Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia, adalah artis cantik A-class. Semua project film, drama,iklan bahkan reality show nya selalu sukses dan terkenal. Namun, menjadi terkenal tidak selalu menyenangkan. Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya. Maka dari itu ketika mendapatkan kesempatan terlahir kembali, Cassia mulai menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis. Ia ingin menikmati hidup yang dulu tak sempat ia lewatkan, dengan caranya sendiri. Bonusnya, menemukan cinta yang menyembuhkan dari CEO tampan, si sponsor utama dalam karirnya.
Ayo klik dan baca sekarang. Ikuti terus kisah Cassia, si aktris kuat ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Penyesalan Yang Sangat Terlambat
...Enjoy the story...
...🌻🌻🌻...
Akhirnya, Cassia dan Felix masuk ke dalam apartement Cassia.
Begitu masuk, suasana langsung canggung. Padahal dulu, bertahun-tahun, mereka selalu nyaman saat bersama sekarang rasanya dingin dan asing.
Baik Felix maupun Cassia, masih betah berdiri diam di tengah ruang tamu.
Cassia, yang tetap diam dengan tatapan dingin, di depannya Felix yang menatapnya balik dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sorot mata penyesalan yang dibungkus rindu, dan rindu yang berlapis obsesi.
Felix lah yang pertama membuka suara untuk memecah keheningan itu, berusaha mencari topik ringan dengan melihat sekitar, namun menyadari suatu hal yang langsung mengganggunya.
“…Kamu merubah interiornya, Sia? Tiga bulan lalu tidak seperti ini.” Felix dengan nada pelan, namun dengan nada khasnya yang bukan bertanya tapi lebih menanyakan sikap Cassia yang berubah.
“Ya begitulah, aku ubah sesuai perubahan hatiku.” Jawab Cassia tenang. Satu kalimat yang langsung mengguncang harga diri Felix.
Felix masih mencoba tenang tapi tatapan matanya menggelap tanda ia menekan perasaannya. Felix mengingat kembali tujuan utama ia bicara dengan Cassia adalah untuk membujuk dengan baik, bukan berdebat lalu memperburuk suasana.
“Kenapa harus diganti? Khususnya, cat temboknya, itukan warna favorit kita. Lebih bagus yang lama.” Felix memancing percakapan dengan mengaitkan memori antara dirinya dengan Cassia.
Bukan kita, itu warna favoritmu. Yang terus kamu paksakan menjadi warna favoritku juga. Cibir Cassia dalam hati.
Sebenarnya tidak hanya warna cat tembok, Cassia sengaja mengganti semuanya. Furniture sofa, karpet, bahkan wangi ruangan ini bukan lagi pewangi favorit Felix. Seolah Cassia tidak ingin lagi satu jejak pun memori tentang Felix tertinggal di dalam tempat tinggalnya.
“Apa perlu alasan untuk mengganti sesuatu yang sudah tidak kita sukai?” tanya Cassia dingin, yang diakhiri dengan senyum tipis. Elegan, sopan, tapi tepat sasaran.
Terlihat Felix sedang meredam amarahnya sendiri karena kata kata itu terasa seperti tamparan, Cassia tidak lagi bertindak sesuai skenarionya.
Cassia menang satu poin.
“Tidak perlu alasan sih, tapi ini tidak seperti kamu yang ku kenal. Biasanya kan kamu akan berdiskusi denganku dulu, Cassia.” ucap Felix dengan sedikit kesal.
Itulah bedanya aku yang sekarang Lix, aku sudah tidak bisa dikontrol olehmu lagi. Kamu pasti tidak menyukai itu kan. Cassia tertawa sinis dalam hati nya.
“Selama ini, aku terlalu sering membuat keputusan bedasarkan apa yang kamu mau. Rasanya melegakan ketika aku mulai memilih bedasarkan diriku sendiri”
Felix tersenyum tipis, senyum yang terdengar seperti ia berusaha tetap bijak, padahal ego di dalamnya mulai tersulut. “Agak aneh kalau kamu bilang begitu, aku hanya membantumu memilih yang terbaik. Bukannya begitu? Makanya selama ini kamu selalu senang berdiskusi denganku dulu kan. Kamu selalu saja salahpaham.”
Dia mulai lagi. Alasan klasik.
Selalu menyalahkan kesalahpahaman, bukan kesalahannya sendiri.
Yang berbeda adalah respon Cassia yang sekarang. Ia hanya menatap Felix lama. Tidak marah. Tidak tersinggung. Justru kosong, dan itu jauh lebih menyakitkan bagi pria itu.
Setelah berusaha menstabilkan amarahnya, Felix menarik napas berat dan melangkah lebih dekat. Tatapannya mencoba terlihat lembut, tapi Cassia tahu persis, itu hanya topeng lain dari kebohongan yang sama.
“Baiklah, aku datang bukan untuk berdebat seperti ini. Kita bicarakan semua kesalahpahaman diantara kita dengan kepala dingin ya, Cassia.”
“Kesalahpahaman apa?” Cassia pura-pura bertanya, padahal rasa muaknya sudah naik sampai ke ubun-ubun.
“Tentang kita…Aku menyesal hubungan kita menjadi seperti ini, Cassia.” Felix makin mendekat, nadanya manis tapi memohon.
Menyesal? Kamu sudah terlambat, jawab Cassia dalam hati.
“Cassia, aku masih cinta kamu. Kita bisa memperbaiki hubungan ini—” Felix mengulang kalimat basi yang sama untuk kesekian kalinya, seperti radio rusak yang tak tahu kapan harus berhenti.
Cassia berdecak kesal dan memotong, “Berhentilah, Felix.”
"Kamu udah bilang itu ratusan kali. Dan ratusan kali juga aku bilang, aku tidak mau!" akhirnya Cassia bicara sedikit kencang dengan penekanan khusus di akhir kalimat.
Felix menggeleng cepat, kini suaranya meninggi tak terkendali, ingin mendominasi dalam percakapan.
“Tidak! Kamu harus dengar aku dulu. Aku sungguh sungguh cinta kamu, ngga mau kehilangan kamu, sayang! Aku salah bicara waktu minta kamu jadi simpananku. Aku cuma bingung, aku pasti memilihmu namun posisiku sangat sulit saat ini. Aku minta maaf.”
Ngilu.
Hati Cassia masih terasa sakit mendengar hal ini berkali kali. Namun Cassia masih diam menahan dirinya untuk menampar Felix.
Melihat Cassia tidak merespon dengan marah, Felix merasa sedikit senang. Lalu ia menghela napas pelan, lalu mendekat satu langkah masih dalam jarak aman, tapi cukup untuk memberi tekanan tanpa menyentuh.
“Sia… nggak adil kalau kamu menilai semuanya dari satu kejadian aja,” ucapnya lembut, matanya terlihat terluka. “Kita sudah melalui begitu banyak hal. Sepuluh tahun, Sia. Mana mungkin kita berakhir seperti ini. Kamu tahu aku nggak akan pernah ninggalin kamu.”
Cassia mengerjapkan mata pelan. “Tidak ninggalin?” ulangnya, suaranya tenang tapi mengiris. “Felix, kamu akan menikah dengan orang lain.”
Felix buru-buru menimpali, nada suaranya terdengar seperti seseorang yang merasa sangat disalahpahami. “Aku tidak ingin menikah dengan dia. Kamu tahu itu, kan?”
Felix menatap Cassia seolah memohon pengertian. “Kalau saja kamu mau sedikit memahami posisiku… kamu tahu aku tidak punya pilihan.”
Cassia menahan tawanya agar tidak terlalu terdengar sinis, “Tidak punya pilihan?”
Felix mengangguk cepat, seperti seorang pria yang benar-benar yakin pada logikanya sendiri.
“Keluarga kami sudah mengatur ini sejak lama, sejak kami kecil, tapi baik aku dan dia tidak tahu apa apa. Sampai sebelumnya saja aku hanya mengenalnya sebagai adik kecil teman ayahku. Lalu obrolan pernikahan ini muncul dan terjadi terlalu cepat, Sia. Aku juga kaget. Tapi aku di sini, kan?” suaranya melembut, penuh penekanan emosional.
“Aku tetap pilih kamu. Aku tetap mau kamu yang di hatiku. Kamu ngerti, kan? Perasaan kita engga akan semudah ini hilang, Sia.”
Cassia memandangnya lama, seolah mencerna absurditas kalimat itu. Terlalu konyol.
“Memilih aku ya…Kalau begitu sebagai apa aku sekarang jika aku tetap bertahan bersamamu? Dan bagaimana caramu agar aku yakin kalau kamu pasti memilihku?” tanya Cassia, ia ingin menguji apakah Felix akan berubah atau tidak.
“Aku cuma butuh kamu tetap di samping aku… sampai semuanya stabil. Sampai aku bisa atur semuanya, dan—”
Cassia memotong dengan tenang, tanpa menaikkan volume suara.
“Menjadi perempuan simpananmu sementara kamu menikah dengan orang lain?”
Felix tampak tersentak, bukan karena itu tidak benar tapi karena Cassia mengatakannya dengan nada dingin tanpa cinta. Felix mulai panik, berusaha mempermanis ucapannya.
“Sia… kata 'wanita simpanan' itu tidak tepat. Kamu tahu aku engga pernah menganggap kamu seperti itu.” suara Felix terdengar patah, seolah dia korban dalam situasi ini
“Kita hanya perlu melanjutkan hubungan kita seperti sekarang. Kamu tetap kekasihku selamanya, aku juga akan bilang pada Cherry kalau hatiku sudah milik kamu. Kamu hanya perlu bersabar sampai aku menemukan cara membatalkan pernikahanku dengannya. Setelah itu kita bisa menikah dan hidup dengan bahagia.”
Felix mendekat selangkah, suaranya turun menjadi bisikan lembut seolah ia baru saja memberi solusi paling mulia di dunia.
Apalagi melihat Cassia hanya terdiam, matanya berkaca-kaca. Felix tersenyum puas. Ia benar–benar yakin bahwa Cassia mulai luluh.
Bersambung
...🌻🌻🌻...
...Kill the feelings, before feeling kills you. -Cassia...
🌻: lanjutin liat Felix mohon mohon 1 bab lagi ga?🤭
Thanks for staying with Cassia's story