan... Tapi selama kau tetap berada di sisiku, aku yakin aku bisa melalui apa pun."

'Ibuku bukan tipe yang sembarangan melibatkan diriku dalam urusan bisnis, terutama jika dia bisa menyelesaikannya sendiri. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dia sembunyikan.' suara hati Christopher.

***

Dokter Jaesuk duduk bersandar di kursinya, wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya mengisyaratkan empati yang mendalam.

"Mia, aku rasa kau tetap harus datang kesini setiap dua kali dalam seminggu." ucapnya pelan.

Mia menunduk. "Apakah... kondisiku semakin memburuk?" ucapnya pelan.

Dokter Jaesuk menggeleng, ia menjawab dengan suara lembut. "Bukan memburuk, Mia. Kau sedang berada di titik yang sangat rapuh. Dan itu bukan kesalahanmu. Kamu hanya membutuhkan penyaluran yang tepat... sesuatu untuk meredakan tekanan emosional yang selama ini kau pendam sendirian."

Mia menggenggam kedua tangannya, berusaha menenangkan kegelisahan yang merayap dari dalam dadanya. "Aku sudah mencoba tidur lebih awal, dan makan dengan teratur..."

"Itu langkah yang sangat baik," jawab Dokter Jaesuk dengan senyum kecil yang menenangkan. "Tapi ada satu hal lagi yang ingin kucoba berikan padamu."

"Apa itu?" tanya Mia, mengangkat kepalanya dengan harapan yang samar.

"Membaca buku," ujar dokter itu sambil meraih sebuah kantung kecil dari atas meja. "Buku bisa menjadi pelarian yang sehat. Aku sudah menyiapkan beberapa judul yang mungkin akan bisa membantumu menghadapi malam-malam sepi itu."

Langit telah sepenuhnya gelap ketika Mia tiba di rumah. Cahaya bulan hanya samar menembus awan tebal yang menggantung dilangit. Ia membuka pintu dengan perlahan. Wajahnya tampak terlihat lelah, seperti seseorang yang tengah memikul luka yang tidak terlihat.

Tangannya secara refleks mengelus perut yang mulai terasa perih. "Aku harus makan sedikit, sebelum sakit perut ini kambuh lagi," gumamnya pelan.

Ia melangkah ke arah dapur, lalu mengambil sisa roti dan sebotol minuman dari kulkas. Setelah itu, dengan tas dan beberapa buku pemberian dokter di tangannya, ia menaiki tangga menuju lantai atas. Malam ini, ia hanya ingin duduk diam dan merasa sedikit lebih ringan.

Mia memilih duduk di sofa kecil dekat jendela, tempat di mana lampu luar menyorot samar ke dinding kamar. Sambil membuka salah satu buku itu, ia menghela napas panjang. Baru beberapa detik ia mencoba fokus pada halaman pertama, suara dari luar membuatnya menegang.

Terdengar suara mobil berhenti.

Mia menoleh cepat ke arah jendela.

"Itu suara mobil di depan rumah?" gumamnya cemas.

Tangannya mulai gemetar tanpa sadar. Namun ia mencoba untuk menenangkan diri, dan berpura-pura membaca buku meski pikirannya mulai kacau.

Kemudian terdengar suara langkah kaki berat dan teratur.

Lalu... suara pintu dibuka paksa.

Mia menutup bukunya dengan cepat, dadanya berdegup keras. Ia bangkit dan membuka pintu kamarnya perlahan. Setiap langkahnya saat menuruni tangga terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca.

Namun saat kakinya menjejak anak tangga terakhir, tubuhnya membeku.

Di ruang tamu, dua sosok berdiri dalam pelukan erat. Wajah mereka tersembunyi, tetapi Mia tahu persis siapa mereka.

Matanya membelalak. "Kenapa dia...?!" Suaranya meninggi, "Kenapa dia ada di rumah ini?!"

Sosok yang dipeluk itu menoleh perlahan, menatap Mia dengan sorot mata dingin.

Keheningan menyelimuti ruangan.

Semua suara mendadak lenyap. Yang tersisa hanyalah detak jantung Mia dan ribuan luka lama yang kembali menyeruak ke permukaan.

'Aku sudah mencoba berdamai. Aku sudah mencoba menyembuhkan diriku sendiri. Tapi kenapa... kenapa mereka membawanya kembali ke dalam hidupku...?'

Christopher mendongak. Sorot matanya dingin dan tajam seperti pecahan es yang menusuk. Ia tampak tidak terkejut sama sekali.

“Mengapa dia tidak boleh datang?” balasnya datar. “Dan sejak kapan kau memiliki hak untuk mengatur hidupku?”

Mia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gejolak di dadanya yang seperti badai mengguncang dadanya.

“Aku adalah pasanganmu, Chris. Dan aku tidak akan membiarkanmu membawa orang asing masuk ke rumah ini tanpa persetujuanku!” ucapnya dengan tegas.

Christopher menyeringai sinis, seolah mendengar lelucon murahan dari Mia.

“Pasanganku?” katanya mengejek. “Apakah kau berpikir hanya karena ibuku yang memintaku menikahimu, kau pantas tetap berada di sisiku?”

Mia menunduk. Hatinya tercekat, seperti tertusuk duri. Ia mencoba menyembunyikan lukanya di balik nada suaranya yang pelan. “Aku tidak pernah meminta apa pun... Aku hanya ingin sedikit dihargai.”

Lusy, perempuan yang dipeluk Christopher, melangkah mundur dengan perlahan.

“Kalau begitu, lebih baik aku pergi saja dari sini. Ini rumahmu dan Mia. Aku sadar aku tidak punya tempat di sini.” ujarnya dengan lembut. Ia tersenyum tipis, menyiratkan kepura-puraan yang hampir sempurna.

“Chris, jangan lupa makan malam, ya. Kepalamu akan pusing jika terus menundanya.”

Ia berbalik hendak melangkah, namun Christopher dengan sigap menggenggam pergelangan tangannya.

“Tidak,” ucapnya mantap. “Pernikahan ini hanyalah ada di atas kertas.”

Ia menatap Mia dengan sorot yang tidak lagi menyimpan belas kasihan. “Kami akan bercerai secepatnya. Dia tidak akan menjadi istriku lagi.”

Lalu, tanpa menunggu reaksi dari Mia, Christopher berseru lantang, “Paman Jack! Tolong bersihkan kamar tamu.”

Mia berdiri mematung di tangga. Jemarinya gemetar menahan emosi, dan matanya mulai berembun. Tetapi ia menegakkan bahunya, dan mencoba mempertahankan wibawanya meski hatinya kini porak-poranda.

“Tidak perlu merepotkan Paman Jack,” ucapnya tenang namun didalamnya sarat kepedihan. “Silakan tidur di kamar utama. Aku akan pindah ke kamar tamu.”

Christopher terdiam sejenak. Jawaban itu bukan yang ia harapkan dan bukan pula bentuk kepasrahan yang menyenangkan egonya.

Lusy mengangkat alis dan pura-pura terkejut. “Tidak perlu. Aku bisa tidur di kamar tamu. Tidak seharusnya aku yang mengganggu kalian.” Namun, ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa puas yang menguar.

“Aku sudah memintamu tinggal. Jangan merasa sungkan,” balas Christopher, menggandeng tangan Lusy untuk naik ke lantai atas.

Saat mereka melewati Mia di tangga, bahu Lusy dengan sengaja menabrak bahunya.

Bruk!

Kemudian suara pintu kamar utama dibanting.

Brak!

Keheningan menyelimuti rumah itu.

Mia masih berdiri di sana, dan berdiri terpaku. Jemarinya mencengkeram pagar tangga erat-erat hingga buku-buku yang ia bawa terjatuh ke lantai satu. Tubuhnya mulai melemas. Matanya menatap kosong ke depan, dan perlahan, satu tangannya meraih perutnya.

“Ah...” erangnya pelan.

Langkahnya mulai goyah dan wajahnya memucat, bahkan keringat dingin telah membasahi pelipisnya.

Paman Jack, yang sejak tadi mendengar keributan dari dapur, segera berlari menghampirinya dengan raut panik.

“Nona Muda! Apakah Anda baik-baik saja?!”

Mia berusaha tersenyum meski tubuhnya hampir tumbang. “Ini hanya sakit perut biasa, Paman...”

Mia terduduk di anak tangga dengan napasnya yang terengah. “Aku akan baik-baik saja... setelah minum obat...” ujarnya dengan pelan.

Namun hatinya berkata lain.

'Aku tidak ingin menangis. Tapi mengapa rasanya seperti tubuhku ikut hancur bersamanya? Dan malam ini, bahkan sekarang rumah ini pun terasa asing bagiku.'

.

.

.

.

.

.

.

- 𝐓𝐁𝐂 -

1
partini
semoga hati kamu benar benar mati rasa untuk suami mu Mia,
partini
semoga kau cepat mati Mia
partini: mati rasa Thor sama cris bukan mati raga atau nyawa hilang ,,dia tuh terlalu cinta bahkan cinta buta
dan bikin cinta itu hilang tanpa bekas
Phida Lee: jangan dong, kasihan Mia :(
total 2 replies
partini
drama masih lanjut lah mungkin Sampai bab 80an so cris nikmati aja
Sammai
Mia bodooh
partini
oh may ,ini satu satunya karakter wanita yg menyeknya lunar binasa yg aku baca ,,dah crIs kasih racun aja Mia biar mati kan selesai
Phida Lee: nah bener tuh kak 😒
total 1 replies
partini
crIs suatu saat kamu tau yg sebenarnya pasti menyesal laki laki tergoblok buta ga bisa lihat
Mia Mia cinta butamu membuat dirimu terluka kamu jg sangat goblok ,, wanita kaya kamu tuh ga bisa move on ga bisa sukses terlalu myek2 kamu ,,so enjoy lah
Sammai
Mia terlalu bodoh kalau kau terus bertahan untuk tinggal di rumah itu lebih baik pergi sejauh jauhnya coba bangkit cari kebahagiaanmu sendiri
partini
dari sinopsis bikin nyesek ini cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!