Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.
Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.
Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba-tiba Terhenti
Belum resmi bercerai, bagaimanapun Emily masih istrinya yang harus ia lindungi walaupun wanita itu terasa amat menyebalkan. Pertarungan masih terjadi dan Erick sudah mulai kelelahan. Reyhan jangan ditanya, ia tidak bisa diandalkan. Namun detik berikutnya, sebuah keanehan terjadi.
Para pengawal pribadi Emily yang sejak tadi menyerang, tiba-tiba menghentikan tindakan mereka. Mereka berhenti sekana ada tombol mati yang ditekan serentak.
Emily memandang terkejut pada para pengawalnya. "Kenapa kalian berhenti?! Aku tidak pernah memberi perintah untuk berhenti!"
Namun mereka tetap diam. Yang lebih mengejutkan, tanpa sepatah kata pun, mereka berbalik. Tubuh-tubuh besar itu kini bergerak ke arah Emily, menggeret wanita itu untuk keluar rumah.
"Apa-apaan ini?! Lepaskan aku!" Emily menjerit dan memberontak sekuat tenaga. Perlakuan pengawalnya terasa aneh, tidak masuk akal, seperti ada kekuatan tak kasat mata yang mengendalikan mereka.
Asisten Emily yang berdiri tidak jauh, sama bingungnya. Ia menghalangi, menarik, bahkan berteriak, namun sia-sia. Jika Emily saja majikan mereka, tidak didengarkan, apalagi dirinya. Dengan paksa dan tanpa perlawanan yang berarti dari pengawal, Emily dan rombongan bergegas meninggalkan lokasi.
Kekisruhan yang tadinya memekakkan telinga kini mereda. Di luar rumah Zara, beberapa tetangga yang menonton dari kejauhan karena takut untuk mendekat namun penasaran dengan keributan yang terdengar dari dalam, terkejut melihat adegan ganjil itu.
Teriakan Emily yang ditarik paksa, kini menarik perhatian mereka, mengundang pertanyaan ada apa? di bisik-bisik tetangga.
"Astaga, ada apa itu, Bu? Kok perempuan itu ditarik-tarik begitu?" tanya seorang ibu tetangga.
Saat Emily menghilang dari pandangan, Erick melangkah keluar, wajahnya pucat dan nafasnya terdengar lelah. Ponselnya berdering, dan ia segera menjawab. Suara berat dari seberang sana adalah Ayah mertuanya, yang langsung memintanya datang ke rumah sang mertua segera.
"Erick, cepat kemari sekarang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan," ujar suara itu.
Erick merasa letih luar biasa, tubuhnya remuk setelah pertarungan yang menghabiskan sisa tenaganya. Ia ingin menolak, ingin segera kembali ke dalam untuk memastikan Zara baik-baik saja dan memeluknya.
Tapi pada akhirnya, ia pun tidak bisa menolak.
"Iya, Pa, saya akan ke sana," jawab Erick. Ia tahu, menolak permintaan ayah Emily saat ini hanya akan memperumit masalah.
Saat ia hendak melangkah kembali ke dalam rumah, langkahnya terhenti.
"Mas Erick, tunggu! Tunggu sebentar!" Para tetangga menghampirinya, wajah mereka dipenuhi rasa ingin tahu. "Ada apa ya, Mas? Kok ramai sekali di dalam rumah? Suaranya sampai ke depan."
Erick terdiam sejenak, mencari alasan yang masuk akal. Belum sempat ia membuka mulut, Mila yang muncul entah dari mana, langsung menyambar pembicaraan.
"Oh, itu, Bu, Maaf ya, kalau berisik. Kami lagi latihan syuting drama kolosal. Jadi, mohon maaf ya kalau agak berisik sampai gedebag-gedebug. Hehe. Maaf sekali ya."
Para ibu mengernyitkan dahi, saling pandang. "Latihan drama? Masa sih?"
Mila dengan bakat aktingnya yang mendadak, terus menyuarakan berbagai argumen meyakinkan, mulai dari tuntutan peran hingga totalitas dalam berkarya. Akhirnya para tetangga mengangguk-angguk, menerima penjelasan konyol itu sebagai kebenaran, dan berangsur-angsur membubarkan diri.
Begitu tetangga pergi, Mila langsung menyergap Erick, "Aku baru tahu kalau Istrimu itu gila, Rick."
Erick hanya tersenyum tipis. Senyum kecil yang terasa getir. Ia ingin membenarkan, tetapi itu adalah istrinya sendiri. Ia ingin menyangkal, tetapi tingkah Emily memang seringkali melampaui batas kewarasan.
Ia buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Zara mana? Kenapa kamu keluar menyusul saya?"
"Zara tadi ke kamar mandi sebentar. Aku ke sini karena penasaran banget mau tanya sesuatu. Rick, Darren itu siapanya Emily? Partner bisnis? Tapi kok aneh, ya? Gelagatnya mereka seperti ada hubungan lebih. Kamu tahu itu, Rick?" tanya Mila, menatap Erick dengan saksama.
Erick menghela napas panjang, "Tahu, Mil. Mereka memang ada hubungan."
Mila terbelalak. "Apa?! Benar-benar tuh orang! Jadi selama ini hasil stalking-ku enggak salah! Jadi, selama ini kamu diselingkuhi sama Emily, Rick?!"
Erick hanya mengangguk pelan.
"Mila, saya mau masuk dulu ya. Saya harus memastikan keadaan Zara."
"Iya, Rick, silakan. Biarkan diri enih mengurai keterkejutan dulu," jawab Mila yang masih mematung di tempatnya.
Erick segera masuk, dan tidak lama kemudian Mila mengekor di belakangnya. Di dalam, Zara masih berada di kamar mandi karena merasa lebih aman di sana. Reyhan masih berdiri di tengah ruangan. Preman suruhan Reyhan sendiri sudah keluar semua.
Erick mendekati pintu toilet dan mengetuk pelan. "Zara, sayang, kamu baik-baik saja?"
Mendengar suara Erick, Zara akhirnya membuka pintu. Ia sebenarnya sudah sempat keluar tadi, tetapi karena Mila tidak ada, dan hanya ada Reyhan, ia segera masuk lagi ke kamar mandi. Ia tidak ingin berduaan dengan Reyhan.
"Mas Erick, aku baik-baik saja. Kamu gimana? Ada yang sakit? Kena pukul atau tendang?"
"Enggak ada, Sayang. Kamu sama Mila dulu, ya. Aku ada urusan sebentar..." Erick memandang ke arah Reyhan. "Oh, ya, itu siapa? Teman kamu?"
"Coba tanyakan padanya, Mas, dia itu siapa?"
Mendengar nada bicara Zara, Erick menangkap sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Mila yang ikut mendengar, terkejut dalam hati. Ia mengira Reyhan adalah teman Erick, makanya tadi ia ikut membantu dalam perkelahian.
Erick beralih ke Reyhan. "Anda siapa? Kenapa bisa ada di sini?"
"Gua Reyhan, pacarnya Zara. Gua di sini cuma mau lindungi Zara."
Mendengar pengakuan itu, amarah Erick seketika memuncak. Tangannya mengepal keras, ia beralih ke Zara.
"Apa benar, Zara?" Tanya Erick kepada Zara.
Zara menggeleng cepat. "Tidak, Mas, aku tidak berpacaran dengannya. Begitulah dia, dia memaksaku untuk meninggalkanmu dan hidup bersamanya. sesungguhnya dia adalah teman sekolahku waktu SMA."
Erick selalu memercayai Zara. Ia kembali menatap Reyhan dengan pandangan yang tidak suka.
"Dia istri saya. Tidak sepantasnya Anda mengejarnya. Anda masih muda, banyak gadis di luaran sana yang belum memiliki pasangan. Silakan memilih wanita lain, tapi tidak dengan Zara."
Reyhan tertawa sinis. "Kalau gua maunya Zara, gimana? Dia nggak bahagia nikah sama lu yang masih punya istri. Dasar serakah!" tuduhnya.
"Pergi dari sini," tekan Erick sekali lagi.
Mila yang juga merasa muak, mengambil gagang sapu siap melayangkannya ke Reyhan yang menurutnya tidak tahu malu itu.
"Ra, aku mohon," bujuk Reyhan, mengabaikan gagang sapu Mila dan fokus pada Zara. "Kalau kamu terus bertahan dengan laki-laki ini, mungkin kamu akan terus mengalami hal buruk yang baru saja terjadi, bahkan bisa lebih parah. Dia nggak bisa terus-terusan lindungi kamu."
"Jawabanku tetap sama, Reyhan. Aku tidak akan pernah meninggalkan Mas Erick. Sebaiknya kamu pergi dari sini, Reyhan. Aku mohon." Tegas Zara.
Reyhan menatap Zara sekali lagi. Dengan perasaan dongkol, ia akhirnya melangkah pergi, gagal membawa Zara bersamanya. Erick setelah memastikan Reyhan benar-benar pergi, meraih tangan Zara dan memeluknya erat.
"Aku mencintaimu, Zara. Aku percaya padamu."
"Aku juga, Mas. Terimakasih sudah percaya padaku."
Kemudian Erick pamit pergi, buru-buru menunaikan perintah sang ayah mertua. Beberapa saat Erick pergi, Zara meringis memegangi perutnya.
"Ra, kamu kenapa?"
"Sa-kit. Aku ngeflek, La."
.
.
Bersambung.
Yaaa tapi kan hukum di negeri enih bisa dibeli 😌
jelas bikin perut keram
aku gak punya madu aja sering keram, gara dongkol hati ini 😁😁😁
jadi curhat nih