Ivan mengira perjodohan ini hanyalah candaan kakeknya saja, bagaimana dia bisa mengira itu serius, saat kakeknya mengatakan akan menjodohkan dirinya dengan seorang gadis bernama Diana. Dia seorang gadis bisu, tidak berpendidikan. Bahkan kata orang di desanya, gadis itu gila. Hingga dia pun setuju. Ternyata kakeknya benar-benar serius. Seorang gadis dari desa yang bisu, benar-benar datang ke rumahnya dan bertunangan dengannya.
Bagaimana perjodohan mereka? Akankah bisa berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Ibu Tiri?
Diana dan Russel terus mendiskusikan tentang operasi yang akan mereka lakukan nanti. Hingga langkah kaki mereka terhenti di depan ruang kerja Russel.
“Mau ikut ke dalam?” tawar Russel.
Diana memberi isyarat kalau dirinya menunggu di luar saja, Russel pun segera masuk, sesaat kemudian dia keluar dengan membawa tablet khusus yang dia rancang untuk Diana.
“Kamu sangat butuh ini bukan?” Russel memperlihatkan cara kerja Tablet yang dia rakit untuk Diana. “Ini khusus untuk kamu. Semoga kamu menyukainya.” Russel memberikan tablet itu pada Diana.
Diana mulai membuka tablet pemberian Russel. Bahkan di sana ada video yang sangat dia butuhkan sebelum dia melakukan Tindakan operasi. Diana sangat puas dengan pemberian Russel.
“Te—”
“Hei pellacurr!” Teriakkan lantang dari Aridya menggema di sudut tempat itu.
Suara teriakkan lantang Aridya membuat semua perhatian tertuju padanya.
“Ck! Ck! Ck!” Aridya menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu, kuliah kedokteran membutuhkan biaya besar. Tapi jika kamu tidak mampu untuk membayarnya, bilang padaku. Walau aku ibu tirimu, aku tetap akan membantumu untuk kuliah dan mengejar mimpimu. Kamu tidak perlu menjual dirimu, Diana!”
Perlahan orang-orang mulai berkerumun, mereka penasaran dengan apa yang terjadi.
“Kamu besar di desa, aku tahu bagaimana ekonomi di desa. Mimpimu untuk menjadi dokter itu mulia, tapi jika kamu mewujudkan mimpimu dengan menjual dirimu, itu sangat merugikan sayang.”
“Jika butuh uang, minta padaku, jangan jual dirimu ….”
"Walau aku hanya ibu tirimu, aku menyayangimu Diana."
Orang-orang yang berkerumun mulai berbisik-bisik.
“Apa karena aku hanya seorang ibu tiri? Hingga kamu meragukan ketulusanku, dan tidak ingin membagi kesusahanmu?”
“Ibumu benar nak. Lebih baik kamu minta padanya, daripada kamu menyerahkan diri hanya demi lembaran uang.”
"Iya nak, jika kamu butuh sesuatu, katakan padanya. Jangan menyusahakan dirimu nak."
“Ibu kandung dan tiri tidak beda nak, jika dia juga mencintaimu.”
Diana tersenyum kecut melihat dan mendengar drama Aridya.
“Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?” Tiba-tiba Ivan ada di tengah kerumunan.
“Owh … ini hanya masalah ibu dan anak, Diana lebih memilih menjual dirinya untuk biaya pendidikannya. Hiks!” Aridya memasang wajah sedih. “Andai dia bicara padaku, sebagai ibu tirinya aku pasti akan membantunya menggapai mimpinya.”
"Dia menjual diri?" Ivan menggelengkan kepalanya, sebelumnya Veronica, sekarang wanita yang ada di depan matanya yang menuduh Diana menjual diri.
Ivan menatap tajam kearah Aridya. “Anda kenal seorang Ivan Hadi Dwipangga?” sela Ivan.
“Sangat kenal, dia adalah penerus dari keluarga Agung jaya.”
“Saya Ivan Hadi Dwipangga."
Aridya bungkam, tidak berani mengucapkan sepatah kata lago.
"Dia adalah kerabat dari Ivan Hadi Dwipangga." Ivan mengisyarat pada Diana. "Mana mungkin kami membiarkan kerabat kami menjual dirinya untuk mengejar mimpinya. Anda mau menghina keluarga Agung Jaya?"
Aridya seakan sulit bernapas, dia hanya menggelengkan kepalanya perlahan.
“Anda meragukan kemampuan saya?” Ucap Ivan penuh penekanan.
Merasa malu dan takut, Aridya pun pergi begitu saja tanpa pamit pada siapapun. Semua orang di Rumah Sakit ini pub pasti tahu kekuatan seorang Ivan Hadi Dwipangga, Kerumunan yang ada pun perlahan membubarkan diri.
“Diana, bisa kita bicara?” sela Ivan.
Diana mengetik kata pada handphonenya, dan dia perlihatkan pada Russel.
*Terima kasih banyak professor, saya izin pamit
“Sama-sama Diana, semoga bermanfaat ya.” Russel pun segera pergi meninggalkan Diana dan Ivan.
“Dia ibu tirimu?”
Diana hanya diam. Dia malas membahas Wanita itu.
“Maafkan aku, karena tadi aku meninggalkanmu, karena ada pekerjaan yang harus aku urus dengan kepala Rumah Sakit.”
Diana mulai mengetik. *Tidak masalah, tadi juga aku tidak sengaja bertemu professor, dan ada tugas darinya.
“Tugas kuliah di Rumah Sakit ini?” Ivan berusaha membuka obrolan santai dengan Diana.
Dengan cepat Diana mengetik. “Pastinya. Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit Pendidikan. Setiap kegiatan di sini sangat berhubungan dengan mata kuliah kami.
“Kamu suka kuliah di sini?”
Diana kembali mengetik.
*Entahlah, yang jelas aku harus kembali ke kampus sekarang.
“Owh, maafkan aku. Aku kira kamu sedang free tadi. Mari ku antar?”
Diana menggelengkan kepalanya, dia menatap Ivan, mempertanyakan apa ada yang lain, lewat sorot matanya.
“Silakan kamu kembali jika tidak ingin aku antar. Aku juga masih ada sedikit urusan lagi di Rumah Sakit ini.”
Diana pergi begitu saja, sedang Ivan hanya memandangi punggung Diana yang semakin menjauh dari pandangan matanya.
******
Sesampainya di kampus, Diana segera menuju asramanya, rasanya sangat tidak nyaman karena belum mandi. Diana sudah terlihat segar dengan pakaian baru yang dia kenakan. Baru ingin menyambar tablet pemberian Russel, deringan handphone membuat Diana menahan keinginannya, terlihat nomor asing tertera di layar handphonenya. Diana pun mengangkat panggilan tersebut.
“Halo? Apakah ini Diana?” sapaan itu langsung menyapa terlinga Diana.
“Owh ya, aku Amanda, sekretaris Ivan.”
“Owh ya Nona Diana, tadi Tuan Ivan meminta saya menghubungi Anda, karena ada berkas penting Tuan Ivan tertinggal di Apartemen. Tuan meminta Anda untuk mengantarnya langsung ke kantor.”
"Dan Berkas itu sangat penting bagi Tuan Ivan, Nona Diana."
Tuttt! Tutttt!
Wanita itu langsung memutuskan panggilan telepon mereka, tanpa menunggu jawaban Diana. Diana sangat kesal, setahunya Ivan sudah tahu kalau dirinya akan kuliah, kini malah harus ke Apartemen untuk mengambil berkas yang dimaksud dan mengantarnya lagi ke kantor Ivan. Pikir Diana Ivan sangat sibuk, Diana pun mengalah, dia segera memesan taksi dan bersiap untuk kembali ke Apartemen.
terimakasih, semoga di maklumi..
Sdh spt Dokter Spesialis Bedah saja?
Seandainya ada di Dunia nyata.