•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Michael membolak-balikkan undangan yang berada di tangannya.
Tatapannya tampak menerawang seperti memikirkan sesuatu hal.
Ia menghela nafas dengan berat kemudian mengangguk sebagai tanggapan.
"Saya akan datang" ucapnya datar.
Leon tampak terkejut, tak biasanya Tuan nya ini menerima undangan yang mengharuskan tamunya membawa pasangan. Dan lagi.. ia penasaran, siapa yang akan menjadi pasangan Michael di pesta nanti?
"Em.. acaranya besok malam Tuan, apa perlu saya carikan pasangan untuk anda menghadiri pesta?" Tanya Leon dengan nada ragu-ragu.
Michael yang awalnya menatap undangan bergaya klasik di tangannya, mengalihkan seluruh atensinya untuk menatap Leon yang berdiri di hadapannya.
"Tidak" jawabnya singkat.
Leon mengangguk tanda mengerti kemudian pamit undur diri untuk kembali mengerjakan tugasnya di ruangan miliknya.
Sepeninggalan Leon dari ruangannya, Michael tampak melamun memikirkan sesuatu. Kemudian ia menghembuskan nafas beratnya lalu menyimpan undangan dalam genggaman nya ke dalam laci meja kerjanya.
Ia kembali fokus pada setumpuk dokumen yang menunggunya untuk di periksa dan di beri tanda tangan di akhir halaman.
***
Hari sudah semakin sore, namun Viona yang tengah berada di salah satu cafe langganan nya enggan untuk beranjak dari meja yang sedari dua jam yang lalu di dudukinya.
Viona melirik jam di layar ponselnya. 16:30, ia harus segera pulang, namun ia takut bertemu Michael. Ia takut kembali di bentak oleh Michael.
Namun akhirnya ia menyerah, ia sudah bisan terlalu lama berada di sini tanpa ada teman yang menemani. Tadi sih Flora juga ikut nongki, tapi satu jam yang lalu temannya itu pamit pulang karena orang tuanya menelpon dan menyuruhnya pulang.
Viona membereskan barang-barang miliknya dan memasukannya ke dalam tas. Ia bangkit dan pergi meninggalkan cafe tersebut untuk segera pulang.
Sesampainya ia di rumah yang selama tiga bulan terakhir ia tempati bersama Michael, ia segera masuk ke dalam kamar dan membersihkan dirinya.
Ia tak berniat untuk kembali turun untuk makan malam ataupun memasak. Toh, memasakpun akan sia-sia. Karna ia yakin Michael akan pulang terlambat dan tak akan memakan masakannya.
\=°°°•°°°\=
"Gue pulang dulu ya Vi, makasih traktirannya hhee."
"Iya sama-sama, hati-hati.."
Flora hanya mengacungkan jari jempolnya tanda setuju.
Mereka berdua baru pulang dari rutinitas mereke—nongki. Viona yang kebetulan tidak membawa motornya dan enggan untuk memesan taxi ataupun abang-abang gojek yang selalu sedia menemani, akhirnya untuk meminta Flora agar mengantarkan dirinya ke rumah yang enggan ia datangi ini.
Sepeninggalan Flora dari depan rumahnya, Viona menghela nafasnya dan berbalik menuju pintu rumah yang masih tertutup rapat seolah tak ada sesosok pun yang menghuni rumah tersebut.
Dengan langkah berat, Viona akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Memasuki ruangan tengah sekaligus ruang tamu, langkahnya terhenti memandangi sofa di seberang sana. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana Michael membentaknya dengan sangat keras tanpa membiarkannya menjelaskan apapun di tempat ini.
Rasa kesalnya kembali hadir, ia menutup matanya untuk sejenak untuk menetralkan emosinya yang kembali tak stabil.
Dengan langkah cepat, ia berjalan melewati ruang tengah menuju tangga yang membawanya ke lantai dua di mana kamarnya dan kamar Michael berada.
Jam baru menunjukkan pukul empat tiga puluh, Viona memilih segera membersihkan dirinya.
Usai dengan urusan sabun dan per-skincaran nya, Viona kini berkutat dengan buku-buku yang berserakan dan laptop menyala di pangkuannya. Ia sedang mengerjakan tugasnya yang akan segera di kumpulkan lusa.
.
.
.
Tak terasa sudah sekitar satu jam lebih ia berkutat dengan laptop yang menyala, kini jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Sudah masuk waktunya makan malam, namun Viona tak ada niatan turun dan memasak walau hanya untuknya seorang. Ia memilih melewatkan makan malamnya dari pada harus berkutat di dapur yang memungkinkan dirinya untuk bertemu dengan Michael.
Namun usahanya untuk menghindari Michael terasa sia-sia saat pintu kamarnya di ketuk dan di susul dengan suara Michael yang memanggilnya.
"Viona.. buka pintunya."
Dengan ogah ia turun dari ranjangnya dan berjalan menuju pintu.
Ceklek.
"Kenapa?" Tanyanya datar.
"Satu jam setengah lagi kita berangkat, jangan mempermalukan saya dengan wajah keruh kamu itu."
Michael berucap sambil menyerahkan paperbag dengan ukuran lumayan besar ke tangan Viona dengan paksa.
"Gue gak mau" tolak Viona sambil kembali menyodorkan paperbag ke arah Michael.
"Saya tidak menerima penolakan. Setengah sembilan saya tunggu di bawah."
Setelah mengatakan itu, Michael berbalik meninggalkan Viona yang menatapnya punggungnya dengan kesal.
Viona menggenggam tali paperbag dengan erat lalu berbalik masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras hingga menimbulkan suara yang ia yakini akan terdengar hingga kamar Michael.
"Gak tau diri banget sih tuh Om-om rese, gak tau gue masih kesel apa?.. emanya mau bawa gue kemana sih pake nyiapin baju ginian segala, mana ngajakin nya maksa banget lagi."
Viona menggerutu sepanjang ia mengeluarkan isi paperbag dari Michael.
Di sana terdapat sebuah dress tanpa lengan yang terlihat mewah namun elegan, di lengkapi dengan sebuah hells dengan tinggi tujuh sentimeter dengan warna yang senada dengan dress nya.
Tanpa membuang waktu, Viona segera menghampiri meja rias untuk bersiap-siap. Ia masih terngiang-ngiang oleh ucapan Michael yang mengatakan jangan membuat dirinya malu dengan wajah kumuhnya ini.
Kita lihat, seperti apa rupa wajah kumuh yang di maksud oleh pria yang sialnya berstatus sebagai suaminya itu.
.
.
.
Jam sudah menunjukan pukul 08:20 saat Viona sudah siap dengan dress pemberian Michael yang melekat di tubuhnya.
Wajahnya tampak sangat segar dengan make up tipis namun tampak memukau. Sentuhan makeup yang tak berlebihan tapi juga memberikan sebuah hasil yang memuaskan.
Tubuhnya yang sempurna kini terbungkus oleh sebuah dress yang memperlihatkan leher jenjangnya yang menggoda iman. Apalagi dress tersebut yang memang fresh body membuat lekukan tubuh Viona tampak bagai melambai mengundang mata siapapun untuk menatapnya lebih lama. Bawahannya yang hanya di bawah lutut, memiliki belahan hingga paha di sebelah kanan yang menampilkan kaki jenjangnya dan paha mulus tanpa celah sehingga menampilkan kesan seksi yang tak berlebihan.
Pergelangan kakinya yang seputih susu kini melingkar sebuah gelang kaki yang terlihat kontras dengan warna kulitnya.
Jangan lupakan rambutnya yang kini tergerai indah dengan sedikit gelombang di ujungnya. Warnanya yang hitam legam membuat siapapun yang melihatnya ingin mengelus rambut tersebut dan menghirupnya dengan dalam.
Viona memandang penampilannya di depan cermin full body dengan tatapan puas.
Sentuhan terakhir, Viona meraih parfum mahalnya yang dapat tercium dari jarak sepuluh meter dan menyemprotkan nya ke beberapa bagian tubuhnya.
Ia mengambil tas kecil yang sudah ia siapkan dan memasukkan ponsel dan beberapa barang yang sekiranya penting baginya. Termasuk pembalut cadangan yang tak pernah ketinggalan saat ia sedang datang bulan.
Viona berjalan dengan tenang keluar dari kamarnya menuju tangga.
Sengaja ia pasang wajah datar saat ia akan berhadapan dengan Michael.
Langkahnya tenang.. namun pasti. Setiap langkahnya menimbulkan suara ketukan kecil dari hills yang di kenakan nya.
Michael menoleh. Ia terpaku pada keindahan yang ada di hadapannya.
Kaki jenjangnya yang melangkah dengan penuh percaya diri, paha mulusnya yang sesekali terlihat karena belahan dress nya tersingkap seiring dengan langkahnya yang tampak tak gentar.
Tubuh moleknya yang terlihat meliuk seirama dengan rambutnya yang terlihat bergoyang-goyang mengikuti pergerakan pemiliknya.
Michael mengerjapkan matanya saat baru menyadari bahwa Viona telah tiba di hadapannya.
Tanpa berbicara, keduanya melangkah bersama menuju mobil yang sudah terparkir sempurna menunggu untuk segera di tumpangi.
Keduanya berjalan berdampingan menuju mobil, sesampainya di dekat mobil keduanya langsung masuk bersamaan.
'Ni orang mau bawa gue kemana sih? Mana pake baju kek gini lagi' gumam Viona dalam hati, merasa penasaran.
Hening menemani perjalanan mereka malam ini, hanya ada suara bising dari mesin mobil dan pengendara lain yang terdengar. Keduanya tak ada niatan untuk membuka suara walau hanya basa-basi semata.
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, akhirnya mobil yang di kendarai langsung oleh Michael memasuki sebuah gerbang mansion yang sudah di tata dengan sedemikian rupa sebagai bentuk penyambutan.
Viona memperhatikan sekitar. Di luar sana sudah banyak para tamu yang berlalu lalang sambil membawa segelas minuman di tangan masing-masing. Semuanya tampak saling berpasang-pasangan, tak ada satupun orang yang hanya berjalan sendiri tanpa ada gandengan.
Kini Viona mengerti, ini bukanlah acara biasa. Tapi acara yang mewajibkan tamunya untuk membawa pasangan, baik itu kekasih ataupun istrinya sendiri.
Mobil BMW X5 yang berhenti tepat di ujung karpet merah yang tergelar membuat hampir semua mata tertuju pada mobil tersebut.
Michael tampak merapikan dasinya sekilas dan membuka pintu mobil dengan wajah datarnya.
"Itu Tuan Michael Schumacher. wah sangat langka sekali Tuan Michael mau repot-repot datang ke acara seperti ini, apalagi acarnya mewajibkan untuk membawa pasangan."
"Siapa nih kira-kira yang di bawa sama Tuan penguasa bisnis kali ini?"
"Wah gak nyangka banget bisa liat secara langsung, ternyata aslinya lebih WAW.."
Bisikan demi bisikan mulai terdengar saling bersahutan, namun Michael masih setia mempertahankan ekspresi datarnya.
Tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang mengikuti pergerakan nya, Michael mengitari mobil dan berhenti tepat di depan pintu penumpang yang terdapat Viona di dalamnya.
Michael membuka pintu mobil penumpang, bersamaan dengan beberapa orang yang menatapnya dengan tatapan penasaran.
Setelah pintu terbuka, Michael mengulurkan tangannya ke arah seorang gadis yang masih setia dengan wajah juteknya.
Viona menerima uluran tangan tersebut dan mulai menurunkan sebelah kakinya.
Bersamaan dengan ia yang keluar dari mobil, senyuman nya terbit. Senyum yang terlihat manis dan anggun secara bersamaan membuat beberapa orang terpana, bahkan ada yang berdecak kagum melihat gadis yang di pilih Michael untuk menjadi pasangan nya.
Viona berdiri dengan anggun di samping Michael, kepercayaan dirinya tak luntur barang sedikitpun. Ia tetap meluruskan pandangan nya walaupun banyak bisik-bisik yang terdengar oleh telinga nya.
Keduanya berjalan santai dengan tangan Viona yang merangkul Michael dengan mesra.
Sekilas mereka nampak seperti pasangan yang tidak terlibat pertengkaran. Tapi nyatanya, Viona masih menahan dongkol di harinya dan Michael yang masih setia dengan emosinya ketika mengingat kejadian kemarin lusa.
Michael membawa Viona untuk masuk ke dalam ruang tengah Mansion tang sudah di dekor dengan sangat mewah.
Michael yang langsung menemukan sang Tuan rumah yang tengah berbincang dengan istrinya itu segera berjalan menghampiri.
"Halo Tuan dan Nyonya Weisz.. selamat atas Anniversary yang ke dua puluh tiga ini" ucap Michael menyapa dan mengucapkan selamat kepada Tuan rumah yang tengah berbahagia.
Yang di sapa tampak berbalik dan tersenyum ramah, namun keduanya terlihat agak kaget saat melihat Michael yang tampak menggandeng seorang gadis yang sangat cantik.
"Ouh.. selamat datang Tuan Schumacher, senang anda bisa meluangkan waktu untuk datang di acara saya hari ini. Dan terimakasih atas ucapan selamat nya" Rachel menjawab sambil tersenyum ramah.
"Siapa gadis cantik yang menjadi pasangan Anda malam ini Tuan? Apakah kekasih anda?" Tanya Rachel penasaran.